Wujudkan Resolusi Diri? Aturlah Target Indikator Keberhasilan
Senin, 2 Januari 2023 | 21:30 WIB
Dokter Spesialis Kejiwaan Rumah Sakit Yarsi, Cempaka Putih dr Citra Fitri Agustina. (Foto: dok. pribadi)
Jakarta, NU Online
Memasuki tahun baru masehi 2023, memasuki babak baru kehidupan. Selain usia yang akan bertambah, tujuan dan harapan hidup pun kian berkembang. Memasuki lembar baru di tahun ini, tak jarang masyarakat dibuat antusias membuat sederet resolusi.
Sekretaris Lembaga Kesehatan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LK PBNU) dr Citra Fitri Agustina, menyampaikan bahwa untuk menghidupkan semangat mewujudkan resolusi, hendaknya seseorang mengatur capaian tahunan secara terukur.
“Misalnya, resolusi tahun ini saya akan menurunkan berat badan 10 kg. Jadi, agak terukur dan punya alarm sendiri nih, udah 10 kg belum, yah. Sampai waktu yang ditentukan,” kata Dokter Citra kepada NU Online, Senin (2/1/2023).
Hal ini, lanjutnya, bakal terasa berbeda ketika resolusi yang disetel tidak terukur sehingga sulit menemukan indikator keberhasilannya.
“Misalkan, resolusi tahun ini ke luar angkasa, sedangkan kita bukan astronot, kita nggak punya persiapan apa-apa,” terang Dokter Spesialis Kejiwaan Rumah Sakit Yarsi, Cempaka Putih tersebut.
“Tahun ini mau nikah tapi nggak melakukan apa-apa, nggak sowan ke kiai, atau mencoba membuka diri lebih luas. Apalagi kerjaannya WFH, nggak bertemu banyak orang, nggak melakukan terobosan baru,” tambah Dokter Citra.
Kendati demikian, Dokter Citra menyebut bahwa resolusi tahunan juga bisa bersifat kualitatif. Hanya saja, orang tersebut harus mampu menilai titik keberhasilan targetnya secara jujur.
“Misalnya saya akan jadi pribadi yang lebih sabar, tapi itu memang kita yang merasakan. Sudah cukup sabar belum ya, atau sudah jadi pribadi yang lebih ramah, peduli, itu kita sendiri ya (yang menilai),” tuturnya.
Kecewa itu wajar
Dokter lulusan Universitas Indonesia tersebut, menyebut bahwa jalan dalam mewujudkan resolusi tidaklah selalu mulus. Respons kecewa ketika mendapati apa yang diusahakan belum tercapai adalah wajar dan normal.
“Wajar kok, kecewa. Misalnya resolusi tahun ini adalah lulus ujian masuk perguruan tinggi negeri. Kita sudah belajar siang-malam, minta doa ke semua keluarga, berjuang sekali, ternyata nggak lolos dengan jalur yang diharapkan. Wajar saja kecewa apalagi dengan usaha yang sedemikian hebatnya, sedemikian gigihnya,” jabar dia.
Namun begitu, seseorang juga memiliki opsi untuk tetap terpuruk dan menyerah pada kegagalan atau bangkit dan menebus kegagalan tersebut dengan memuluskan rencana lain.
“Kenapa orang menjadi frustrasi? Ini karena apa yang diharapkan tidak sesuai, terdapat kesenjangan jauh dari harapan dan kenyataan. Itu tergantung dari kepribadian seseorang, mampu nggak dia menghadapi kegagalan,” jelas dia.
Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Muhammad Faizin