Hari Pangan Sedunia, Sejumlah Pelanggaran Hak Atas Pangan dan Gizi di Indonesia Jadi Sorotan
Kamis, 16 Oktober 2025 | 18:30 WIB
Aksi Kamisan Ke-882 sekaligus memperingati Hari Pangan Sedunia, di depan Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis (16/10/2025). (Foto: NU Online/Mufidah)
Jakarta, NU Online
Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) yang jatuh setiap 16 Oktober seharusnya menjadi momentum untuk menegaskan kembali pentingnya hak asasi manusia.
FIAN Indonesia bersama Koalisi Pangan Anti Cuan (PACUAN) menyoroti masih terjadinya pelanggaran struktural dan masif terhadap hak atas pangan dan gizi di Indonesia.
Kritik tersebut disampaikan oleh perwakilan FIAN Indonesia, Hanna, dalam Aksi Kamisan Ke-882 bertema Melawan Lupa di Tengah Kisaran Impunitas. Aksi ini digelar di depan Istana Merdeka, Gambir, Jakarta Pusat, pada Kamis (16/10/2025).
Hanna menjelaskan bahwa pandangan yang menempatkan pangan semata sebagai komoditas merupakan akar dari berbagai pelanggaran hak atas pangan dan gizi.
Konsekuensi dari komodifikasi ini terlihat jelas, terutama di perkotaan seperti Jakarta, yakni ketika seseorang tidak dapat makan jika tidak memiliki uang untuk membeli, termasuk bagi pekerja harian yang harus bekerja setiap hari hanya untuk bisa makan di hari yang sama.
“Kemudian, kami melihat bahwa akibat konstruksi bahwa pangan itu adalah sebuah komoditi, maka akhirnya pelanggaran struktural terhadap hak atas pangan dan gizi itu terus terjadi,” jelas Hanna.
Ia menegaskan bahwa pangan tidak boleh dipandang sebatas barang untuk mengenyangkan perut, melainkan bagian dari hak asasi manusia yang wajib dipenuhi oleh negara.
“Bagi kami, pangan itu bukan adalah suatu barang hanya untuk membuat kita merasa kenyang dan sanggup melanjutkan hidup. Pangan adalah bagian dari hak asasi manusia yang disebut sebagai hak atas pangan dan gizi,” tegasnya.
Baca Juga
Anjuran Islam Terhadap Ketahanan Pangan

Menurut Hanna, krisis pangan yang berujung pada penderitaan seperti kematian akibat kelaparan, stunting, anemia, gizi buruk, hingga obesitas kronis merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Negara, terutama Presiden, memiliki tanggung jawab untuk memastikan pemenuhan hak tersebut bagi seluruh warga.
Dalam hasil pemantauan FIAN Indonesia di Kalimantan Tengah selama periode 2021-2025, ditemukan bahwa proyek food estate dengan slogan memberi makan Indonesia dan dunia justru menyebabkan punahnya 19 jenis benih lokal.
“Kami menemukan bahwa food estate itu justru membuat 19 benih lokal punah. Bayangkan berapa ribu manusia yang bisa makan dari benih-benih yang sudah punah tersebut? Mengapa? Karena benihnya diganti oleh benih-benih subsidi yang benihnya itu didatangkan dari korporasi-korporasi,” paparnya.
Koalisi PACUAN, yang terdiri atas 12 organisasi, di antaranya FIAN Indonesia, Indonesia Corruption Watch, Sajogyo Institute, dan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), menyerukan pentingnya memperkuat solidaritas dari bawah, memanfaatkan kembali sumber daya lokal, serta merebut narasi kedaulatan pangan agar hak atas pangan dan gizi tidak terus tergerus oleh kepentingan ekonomi semata.