KH Miftachul Akhyar Jelaskan Penyebab Seseorang Menganggap Rendah Orang Lain
Selasa, 7 Maret 2023 | 21:00 WIB
Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar. (Foto: tangkapan layar YouTube Multimedia KH Miftachul Akhyar)
Jakarta, NU Online
Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar menjelaskan bahwa orang yang berpegang kepada Allah tidak akan menganggap rendah orang lain.
"Orang yang berpegang kepada Allah, dia tidak menganggap orang lain itu di bawah pangkatnya. Walaupun dia sendiri shalatnya Masya Allah, orang lain tidur saja, ya shalat lima waktu tapi cuma wajib saja. Itu tidak menganggap dia di bawah saya," ujarnya pada tayangan Ngaji Syarah Al-Hikam pertemuan ke-3 di channel YouTube Multimedia KH Miftachul Akhyar diakses oleh NU Online, Selasa (7/3/2023).
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dalam pikiran para al-arif billah tidak ada sama sekali pikiran-pikiran menganggap orang lain itu di bawah pangkatnya. Mereka tawakalnya hanya kepada Allah, i'timad (bersandar) kepada Allah bukan kepada amal.
"Kenapa mereka kok i'timad kepada Allah, bukan kepada amal? Karena amal amal itu, katakanlah amal kita, tidak ada jaminan amal kita sempurna, tidak ada jaminan 100 persen selamat amal kita," imbuhnya.
Ia mengatakan bahwa sesuatu yang yang layak dibuat andalan, gandulan (bergantung), i'timad yaitu yang abadi, yang ada jaminan, yang 100 persen tidak pernah berubah.
"Lah yang buat kita gandulan tadi, i'timad tadi tiba-tiba lenyap dari kita. Padahal kita sudah sangat menggantungkan, tiba-tiba dia mengecewakan kita, tiba-tiba dia tidak mau memenuhi apa harapan kita. Lalu ke mana kita bergantungnya, wong kita sudah bergantung dengan selain Allah. Kalau kita mengaku saat itu, lalu bergantung kepada Allah, ya karena kecewa," terangnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya tersebut menganalogikan hal tersebut dengan orang yang menyatakan cinta kepada seseorang, tetapi karena dikecewakan orang lain. Itu cintanya hanya cari sasaran saja untuk menutup kekecewaan. Artinya tidak sempurna.
"Makanya sudahlah kita serahkan, kita pegangan kepada Allah, bukan kepada amal. Amal kita tetap kita amalkan. Sholat kita wajib, puasa tetap wajib. Tetapi jangan jadi andalan. Sholat kita nggak jaminan, kita nggak tahu diterima apa nggak, berapa nilainya nggak tahu," pungkasnya.
Kontributor: Malik Ibnu Zaman
Editor: Fathoni Ahmad