Nasional

IAIN Walisongo Gelar Nonton Bareng Kepurbakalaan Islam Jawa

Jumat, 11 Mei 2012 | 03:32 WIB

Semarang, NU Online
Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Walisongo Semarang menggelar nonton bareng film kepurbakalaan Islam Jawa Tengah di Laboratorium Pendidikan Fakultas Tarbiyah (11/5). <>

Film berdurasi tiga puluh menit karya Museum Ronggowarsito ini menyajikan kepurbakalaan Masjid Agung Demak, Masjid Menara Kudus dan Masjid Mantingan Jepara. 

“Mahasiswa sangat antusias untuk memahami akulturasi budaya Islam Jawa Tengah dalam film itu,” kata Dosen Islam dan Budaya Jawa, M Rikza Chamami saat mendampingi nonton bareng.

Setelah menyelesaikan kuliah teori Islam dan Budaya Jawa, kata Rikza, mahasiswa diajak ke Museum Ronggowarsito dan diperlihatkan film Islam Jawa Tengah. Dengan model perpaduan pembelajaran kelas dan lapangan, mahasiswa diharapkan akan lebih dekat dengan fakta budaya Islam Jawa. Kesan bahwa budaya Islam tertutup dari budaya lainnya dikupas setelah mahasiswa menyaksikan film tersebut.   

“Dalam film itu digambarkan secara jelas bahwa tiga masjid di Jawa Tengah sangat terbuka dengan budaya Hindhu dan Budha,” imbuh aktivis Pusat Pengkajian Islam dan Budaya Jawa (PPIBJ) ini.

Misalnya di Masjid Demak terdapat bangunan masjid yang diambil dari Kerajaan Majapahit. Di masjid Menara dan masjid Mantingan yang bangunan gapuranya mirip bangunan Hindhu-Budha. 

“Fakta sejarah ini harus dimaknai lebih luas, bahwa Islam Jawa sangat menghormati agama di luar Islam,” tegas Rikza yang juga Sekretaris Laboratorium Pendidikan.

Islam Jawa, lanjutnya, tidak menjadi agama yang kolot. Dan yang sangat indah adalah Islam Jawa mencerminkan Islam yang santun. Baik santun dalam budaya dan santun dalam beragama.

Saat ini sangat dibutuhkan masyarakat Jawa yang peduli terhadap peninggalan nenek moyang. “Jangan sampai harmonisasi kehidupan nenek moyang kita dicederai oleh sekelompok masyarakat yang suka berkonflik,” imbuh Rikza.

Diharapkan, lanjutnya, dengan melek terhadap budaya Jawa ini masyarakat sudah cukup untuk melakukan hidup guyub rukun. Termasuk penanaman nilai-nilai Jawa yang santun dan adiluhung harus diterapkan sejak di sekolah maupun Perguruan Tinggi. 

“Jangan sampai jadi orang Jawa yang tidak njawani, dan merubah budaya Jawa dengan budaya ontran-ontran,” tegasnya.

Mahasiswi Tadris Matematika, Lilis Yuliani mengapreseasi kegiatan nonton kepurbakalaan Islam Jawa Tengah ini. “Dengan menyaksikan film ini mahasiswa jadi tahu ciri khas Islam Jawa Tengah," ungkapnya. 

Banyak peninggalan para pendahulu Jawa yang menjadi petunjuk tiga nilai dasar Islam Jawa. Yang dimaksudkan adalah toleransi, interrelasi dan akulturasi. Ia berharap kegiatan semacam ini selalu dilakukan untuk membekali mahasiswa agar mengenal lebih dekat budaya lokal yang sangat unik.




Redaktur: Mukafi Niam


Terkait