Usulan Hukum Mati Koruptor Dana Bansos, Ini Putusan Munas NU
Senin, 7 Desember 2020 | 02:00 WIB
Nahdlatul Ulama juga telah menetapkan agar koruptor dihukum mati. Keputusan ini diambil saat Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama Tahun 2012 di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat.
Jakarta, NU Online
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Sosial RI, Juliari Batubara dan beberapa jajarannya sebagai tersangka kasus korupsi dana bantuan Covid-19 pada Ahad (6/12).
Wacana hukuman mati pun menggaung di jagat media. Pasalnya, pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi memungkinkan hal tersebut.
Kemungkinan penerapan hukuman mati itu dipertegas dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 sebagai revisi atas UU Nomor 31 Tahun 1999. Pasal 2 ayat 2 memperjelas kondisi tertentu yang dimaksud di antaranya adalah korupsi dana penanggulangan keadaan bahaya. Berikut selengkapnya.
"Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi."
Nahdlatul Ulama juga telah menetapkan agar koruptor dihukum mati. Keputusan ini diambil saat Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama Tahun 2012 di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat.
Sebagaimana disebutkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, NU juga memutuskan bahwa penerapan hukuman mati bisa dilakukan jika memenuhi dua hal, pertama, apabila telah melakukan korupsi berulang kali dan tidak jera dengan berbagai hukuman. Kedua, melakukannya dalam jumlah besar yang dapat membahayakan rakyat banyak.
Para kiai mendasari keputusannya pada berbagai rujukan kitab-kitab mu'tabar berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis. Di antara dasar keputusan tersebut adalah Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 33.
"Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi, hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar."
Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir yang dikutip keputusan tersebut, para ulama salaf, di antaranya Said ibn al-Musayyab, menyebutkan bahwa korupsi merupakan bagian dari perbuatan merusak di bumi.
Sementara itu, Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rumadi Ahmad menyampaikan bahwa keputusan hukuman mati sudah ada aturannya sebagaimana disebutkan di atas. Namun, hakimlah yang akan memutuskannya.
"Aturannya sudah ada, berbagai kemungkinan hukuman bisa dijatuhkan hakim, termasuk hukuman mati. Tapi biarlah hakim memutuskan. Berikan kebebasan dan kemerdekaan kepada hakim untuk memutus sesuatu. Jika memang layak dihukum mati, hakim sudah tahu itu," katanya.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad