Nasional

Gus Yahya Ungkap Akar Politik Identitas yang Kerap Muncul Tiap Pemilu

Jumat, 4 Agustus 2023 | 18:30 WIB

Gus Yahya Ungkap Akar Politik Identitas yang Kerap Muncul Tiap Pemilu

Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf saat memberikan pidato kunci di acara peluncuran buku prosiding G20 Religion Forum atau R20 Proceedings of the R20 International Summit of Religious Leaders di Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Jumat (4/8/2023). (Foto: NU Online/Suwitno)

Sleman, NU Online

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mengatakan menjelang pemilihan umum (pemilu) 2024, politik identitas kerap muncul menjadi pembicaraan. Menurutnya, sebagian orang melihat bahwa politik identitas dapat mendorong bahaya sipil bagi masyarakat.


Hal ini ia sampaikan saat memberikan pidato kunci di acara peluncuran buku prosiding G20 Religion Forum atau R20 Proceedings of the R20 International Summit of Religious Leaders di Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Jumat (4/8/2023).


"Seperti yang kita alami dalam pemilihan terakhir setidaknya dua kali pemilihan umum terakhir, adalah pengalaman yang sangat sangat buruk terkait dengan politik identitas. Orang menggunakan agama sebagai senjata untuk mendapatkan keuntungan, dukungan politik dan untuk saling menyerang satu sama lain," kata Gus Yahya.


Menurutnya, persoalan ini memiliki akar yang sangat dalam pada ajaran agama itu sendiri. Para penganut agama, Islam misalnya, akan bertanya jika politik identitas itu tidak baik atau bahkan dilarang, lalu apakah tidak baik membawa agama ke ruang publik dan sosial. 


"Karena membawa agama ke dalam politik sebenarnya berasal dari dorongan insting pemeluk agama untuk membawa agamanya ke ruang publik dan sosial," ucap Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang Jawa Tengah itu 


Sementara itu, tak sedikit pula yang mempercayai bahwa agama harus dibiarkan berada di ruang pribadi individu. Logika tersebut mengungkapkan seolah-olah ketika agama dibawa ke ruang publik akan menimbulkan persaingan antaragama.


"Saling bertarung memperebutkan dominasi ruang publik dan sosial. Hal semacam ini jelas bagi kita. Berbahaya membiarkan agama saling berebut untuk mendominasi ruang publik," kata dia.


Gus Yahya menyadari bahwa manusia adalah kelompok yang hidup dari agama yang berbeda dan hidup berdampingan satu sama lain. Agama hadir dan melahirkan peradaban. 


"Kita melihat ke dalam sejarah manusia selama seribu tahun untuk melihat bagaimana agama memainkan peran kunci dalam kebangkitan setiap peradaban besar dunia. Momen kebangkitan peradaban agama memainkan peran vital," tuturnya.


Agama, terang dia, diberikan oleh Tuhan kepada umat manusia untuk mengembangkan Peradaban. Membangun peradaban berarti mengembangkan seluruh konstruksi sosial," ucapnya.


Di sisi lain, ia menyadari dinamika yang terjadi ketika agama diperalat untuk urusan politik. Hal ini menjadikan seolah-olah politik identitas hampir merupakan insting awal dari agama itu sendiri.


"Jadi, apa yang kita lakukan bagaimana kita bisa melestarikan fungsi agama? Kami melihat cara untuk terus menjunjung tinggi agama dan memberikan kontribusinya kepada masyarakat global. Tapi pada saat yang sama, kita harus mencegah agama menjadi masalah," tutur dia.


Hal tersebut yang melatarbelakangi penyelenggaraan forum R20 yang dihelat di Bali pada awal November 2022 lalu. 


"Kami sedang mencari cara untuk terus menegakkan agama dan menjadikannya sebagai kontribusi bagi peradaban yang akan datang. Karena itulah terciptanya inisiatif R20 adalah menghentikan agama sebagai sumber masalah dan mulai menjadikannya sebagai sumber solusi," tutupnya.