Jakarta, NU Online
Selain di China, Korea Selatan, dan sejumlah negara di dunia, Bahasa Indonesia kini juga menarik perhatian pemerintah Taiwan. Mereka bakal menerapkan kurikulum yang mewajibkan siswa sekolah dasar (SD) belajar Bahasa Indonesia.
Rencananya pada Agustus mendatang, semua murid sekolah dasar di Taiwan diwajibkan untuk mempelajari salah satu dari tujuh bahasa Asia Tenggara, di antaranya bahasa Indonesia.
Sejumlah pakar menilai kebijakan ini menyoroti kemampuan Taiwan dalam menerima budaya kaum migran, tapi sejumlah orang tua justru khawatir bahasa Inggris akan dikesampingkan. Seperti diketahui bahwa kaum migran dari Indonesia tidak sedikit jumlahnya yang saat ini mendiami sejumlah daerah di Taiwan.
Terkait kekhawatiran sejumlah orang dengan Bahasa Indonesia diungkapkan oleh Fimi Ciang, seorang perempuan asal Indonesia yang menikah dengan pria Taiwan selama 21 tahun terakhir. Ia masih ingat betul apa yang dikatakan ibu mertuanya ketika dia mencoba mengajari putrinya bahasa Indonesia.
"Ibu mertuaku berkata, 'Jangan ajari putrimu bahasa Indonesia!'," tutur Fimi kepada BBC Chinese dikutip NU Online, Senin (8/7) dari BBC News.
Pengalaman itu begitu membekas dalam ingatan Fimi, meski peristiwa tersebut sudah lama berlalu. "Setelah ibu mertuaku menyuruhku tidak mengajari anak-anak dengan bahasa asalku, aku tidak mengajari mereka lagi," ucap Fimi, yang pindah ke Taiwan untuk menikah saat baru berusia 19 tahun.
Tatkala Fimi tahu bahwa mulai Agustus mendatang pemerintah Taiwan akan mewajibkan murid-murid sekolah dasar untuk mempelajari salah satu dari tujuh bahasa, termasuk bahasa Indonesia, dia mengaku sangat bahagia karena "pemerintah mengakui kami".
Di waktu senggangnya, Fimi kini secara sukarela menuturkan cerita-cerita Indonesia kepada murid-murid SD. Bahkan, dia akan menjadi salah satu guru bahasa Indonesia di SD pada Agustus mendatang.
Menurut Kementerian Pendidikan Taiwan, tujuh bahasa yang bisa dipilih untuk dipelajari mencakup bahasa Indonesia, bahasa Vietnam, bahasa Thailand, bahasa Myanmar, bahasa Kamboja, bahasa Melayu, dan bahasa Tagalog.
Selain itu, murid-murid juga bisa mempelajari bahasa Hokkien, Hakka, atau bahasa asli suku di Taiwan. Untuk mengajarkan bahasa-bahasa ini, kementerian telah mengelar pelatihan untuk 2.000 guru paruh-waktu. (Fathoni)