Ketua PBNU: Kekerasan terhadap Santri Harus Diatasi dengan Serius
Selasa, 26 November 2024 | 05:00 WIB
Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Abshar Abdalla menyampaikan keprihatinannya atas kasus yang menimpa seorang santri kelas 9 di Pondok Pesantren Madrasatul Qur'an Hasyim Asyari, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan.
RF ditemukan tewas tergantung di bawah rumah panggung Ponpes Hasyim Asy'ari di Dusun Tanetea, Desa Nipa-Nipa, Kecamatan Pajukukang pada Sabtu (23/11/2024) sekitar pukul 20.00 Wita. Korban pertama kali dilihat oleh temannya berinisial DP.
Gus Ulil mengatakan rangkaian kekerasan terhadap santri, baik berupa kekerasan fisik, seksual, maupun bentuk lainnya, adalah masalah serius yang harus segera ditangani.
“Ini kejadian dan tragedi kesekian kalinya berulang terjadi. Kekerasan di pondok pesantren ini sesuatu yang harus diatasi dengan serius,” ujar Gus Ulil kepada NU Online, Senin (25/11/2024).
Sebagai langkah konkret, PBNU telah membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk menangani berbagai bentuk kekerasan di pondok pesantren. Satgas ini akan bekerja menangani kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan segala bentuk kekerasan di pondok pesantren.
"Insyaallah satgas segera bekerja untuk menangani hal-hal seperti ini. Tentu mengharapkan masalah kekerasan seperti ini diatasi pada dua tingkatan," jelasnya.
Ulil menekankan pentingnya penanganan kekerasan di pondok pesantren pada dua tingkatan. Pertama, pesantren harus menunjukkan keseriusan dalam mencegah dan menangani kekerasan di lingkungan mereka.
Kedua, lanjut Gus Ulil, jika kekerasan yang terjadi telah mengakibatkan kematian atau pelanggaran hukum lainnya, maka aparat hukum harus bertindak tegas untuk memproses kasus tersebut.
Gus Ulil berharap agar kekerasan seperti ini tidak terus terulang di masa depan. Ia menegaskan bahwa upaya pencegahan dan penanganan harus dilakukan secara bertahap, namun serius.
“Semoga hal-hal seperti ini bisa kita atasi pelan-pelan sehingga kekerasan seperti ini tidak terjadi di masa depan atau tidak terulang,” harapnya.
Sebelumnya, Salah seorang santri di Pondok Pesantren Madrasatul Qur'an Hasyim Asyari kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, RF ditemukan tewas gantung diri di sebuah kamar pondok pesantren.
Berdasarkan hasil pemeriksaan autopsi terhadap jenazah yang dilakukan tim Forensik Biddokkes Polda Sulsel di duga korban mengalami kekerasan seksual sebelum meninggal dunia. Hal ini terungkap dari badan korban yang mengalami sejumlah luka.
Kedua orang tua yang melihat kejanggalan kematian anaknya itu kemudian membawa jasad korban untuk diautopsi di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar. Seperti terjadinya fraktur pada tulang leher, kepala bagian belakang membengkak, dan ada bekas kuku pada leher korban.
"Beberapa temuan-temuan, kami sudah sampaikan ke penyidik. Dari temuan awal, penyidik nanti akan sinkronkan dengan apa yang kami temukan pada autopsi itu," kata Dokter Forensik Biddokes Polda Sulsel, Denny Mathius dilansir dari CNN Indonesia, Senin (25/11/2024).
Paman Korban, Amiruddin yakin ponakannya tidak bunuh diri, tetapi kuat dugaan dibunuh. Keyakinan ini didapat dari keterangan kakak korban yang menemukan ada kursi patah di lokasi kejadian.
"Jadi tidak mungkin bunuh diri karena anak ini penyabar. Tidak mungkin melakukan hal-hal begitu," ucap dia.
Ia menyayangkan pihak pondok pesantren yang sampai saat ini tidak pernah menemui pihak keluarga untuk menerangkan kasus tersebut.
"Tidak ada, pembinanya sembunyi semua. Penyampaiannya bilang gantung diri. Kita sempat datang semua dari pihak korban terkait dengan masalah kejadiannya tapi tidak ada yang kita temui di situ. Makanya kita bawa ke sini (forensik)," ungkapnya.
Kasatreskrim Polres Bantaeng AKP Akhmad Marzuki membenarkan informasi tersebut. Ia bilang kasus ini sedang dalam penyelidikan.
"Untuk penyebabnya, belum bisa kami simpulkan apakah korban bunuh diri atau dibunuh," ucap Marzuki.
Marzuki mengatakan hingga kini sudah ada delapan orang pihak pondok pesantren yang diperiksa sebagai saksi, mulai dari pengasuh, guru-guru, dan teman-teman korban di pesantren.
"Hingga kini kami sudah memeriksa delapan orang saksi, guru, pengasuh dan teman-teman korban. Namun keterangannya saling tunjuk. Sehingga kami mesti mengembangkan lagi," ucapnya.