Massa Aksi Indonesia Gelap Bubarkan Diri, Ada Tuntutan Batalkan Pembentukan Danantara
Jumat, 21 Februari 2025 | 19:45 WIB

Sejumlah massa aksi Indonesia Gelap di lokasi Patung Kuda Jakarta, Jumat (21/2/2025). (Foto: NU Online/Suci)
Jakarta, NU Online
Sejumlah demonstran yang tergabung dalam aksi Indonesia Gelap mulai membubarkan diri dari kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, pada Jumat (21/2/2025) sekitar pukul 19.14 WIB.
Massa aksi yang mengenakan pakaian serba hitam meninggalkan lokasi setelah bertahan sejak pukul 15.00 WIB dan melepaskan tembakan kembang api sebagai tanda akhir aksi.
Sementara aparat kepolisian terus berjaga di tiap sudut patung kuda. Tak ada perlawanan dari pihak kepolisian kecuali imbauan melalui pengeras suara.
Sebelumnya, massa aksi memulai long march dari Taman Ismail Marzuki pada pukul 13.00 WIB menuju Patung Kuda. Selain berorasi, mereka juga menyanyikan lagu Bayar Bayar Bayar dari band Sukatani, yang sempat ditarik dari peredaran. Lagu tersebut dikumandangkan dengan iringan musik dari mobil komando aksi.
Aksi hari ini merupakan puncak rangkaian demonstrasi yang telah berlangsung sejak 17-19 Februari 2025.
Koordinator BEM SI, Satria Naufal, menyebut bahwa Indonesia Gelap adalah simbol ketakutan dan kekhawatiran rakyat terhadap masa depan bangsa.
"Gerakan Indonesia Gelap muncul sebagai reaksi terhadap berbagai kebijakan kontroversial di pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka," jelasnya.
Tuntutan massa
Ada empat klaster utama yang menjadi fokus puncak aksi Indonesia Gelap. Pertama, menuntut pemerintah mengesahkan undang-undang pro rakyat: RUU Masyarakat Adat, RUU Perampasan Aset, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
Kedua, menolak aturan antirakyat, seperti revisi UU TNI, UU Polri, Tatib DPR, UU Minerba, dan UU Kejaksaan. Ketiga, mengevaluasi kebijakan efisiensi anggaran, kabinet gemuk, program makan bergizi gratis (MBG), proyek strategis nasional (PSN) bermasalah, serta rencana penghapusan tunjangan kinerja (tukin) dosen dan guru.
Keempat, pembatalan sederet kebijakan problematik. Ini meliputi desakan membatalkan multifungsi TNI/Polri, Inpres Nomor 1 Tahun 2025 terkait efisiensi anggaran, penggunaan APBN untuk Danantara, dan pembangunan IKN Nusantara.
Seruan untuk Gerakan Berkelanjutan
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, yang turut hadir dalam aksi, menekankan pentingnya terus menyuarakan hak warga agar semakin banyak masyarakat yang ikut bergerak. Ia mengusulkan pembentukan shadow government sebagai bentuk oposisi nonformal terhadap kebijakan pemerintah.
"Kita tidak punya lagi oposisi di DPR, jadi kalau ada kebijakan yang kita tidak setujui, kita sendiri yang harus bersuara. Perlu ada gerakan dari bawah yang terus mengawal kebijakan pemerintah dan memberikan kritik yang fundamental," ujar Bivitri.
Ia menambahkan bahwa konsep shadow government ini dapat menjadi kekuatan penyeimbang dan oposisi jalanan yang berkelanjutan, mengingat lemahnya institusi formal dalam menjalankan fungsi check and balance terhadap pemerintah.
Menurutnya, aksi seperti Indonesia Gelap harus menjadi awal dari gerakan yang lebih besar untuk mengawal kebijakan publik secara kontinu.