Persoalan PBNU: Syuriyah Terbitkan Surat Tabayun, Rais Aam Copot Penasihat Ketum
Selasa, 25 November 2025 | 18:00 WIB
Jakarta, NU Online
Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merilis surat tabayun untuk menjelaskan beredarnya Risalah Rapat Harian Syuriyah yang memuat keputusan meminta Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf mundur.
Pada saat yang sama, Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar juga mengambil langkah organisasi dengan mencabut mandat Penasihat Khusus Ketua Umum untuk Urusan Internasional setelah menilai adanya potensi pelanggaran terhadap prinsip dan kebijakan PBNU.
Dalam surat yang terbit pada 22 November 2025 itu, Syuriyah PBNU menjelaskan klarifikasi terkait beredarnya dokumen Risalah Rapat Harian Syuriyah yang memuat keputusan meminta Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mundur.
Surat bernomor 4778/PB.02/A.I.01.47/99/11/2025 itu ditujukan kepada Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU), Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU), dan Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) se-Indonesia.
Surat tersebut ditandatangani Wakil Rais 'Aam PBNU KH Anwar Iskandar dan Katib PBNU KH Ahmad Tajul Mafakhir.
"Setelah mencermati beredarnya dokumen Risalah Rapat Harian Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di berbagai kanal media sosial sejak Hari Jumat (21/11/2025) petang, melalui surat ini kami sampaikan penjelasan sebagai berikut," demikian bunyi surat itu.
Pertama, bahwa pada Hari Kamis, tanggal 29 Jumadal Ula 1447 H/20 November 2025 M pukul 17.00-20.00 WIB telah berlangsung Rapat Harian Syuriyah PBNU yang bertempat di Hotel Aston City Jakarta.
Rapat tersebut telah memenuhi kuorum karena dihadiri oleh 37 orang dari 53 orang Pengurus Harian Syuriyah (69 persen). Sebanyak 7 (tujuh) orang tidak hadir dengan permohonan izin dan 9 (sembilan) orang tidak hadir tanpa pemberitahuan (daftar hadir terlampir).
Kedua, bahwa dokumen Berita Acara atau Risalah Rapat bukan termasuk dalam jenis surat yang diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 16 Tahun 2025 tentang Pedoman Administrasi dan menjadi ruang lingkup platform Digdaya Persuratan.
Oleh karena itu, proses penerbitan Risalah Rapat sebagaimana dimaksud ditandatangani secara manual oleh Rais Aam selaku Pimpinan Rapat. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 15 Ayat (1) Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 10 Tahun 2025 tentang Rapat yang berbunyi, “Dokumen-dokumen hasil Rapat Harian Syuriyah ditandatangani oleh Rais ‘Aam/Rais di tingkat kepengurusan masing-masing.”
Ketiga, bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 15 Ayat (3) Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 10 Tahun 2025 tentang Rapat, keputusan Rapat Harian Syuriyah mengikat seluruh Pengurus Harian Syuriyah.
Keempat, bahwa merujuk butir 5 Kesimpulan/Keputusan Rapat, maka Staf Pengurus Besar Syuriyah menyiapkan surat pengantar kepada KH. Yahya Cholil Staquf yang sedianya akan dimintakan untuk ditandatangani oleh Rais Aam dan Katib Aam.
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 4 Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 16 Tahun 2025 tentang Pedoman Administrasi. Surat Pengantar tersebut dilampiri Risalah Rapat sebagai lampiran dan dimasukkan ke dalam fitur Dokumen Pendukung.
Kelima, bahwa hingga diterbitkannya surat tabayun ini, status pengajuan surat pengantar sebagaimana dimaksud pada butir 4 dalam platform Digdaya Persuratan masih belum ditandatangani oleh Katib Aam selaku penanda tangan pertama.
Keenam, bahwa pada saat KH Yahya Cholil Staquf sowan kepada KH Afifuddin Muhajir (Wakil Rais Aam PBNU) di sebuah lokasi di kawasan Ancol Jakarta, Jumat (21/11/2025) sore, KH Afifuddin Muhajir telah menyerahkan Risalah Rapat dimaksud untuk dapat diterima secara langsung oleh KH. Yahya Cholil Staquf.
"Namun demikian, setelah membaca dokumen Risalah Rapat dimaksud, KH Yahya Cholil Staquf menyerahkan kembali kepada KH Afifuddin Muhajir. Demikian tabayun ini kami sampaikan untuk dapat dijadikan pedoman bersama," jelasnya.
Pada hari yang sama, Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar mengeluarkan surat tentang pencabutan tanda tangan SK penasihat Khusus untuk Urusan Internasional Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf, Charles Holland Taylor.
Keputusan ini diambil Kiai Miftach lantaran Penasihat Ketum itu diduga terafiliasi dengan jejaring yang dinilai berpotensi mencederai posisi politik luar negeri PBNU.
Pencabutan mandat tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor: 4780/PB.23/A.II.10.71/99/11/2025. Surat itu ditandatangani oleh KH Miftachul Akhyar tertanggal 22 November 2025.
"Menindaklanjuti hasil keputusan Rapat Harian Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada tanggal 29 Jumadal Ula 1447 H/20 November 2025 M di Jakarta sebagaimana Risalah Rapat terlampir, serta berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Bab XVIII Pasal 57, 58, 61, 64, 67 Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama," tulisnya.
"Dengan ini kami selaku Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyatakan mencabut tanda tangan dalam Surat Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Nomor 3137/PB.01/A.II.01.71/99/12/2024 tentang Penetapan Penasihat Khusus Ketua Umum PBNU Untuk Urusan Internasional," jelasnya.
Sebelumnya, Surat itu adalah risalah Rapat Harian Syuriyah PBNU yang ditandatangani oleh Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar. Rapat digelar pada Kamis (20/11/2025) pukul 17.00-20.00 WIB di Hotel Aston, Jakarta Pusat.
Salah satu poin penting dari risalah tersebut adalah keputusan Rapat Harian Syuriyah untuk memberhentikan KH Yahya Cholil Staquf dari posisinya sebagai Ketua Umum PBNU. Poin itulah yang memicu reaksi publik. Ramai sekali.
Pertama, Rapat Harian Syuriyah memandang bahwa diundangnya narasumber yang terkait dengan jaringan Zionisme Internasional dalam Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN NU) sebagai narasumber kaderisasi tingkat tertinggi Nahdlatul Ulama telah melanggar nilai dan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah serta bertentangan dengan Muqaddimah Qanun Asasi Nahdlatul Ulama.
Kedua, pelaksanaan AKN NU dengan narasumber yang terkait dengan jaringan Zionisme Internasional di tengah praktik genosida dan kecaman dunia internasional terhadap Israel telah memenuhi ketentuan Pasal 8 huruf a Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pemberhentian Fungsionaris, Pergantian Antar Waktu dan Pelimpahan Fungsi Jabatan, yang mengatur bahwa pemberhentian tidak dengan hormat dilakukan terhadap fungsionaris dikarenakan yang bersangkutan melakukan tindakan yang mencemarkan nama baik Perkumpulan.
Ketiga, tata kelola keuangan di lingkungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengindikasikan pelanggaran terhadap hukum syara', ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Pasal 97-99 Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama dan Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama yang berlaku, serta berimplikasi yang membahayakan pada eksistensi Badan Hukum Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
Keempat, dengan mempertimbangkan poin 1, 2 dan 3 di atas, maka Rapat Harian Syuriyah memutuskan menyerahkan sepenuhnya pengambilan keputusan kepada Rais Aam dan dua Wakil Rais Aam
Kelima, musyawarah antara Rais Aam dan para Wakil Rais Aam memutuskan dua hal:
1. KH Yahya Cholil Staquf harus mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam waktu 3 (tiga) hari terhitung sejak diterimanya keputusan Rapat Harian Syuriyah PBNU.
2. Jika dalam waktu 3 (tiga) hari tidak mengundurkan diri, Rapat Harian Syuriyah PBNU memutuskan memberhentikan KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.