Pakar Linguistik: Bahasa Indonesia Lebih Layak Jadi Bahasa Kedua ASEAN
Kamis, 14 April 2022 | 02:00 WIB
Bahasa Indonesia juga sudah teruji sebagai bahasa persatuan di Negara Indonesia, tanpa menafikan kehadiran bahasa daerah.
Jakarta, NU Online
Pakar Linguistik Makyun Subuki menyampaikan bahwa bahasa Indonesia lebih siap untuk digunakan sebagai bahasa kedua ASEAN. Setidaknya, hal tersebut dapat dilihat dari dua sisi, baik dari aspek penggunaan maupun politisnya.
Pertama, secara infrastruktur, bahasa Indonesia sudah lebih siap. "Bahasa Indonesia sudah dipelajari di 47 negara, mengalahkan bahasa Melayu," katanya kepada NU Online pada Rabu (13/4/2022).
Di samping itu, bahasa Indonesia juga sudah teruji sebagai bahasa persatuan di Negara Indonesia, tanpa menafikan kehadiran bahasa daerah.
"(Bahasa Indonesia) Digunakan secara politik untuk menyatukan beragam perbedaan ras dan etnis di Indonesia," katanya.
Makyun menjelaskan bahwa ada beberapa syarat sebuah bahasa dapat dijadikan sebagai lingua franca di sebuah kawasan, meskipun hanya sebagai bahasa kedua. Syarat lingua franca adalah bahasa itu mudah dipelajari, cukup prestisius, dan disukai oleh banyak kalangan.
"Dari tiga syarat itu, bahasa Indonesia dan bahasa Melayu cukup potensial dijadikan bahasa kedua," kata Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Jika bahasa suatu bangsa dijadikan bahasa resmi tentu akan memperoleh banyak keuntungan. Ia mencontohkan bidang kebudayaan yang kemungkinan bakal banyak dipelajari oleh kalangan luas.
"Keuntungan sebuah bangsa apabila bahasanya dijadikan bahasa resmi salah satunya adalah kemungkinan alam kebudayaan bangsa tersebut dipelajari oleh banyak orang dari latar budaya yang berbeda-beda," ujarnya.
"Dengan begitu, mereka akan turut mengapresiasi dan secara tidak langsung juga ikut melestarikan kebudayaan bangsa tersebut," lanjut alumnus Pondok Pesantren Ash-Shiddiqiyah, Kebon Jeruk, Jakarta itu.
Makyun juga menyampaikan bahwa pergaulan regional memang sebaiknya menggunakan bahasa yang ada di kawasan itu. Bahasa kedua itu penting untuk memperlihatkan kepedulian bangsa-bangsa yang ada di kawasan itu terhadap kebudayaan mereka sendiri.
Selain itu, penggunaan bahasa asal itu juga dapat meningkatkan kesadaran akan kepentingan mereka merawat identitas kultural mereka yang bermukim di satu kawasan yang sama.
Sebagaimana diketahui, Perdana Menteri Malaysia Dato' Sri Ismail Sabri Yaakob mengusulkan agar bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa kedua ASEAN. Hal tersebut ia sampaikan saat berkunjung ke Indonesia pada awal April lalu. Hal tersebut langsung menuai penolakan dari dalam negeri, khususnya Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Alhafiz Kurniawan