Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji dalam Diskusi dan Refleksi Hardiknas 2024 di Jakarta Pusat, Kamis (2/5/2024). (Foto: NU Online/Indirapasha)
Jakarta, NU Online
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menyoroti fenomena dugaan penerima Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK) yang dinilai tidak tepat sasaran. Menurutnya, masalah ini tidak hanya terbatas pada satu atau dua kasus, melainkan merambah secara nasional.
Ubaid mendorong perlunya dilakukan audit menyeluruh terhadap program KIPK untuk mengidentifikasi kesalahan memasukkan data penerima. Ia menyoroti kurangnya transparansi dalam proses penerimaan, dari pengumuman hingga verifikasi data.
“Ada inclusion error dan exclusion error, itu harus diaudit. Kenapa itu bisa terjadi? Karena prosesnya tidak transparan mulai dari pengumuman, kemudian proses verifikasi data. Apakah yang mendaftar sudah bener layak sebagai penerima manfaat atau hanya akal-akalan titipan data?” kata Ubaid usai mengisi Diskusi dan Refleksi Hardiknas 2024 di Jakarta Pusat, Kamis (2/5/2024).
Terkait itu, Ubaid menekankan agar proses audit dilakukan dengan melibatkan pihak-pihak eksternal. Sebab jika audit tanpa melibatkan pihak eksternal maka tidak akan efektif, karena memungkinkan terjadinya konflik kepentingan.
“Auditnya jangan jeruk makan jeruk. Jangan kampus mengaudit dirinya sendiri, itu nggak bagus. Kampus harus melibatkan mahasiswa ada BEM, UKM, mereka dilibatkan,” ujarnya.
Menurut Ubaid, proses audit yang harus melibatkan mahasiswa, orang tua, dan masyarakat umum merupakan bagian dari proses verifikasi yang transparan dan akuntabel.
“Orang tua dilibatkan dalam proses audit, masyarakat perlu dilibatkan, mahasiswa ekstra kampus harus dilibatkan dalam proses audit. Ini karena mereka bagian dari gerakan mahasiswa dalam konteks kampus sehingga data yang dipublikasikan atau diumumkan kampus itu benar-benar diverifikasi dan qualified,” jabarnya.
Ubaid menekankan pentingnya keterlibatan berbagai pihak dalam proses audit untuk memastikan keadilan dan keakuratan dalam penggunaan dana pendidikan.
“(Data) yang awal harus transparan, akuntabel dan sebagainya. Tapi, auditnya dilakukan oleh pihak kampus tidak melibatkan orang lain, lah gimana jeruk makan jeruk. Ada namanya conflict of interest yang harus dihindari,” ucapnya.