Habib Ali Al-Jufri Ungkap Kasus Kartun Nabi di Denmark: Disebar di Medsos Demi Kepentingan Politik
Kamis, 25 Agustus 2022 | 19:00 WIB
Habib Ali dalam sebuah halaqah di Kantor PBNU Jakarta, pada Rabu (24/8/2022). (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman Al-Jufri mengungkap kasus media massa atau surat kabar di Denmark yang membuat gambar kartun atau karikatur Nabi Muhammad, pada 2006 silam.
Kasus ini kemudian disebarkan lewat media sosial dan membuat seluruh umat Islam di dunia turun ke jalan, melakukan demonstrasi secara besar-besaran. Bahkan, kata Habib Ali, di beberapa negara sampai ada umat Islam yang merusak kantor kedutaan besar Denmark.
Menurut Habib Ali, orang-orang atau umat Islam yang turun ke jalan untuk melakukan unjuk rasa itu tidak menyadari kalau masalah ini baru tersebar di media sosial pada enam bulan setelah Denmark menghentikan kasus tersebut.
Habib Ali mengatakan, surat kabar yang memuat karikatur Nabi Muhammad pada 2006 itu mulanya tidak laku dan tidak dikenal di Denmark. Bahkan, masyarakat di sana pun tidak ada yang memiliki ketertarikan untuk membeli surat kabar itu.
"Mereka ingin meningkatkan dan melariskan dagangannya dan menjadi punya pengaruh besar, maka dia melakukan ini (membuat karikatur Nabi)," ungkap Habib Ali dalam sebuah halaqah di Kantor PBNU Jakarta, pada Rabu (24/8/2022).
Perbuatan itu lantas menimbulkan demonstrasi besar-besaran. Di seluruh dunia, umat Islam menuntut pemilik surat kabar dan pemerintah Denmark untuk melakukan permohonan maaf.
Di balik kasus kartun Nabi
Habib Ali Al-Jufri melalui Yayasan Tabah, melakukan investigasi tentang apa yang terjadi dari kasus ini sehingga bisa tersebar secara masif di seluruh dunia. Secara rinci, ia menjelaskan duduk perkaranya.
Dulu, negara-negara Skandinavia, termasuk Denmark, tidak memiliki kesepakatan dengan pihak-pihak yang melakukan pendudukan di Negeri Palestina. Mereka bahkan menuntut Uni Eropa agar tidak menerima barang-barang yang dikeluarkan para penjajah yang menduduki tanah Palestina.
Sebab, kata Habib Ali, barang-barang tersebut bersumber dari tanah penjajahan dan keuntungannya digunakan untuk memperkuat penjajahan terhadap Palestina.
"Saat itu, datang salah seorang pejabat Amerika, orang yang memiliki andil dalam penjajahan di palestina. Dia datang ke Denmark, dan berjumpa dengan pemilik media massa, dua tahun sebelum disebarkan karikatur itu," ungkap Habib Ali, pendakwah internasional kelahiran Jeddah, Arab Saudi itu.
Lalu orang tersebut pulang ke Amerika dan menulis di New York Times tentang sebuah kekhawatiran yang terjadi di Denmark. Menurut Habib Ali, orang Amerika ini merasa kepentingannya diganggu oleh Denmark. Sebab ada ratusan ribu orang yang menjalankan Islam dengan aman.
"Di dalam artikel tersebut, dia mengingatkan betapa berbahayanya keberadaan kaum Muslimin di Denmark dan Skandinavia secara umum," terang Habib Ali.
Setahun kemudian, pemilik media massa itu datang atau berkunjung ke Amerika menemui seorang yang memiliki andil dalam penjajahan Palestina itu. Kemudian, pemilik media massa kembali ke Denmark dan disebarkanlah karikatur Nabi yang menimbulkan kegaduhan itu.
Namun hingga berlangsung selama enam bulan, tidak ada yang melirik dan mempedulikan gambar kartun Nabi Muhammad itu. Setelah enam bulan berlalu, barulah ada satu orang dari umat Islam di Denmark melalui saluran Aljazeera, menjerit-jerit bahwa Rasulullah sudah diganggu dan dihina.
Jeritan-jeritan itu diteriakkan oleh seorang Muslim melalui kanal Aljazeera, menjelang pemilihan umum di Denmark, tepat enam bulan setelah karikatur Nabi Muhammad itu tayang dan disebar.
"Sehingga semakin masif jeritan-jeritan itu di era digital. Kita semua terpengaruh dan marah karena yang diganggu adalah Nabi Muhammad," jelas Habib Ali.
Boikot produk Denmark
Kemarahan itu terus berlangsung, menjalar ke seluruh penjuru dunia melalui sebaran lewat media sosial. Bahkan, sebagian besar umat Islam memboikot seluruh produk yang berasal dari Denmark.
Pemboikotan tersebut diharapkan dapat menimbulkan kerugian besar bagi Denmark, sehingga membuat media massa yang menampilkan gambar kartun Nabi Muhammad itu mengumumkan permohonan maaf secara terbuka.
Saat permohonan maaf itu disampaikan, Habib Ali Al-Jufri mengajak para ulama di dunia untuk menerima dan memaafkan. Artinya, permasalahan selesai dan boikot dihentikan. Hal ini dilakukan agar tidak membahayakan umat Islam yang ada di Denmark.
Persoalan belum usai
Saat Habib Ali menganggap semua permasalahan selesai karena telah ada permintaan maaf, terdapat beberapa kelompok dari kalangan aktivis Islam yang tetap menolak. Persoalan pun belum usai. Mereka menuntut permohonan maaf dari perdana menteri Denmark.
"Kami sudah bilang, dia (perdana menteri) tidak akan minta maaf. Sebab kalau dia minta maaf, ini adalah bunuh diri politik baginya. Kalau kita terus melakukan ini, maka akan memprovokasi orang-orang yang ada di Denmark untuk mengganggu umat Islam di sana," jelas Habib Ali.
Lalu terjadilah perdebatan antara Habib Ali Al-Jufri dengan aktivis Islam yang tetap menolak berdamai sampai perdana menteri Denmark menyampaikan permohonan maaf. Bahkan, aktivis Islam yang dimaksud Habib Ali itu mengatakan, orang yang tidak memboikot Denmark sama dengan melakukan kejahatan.
Demi menyelesaikan masalah agar tidak berlarut, Habib Ali pun langsung bertolak ke Denmark. Ia duduk bersama orang-orang Denmark dengan sebuah organisasi yang mengumpulkan massa lebih dari 800 ribu orang pemuda-pemudi di sana. Selain itu, hadir pula wartawan dari media massa yang moderat.
"Kami juga membuka dialog, yang mempertemukan kami dengan orang-orang garis keras yang ada di Denmark terhadap Islam," ucap Habib Ali.
Lalu di Abu Dhabi, Habib Ali kembali melakukan pertemuan. Ia mendatangkan orang-orang Denmark yang ada di sana bersama umat Islam, sehingga terjadi dialog di antara kedua pihak.
Di Abu Dhabi juga, hadir Dr Said Ramadhan Al-Bouti dari Suriah yang tersentuh dengan pertemuan itu. Tak hanya itu, seorang perempuan profesor yang sedang hamil dari Kopenhagen, Denmark, juga merasa tersentuh.
"Dia berharap, bayi yang di kandungan itu kelak menjadi seorang Muslim," jelas Habi. Ali.
Persoalan selesai
Akhirnya, para aktivis Islam melakukan perjumpaan. Mereka menghentikan boikot, setelah ada permintaan maaf dari perusahaan mentega atas kejadian kartun Nabi di Denmark. Bahkan, perusahaan mentega itu menginfakkan sejumlah harta untuk digunakan dalam membela Rasulullah.
Dari kejadian ini, Habib Ali menyimpulkan bahwa dunia digital sudah dipenuhi banyak kebohongan, tipuan, dan jebakan.
"Kebohongan paling busuk di dunia adalah yang menggunakan agama sebagai alat demi kepentingan politik dan obsesi duniawi sesaat," tegas Habib Ali.
Lebih memalukan lagi, tipu daya itu telah berhasil memakan korban dari kalangan ulama dan santri. Mereka marah dan meluapkan emosi akibat apa yang disaksikannya di media sosial.
"Mereka marah, bersedih, atas dasar tidak paham tentang kejadian yang sebenarnya," pungkas Habib Ali.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Fathoni Ahmad