Jakarta, NU Online
Wakaf merupakan salah satu ajaran Islam yang dapat berfungsi sebagai alat penciptaan keadilan sosial. Berbeda dengan zakat dan infak yang bisa dimanfaatkan secara langsung dan dihabiskan, wakaf diharapkan dikelola sebagai harta abadi yang hasilnya dimanfaatkan secara terus menerus.
Temuan Badan Wakaf Indonesia (BWI) menunjukkan adanya 4.142 juta km persegi tanah wakaf di Indonesia. Sayangnya lebih dari 90 persen pemanfaatannya untuk pemakaman, masjid, dan pesantren atau sekolah Islam. JE Robbyantono dari divisi pengelolaan dan pemberdayaan BWI mengungkapkan wakaf seharusnya dikelola secara produktif sehingga menghasikan keuntungan bukan menimbulkan biaya tambahan untuk pengelolaannya. Hal ini dijelaskan dalam pertemuan antara BWI, para wartawan, dan pemangku kepentingan BWI di Jakarta, Rabu (29/6). Akibatnya, biaya-biaya tersebut harus ditanggung oleh masyarakat berupa mahalnya biaya dan penjualan tanah kuburan, sekolah yang mahal, dan kotak infak masjid. Jika dikelola secara produktif, harta wakaf bahkan bisa dimanfaatkan untuk operasional dan pembangunan masjid, pendidikan gratis, kesehatan gratis, lembaga kajian strategis, dan lainnya.
Salah satu yang sedang digagas oleh BWI adalah membangun properti berupa gedung perkantoran Global Wakaf Tower yang berlokasi di daerah Kuningan Jakarta bekerja sama dengan Islamic Development Bank (IDB) sebagai sarana untuk meningkatkan produktifitas tanah wakaf di lokasi-lokasi strategis. Ia menjelaskan, tanah yang dikelola oleh Yayasan Raudhatul Mutaallimin ini setiap tahun hanya mendapatkan dana sebesar 200 juta. Pengembangan tersebut diharapkan mampu meningkatkan pendapatan sampai dengan 1.6 Miliar per tahun. Setelah masa kerjasama tersebut, potensi pendapatannya menjadi 6 miliar per bulan atau 72 miliar per tahun. Sebuah peningkatan yang luar biasa dengan perubahan tata kelola.
Wakaf produktif memang belum populer di Indonesia karena pemahaman yang masih lemah, baik masyarakat, wakif, nazhir, dan pemerintah sebagai regulator. Di sisi lain, terdapat permasalahan seperti terjadinya ruislagh tanah-tanah strategis di kota-kota besar yang tidak setara nilai ekonominya. Padahal untuk bisa menghasilkan keuntungan maksimal, maka lokasi-lokasi tanah wakaf yang akan dibangun harus berada di lokasi yang strategis. Menurutnya, lembaga keuangan saat ini juga belum memberikan dukungan untuk pengembangan aset wakaf menjadi produktif. Kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga wakaf juga menjadi persoalan.
Beberapa negara telah berhasil menjadikan aset wakafnya produktif seperti Singapura dengan Waqaf Real Estate Service (Warees). IDB sendiri memiliki program pendanaan untuk pengembangan aset wakaf melalui Awqaf Properties Investment Fund (APIF) yang telah mendanai sejumlah proyek di berbagai negara.
Satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah adanya keyakinan bahwa aset wakaf tidak boleh berkurang. Hal ini harus dilakukan pengkajian ulang.
"Padahal namanya bisnis pasti ada risiko kerugian," jelasnya. Tanah di lokasi tertentu yang jalannya terkena proyek flyover harganya pun menjadi turun, katanya memberi contoh.
Bahrul Hayat dari Kementerian Agama dalam sesi yang sama melihat peranan wakaf dalam mengembangkan pendidikan. Ia berpendapat, wakaf harus diserahkan pada penyediaan layanan pendidikan yang bermutu dengan menyeimbangkan aset penguatan lembaga dan aset produktif untuk pengembangan program.
Mengacu pada dana-dana endowment di Barat untuk pendidikan, sebagian besar diarahkan untuk pengembangan sarana dan prasarana pendidikan, pengembangan riset dan ilmu pengetahuan, chaired professorship, beasiswa, dan riset di bidang kemanusiaan. Dengan dukungan dana endowment yang besar, universitas terbaik di dunia bisa terus berkembang seperti Harvard yang memiliki dana abadi sebesar 35.8 miliar USD AS atau sekitar 483 triliun rupiah. Stanford University memiliki dana abadi 21.446 miliar USD, Massachusetts Institute of Technology memiliki dana abadi senilai 12.425 miliar USD. Universitas terbaik di Indonesia, seperti ITB, UI, dan UGM masih menggantungkan sebagian besar pendanaannya dari pemerintah dan kemampuan pendanaannya masih jauh dibandingan dengan universitas top kelas dunia. Universitas di negeri Muslim yang sudah memiliki dana wakaf adalah Al Azhar, dan yang terbaru adalah King Saud University dengan dana 2.7 miliar dolar Amerika Serikat. (Mukafi Niam)