Nasional

Setahun Prabowo-Gibran, Program Sekolah Rakyat Belum Sentuh Akar Persoalan Pendidikan

Rabu, 29 Oktober 2025 | 16:30 WIB

Setahun Prabowo-Gibran, Program Sekolah Rakyat Belum Sentuh Akar Persoalan Pendidikan

Suasana Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) Pangudi Luhur Kota Bekasi, Jawa Barat. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Setahun kinerja pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di bidang pendidikan menuai kritik sejumlah pihak.


Salah satu gebrakan pemerintah Prabowo-Gibran dalam setahun adalah Sekolah Rakyat yang dibuka pada 14 Juli 2025 sebagai bagian dari tahun ajaran 2025-2026 dan diluncurkan di 100 titik se-Indonesia.


Presiden Prabowo menjelaskan, pembangunan Sekolah Rakyat akan ditambah bertahap dengan target 100 sekolah baru setiap tahun. Dengan pola ini, pemerintah menargetkan berdirinya 500 Sekolah Rakyat di wilayah kantong-kantong masyarakat yang ekonominya paling lemah. Program ini juga diarahkan agar menjangkau lapisan menengah bawah.


"Kalau istilah statistik desil, desil 1 dan 2. Tapi saya sedang juga merencanakan untuk desil 2, 3, 4, dan 5. Ini sedang kita rencanakan supaya semua anak-anak kita harus mengalami pendidikan dengan fasilitas yang bagus. Kita tidak boleh ketinggalan dengan bangsa lain. Itu cita-cita kita. Insyaallah kita akan sampai ke situ,” ujar Prabowo dilansir laman Presiden RI.


Ia berharap, Sekolah Rakyat menjadi tempat yang membangkitkan rasa percaya diri sekaligus memberikan pendidikan terbaik. Dengan demikian, generasi muda Indonesia tidak tertinggal dari bangsa lain.


"Anak-anak yang tadinya mungkin merasa rendah diri karena orang tuanya sangat susah hidupnya kita tarik keluar, kita beri lingkungan yang sebaik-baiknya supaya dia percaya diri dan dia dapat pendidikan yang terbaik yang bisa kita berikan,” imbuh Prabowo.


Prabowo mengaku bangga karena capaian pembangunan Sekolah Rakyat telah melampaui target awal yang ia tetapkan.


Awalnya, Prabowo menargetkan 100 Sekolah Rakyat pada pertengahan 2026. Namun sebelum tahun 2025 berakhir, lebih dari 100 sekolah telah berdiri dan menampung 15.945 siswa dan siswi dari keluarga miskin ekstrem.


"Mereka berasal dari keluarga yang paling bawah dalam bidang ekonomi, desil 1 dan 2, yang sebelumnya banyak tidak bersekolah sama sekali. Ada yang membantu orang tuanya menjadi pemulung, ada yang hidup di jalanan,” ungkap Prabowo.


Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menyatakan, Program Sekolah Rakyat berlatar tujuan yang mulia, sebagai bagian dari upaya pemerintahan untuk mengentaskan kemiskinan secara terpadu.


Sekolah Rakyat tidak hanya fokus pada pendidikan tetapi juga terintegrasi dengan layanan program bantuan sosial, pemberdayaan ekonomi, hingga jaminan kesehatan untuk siswa beserta keluarganya.


"Ini bagian dari strategi besar Presiden Prabowo Subianto untuk menurunkan angka kemiskinan di bawah lima persen. Sekolah Rakyat adalah bentuk keadilan sosial bagi keluarga yang belum terbawa dalam proses pembangunan," kata Gus Ipul.


Gus Ipul menegaskan bahwa para siswa mendapatkan makan bergizi gratis, sementara keluarganya terdaftar sebagai penerima manfaat bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan sembako, jaminan kesehatan PBI-JK.


"Mereka juga terhubung ke koperasi desa Merah Putih. Dilibatkan dalam program pemberdayaan sosial ekonomi (PPSE) serta menjadi bagian dari sasaran program pembangunan tiga juta rumah layak huni," katanya.


Selain itu, Gus Ipul juga melaporkan kepada Presiden Prabowo bahwa para guru dan kepala sekolah telah mendapatkan pembekalan, baik secara luring dan daring dari berbagai narasumber berkompeten. Sehingga mereka memiliki bekal ilmu untuk mendidik serta membentuk karakter para murid Sekolah Rakyat yang baik dan unggul.


"Para guru dan kepala sekolah ini siap mengantarkan siswa lulusan Sekolah Rakyat menjadi generasi yang pintar, berkarakter dan terampil. Mereka akan siap melanjutkan ke jenjang perguruan pendidikan tinggi atau mereka juga siap bekerja dan berwirausaha dengan keterampilannya, dengan karakternya mereka akan siap menjadi agen perubahan untuk keluarga dan lingkungannya," jelas Gus Ipul.


Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji menilai, kebijakan pendidikan di era Prabowo-Gibran belum berpihak pada rakyat kecil dan belum menyentuh akar permasalahan utama sektor pendidikan.


Alih-alih memperkuat pemerataan dan akses pendidikan bagi semua warga negara, sejumlah kebijakan justru dianggap keluar dari prinsip keadilan sosial.


"Arah kebijakan pendidikan nasional masih jauh dari semangat konstitusi," kata Ubaid.

Ketua Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri mencatat, ada potensi masalah mendasar terkait sekolah rakyat yang digagas pemerintah.


Ia menyebut sejak ide ini diluncurkan persiapan waktu yang dilakukan pemerintah terkesan mepet dan terburu-buru.


Potensi masalah selanjutnya, kata Iman, adalah Kementerian Sosial tidak mempunyai pengalaman dalam mengelola sekolah berasrama sehingga bisa menjadi masalah di kemudian hari.


"Jujur saja dalam catatan kami tidak pernah melihat bahwa Kementerian Sosial ini punya pengalaman dalam mengelola sekolah berasrama," tegas Iman.