Jakarta, NU Online
Imam besar Masjid Istiqlal Jakarta, Profesor Nasaruddin Umar mengatakan, inti halal bihalal ialah silaturahim. Hal tersebut diungkapkannya dalam acara Halal Bihalal Digital Lintas Iman yang digelar oleh Institute of Social Economic Digital (ISED) dan Nazaruddin Umar Office (NUO), Selasa (18/5) sore.
"Silah, yang berarti konek. Ibaratkan sebuah listrik, jika negatif dan positifnya putus, maka listrik tersebut akan padam. Lampu, internet, dan lainnya juga turut mati," kata Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu menjelaskan.
Namun demikian, Founder NUO itu melanjutkan, jika kita terkonek, maka sudah barang tentu semuanya akan hidup.
Jadi, dua istilah halal dengan yang pertama ialah 'silah' yang bermakna selalu positif. Lalu kedua, 'rahim'. Ada sebuah hadits Nabi mengatakan, jika Al-Qur'an 30 juz dipadatkan, maka pemadatannya ialah Surah Al-Fatihah. Dan, jika Surah Al-Fatihah dipadatkan lagi, pemadatannya ialah 'Bismillahirrahmanirrahim' pada Surah Fatihah tersebut.
"Kemudian jika dipadatkan lagi, maka intinya terletak pada dua kata yang disebut ummu sifat, ummul asma, di mana terdapat 99 nama Allah. Yang menjadi induknya, ialah Ar-Rahman dan Ar-Rahim," paparnya.
Dua kata tersebut, Maha Pengasih dan Maha Penyayang, berasal dari bahasa Arab, akar kata sama; yaitu rahima, yang berarti cinta. Jika Al-Qur'an dipadatkan menjadi satu kata, maka kata itu adalah cinta atau kasih.
"Jadi sangat tidak beralasan jika ada yang melakukan gerakan atas nama Islam, jika menggerakkan kebencian. Itu sangat bertolak belakang dengan substansi Al-Qur'an itu sendiri, karena Al-Qur'an adalah cinta," ungkapnya.
Dengan demikian, ujar Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu menyimpulkan, silaturahim ialah menjalin cinta yang sangat suci.
Hal inilah, menurutnya yang harus dilakukan, terlebih dalam halal bihalal digital sebagaimana dilakukan pada hari tersebut. Ia berharap, hal ini bisa menjadi simbol kebersamaan.
"Kita ingin sekali agar di seluruh Indonesia nanti halal bihalal ini menjadi satu hal yang sangat perekat untuk bangsa Indonesia yang majemuk," harapnya.
Simbol pemersatu seperti halal bihalal tersebut, menurutnya sangat penting. Jangan hanya dianggap milik umat Islam saja, sekalipun namanya bahasa Arab, namun halal bihalal ini merupakan karya anak bangsa. Dan, sudah sejak awal untuk menghimpun umat beragama, untuk etnik yang berbeda-beda.
Kontributor: Disisi Saidi Fatah
Editor: Syamsul Arifin