Semarang, NU Online
Setelah disahkannya Undang-undang (UU) Pesantren pada 24 September lalu, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) segera menemui para kiai di berbagai provinsi di Indonesia dengan cara menggelar diskusi-diskusi publik membedah undang-undang pesantren.
Di antara diskusi publik yang dijadwalkan oleh PKB adalah di Jawa Tengah yang bertempat di Kantor PWNU Jawa Tengah, Jalan dr Cipto180 Semarang, Senin (7/10) malam.
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah HM Muzammil mengatakan, PKB merupakan partai yang lahir dari rahim NU dan dibesarkan oleh mayoritas warga nahdliyin. Pada saat ini PKB sedang membalas budi dengan usahanya mengesahkan undang-undang pesantren.
“Jadi PKB sekarang ini sedang birrul walidain. Ia sedang membalas budinya kepada organisasi yang melahirkan dengan cara melahirkan undang-undang pesantren, hal ini perlu kita kawal bersama-sama,” tuturnya.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jawa Tengah yang juga Ketua DPP PKB bidang kepesantrenan KH Yusuf Chudlori menjelaskan, pertemuan yang berlangsung mulai habis Isya hingga tengah malam tersebut tidak sebagai sosialisasi, namun bertajuk diskusi publik bedah undang-undang.
“Kalau sosialisasi itu yang datang bisa ribuan, karena hanya menyosialisasikan, tapi ini diskusi publik. Karena ini masih awalan yang nantinya akan muncul permen atau perda di tingkat provinsi atau kabupaten kota yang betul-betul nantinya selaras dengan kepentingan dan kebutuhan pesantren agar undang-undang ini tepat sasaran,” terang putra dari KH Chudlori Ihsan ini.
“Kami juga muter besok ke Yogya, Jawa Timur, NTB, Sulawesi, Sumatera. Kami nanti juga akan bedah di FPKB di DPR RI dan di daerah-daerah,” lanjut Gus Yusuf.
Saat disinggung tentang apa yang perlu digarisbawahi dengan adanya undang-undang pesantren, pengasuh dari Pesantren API Tegalrejo, Magelang tersebut menjawab bahwa UU Pesantren tidak untuk menegerikan pesantren, tapi untuk mengingatkan negara tentang kepeduliannya terhadap pesantren.
"Karena pesantren tidak hanya sebagai pusat pendidikan, namun juga sebagai pusat budaya, dan perekonomian dan ini menjadi sangat luas. Agar semua terakomodir dan mendapat fasilitas negara,” Jelas Gus Yusuf.
Sehingga, lanjut Gus Yusuf, ke depannya lulusan pesantren sekian tahun ini setara SMP, yang sekian tahun setingkat dengan SMA, dan bahkan perguruan tinggi S1, dan S2.
"Ini bukan dalam rangka penertiban pesantren, karena setiap pesantren mempunyai kemandirian tapi bagaimana ada sinkronisasi. Tapi sekarang pesantren sudah tertib. Tertibnya ya seperti itu sesuai ciri khas masing-masing," urainya.
"Misal ada BOS pesantren, yang lebih penting kesejahteraan bagi guru ngaji, ini bisa ngakses," pungkas Gus Yusuf.
Ketua Panja RUU Pesantren Marwan Dasoppang yang hadir sebagai narasumber menceritakan pada awal-awal pembahasan RUU Pesantren, PBNU selalu mendapat kritikan tajam. Sebab ada kekhawatiran undang-undang ini akan menghilangkan independensi pesantren.
Ia mengisahkan pesan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj yang tidak berkenan jika sampai pesantren diatur oleh aturan pemerintah. "Karena pada Daftar Isian Masalah (DIM)-nya buka peluang pemerintah masuk, lihat kiainya, dan lain-lain," katanya.
Atas hal tersebut, kata Marwan, RUU ini akhirnya juga dibahas bersama PBNU, sehingga semua pasal-pasal yang memungkinkan pemerintah bisa intervensi pesantren hilang semua. "Sudah sesuai keinginan PBNU," ucapnya.
Tampak hadir Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah KH Ubaidullah Shodaqoh, Ketua KH Muzammil beserta jajaran pengasuh dan pengelola pesantren se-Jawa Tengah.
Kontributor: Ahmad Mundzir
Editor: Abdul Muiz