Reformasi Kepolisian Diperlukan untuk Lindungi Masyarakat
Ahad, 22 Desember 2024 | 11:40 WIB
Jakarta, NU Online
Ketua Panitia Pelaksana Haul Ke-15 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid menyampaikan ketidaksetujuannya terhadap wacana yang mengusulkan agar posisi polisi berada di bawah Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau kementerian tertentu.
Ia menegaskan bahwa aparat kepolisian perlu melakukan reformasi menyeluruh dalam lembaganya. Reformasi ini menurutnya penting untuk memastikan bahwa kepolisian tidak lagi dicap sebagai trigger happy atau mudah menarik pelatuk pistol.
"Tugas kita bersama adalah mengembalikan polisi dan semua lembaga negara pada fitrahnya menjadi pelindung rakyat, bukan pelindung kepentingan segelintir orang," ujar Yenny pada acara Haul ke-15 Gus Dur di Pondok Pesantren Ciganjur, Jakarta Selatan pada Sabtu (21/12/2024) malam.
Yenny menyampaikan bahwa salah satu keputusan terbesar Gus Dur dalam menegakkan demokrasi di Indonesia adalah memisahkan kepolisian dari Tentara Nasional Indonesia (TNI).
"Salah satu keputusan terbesar Gus Dur untuk menegakkan demokrasi di Indonesia adalah memisahkan kepolisian dari tantara, sebuah langkah yang tidak mudah untuk dilakukan,” ucapnya.
Menurutnya langkah ini, bukanlah keputusan yang mudah, mengingat pada masa Orde Baru, kepolisian dan TNI berada dalam satu komando, yang menciptakan potensi penyalahgunaan kekuasaan serta represi terhadap masyarakat.
"Gus Dur dengan visi kejernihan pikirannya, memahami bahwa untuk mewujudkan negara yang benar-benar demokratis, kita harus memastikan bahwa kepolisian menjadi institusi sipil yang berfungsi untuk rakyat, bukan sebagai alat kekuasaan yang menindas,” ungkapnya.
Putri kedua Presiden Ke-4 Republik Indonesia itu juga memberikan apresiasi terhadap TNI yang telah belajar dari kesalahan masa lalu dan kini menerapkan disiplin diri yang kuat agar tidak terlibat dalam politik praktis. Bahkan, menurutnya pemilihan Presiden Prabowo Subianto yang terpilih melalui mekanisme demokrasi adalah bukti bahwa TNI kini lebih berhati-hati dalam hal politik.
"Saat ini kita memberi ajungan jempol untuk tentara yang telah belajar dari kesalahan di masa lalu, dan telah menerapkan disiplin diri yang kuat untuk tidak lagi cawe-cawe dalam politik, bahkan Presiden Prabowo Subianto terpilih melalui mekanisme demokrasi,” katanya.
Namun, fenomena yang berbeda terjadi pada aparat kepolisian. Polisi yang seharusnya melindungi rakyat justru kini menjadi ancaman bagi masyarakat.
Yenny menyebutkan beberapa kasus kekerasan yang melibatkan kepolisian, seperti peristiwa di SMKN 4 Semarang, Jawa Tengah, serta pembunuhan seorang warga di Palangkaraya. "Mereka adalah contoh-contoh kecil dari para korban abuse of power dari aparat kepolisian," ujarnya.