Semarang, NU Online
Sudah menjadi tabiat manusia mencintai segala sesuatu yang istimewa. Dari seluruh umat manusia, Allah menciptakan Nabi Muhammad dengan ukuran yang paling sempurna. Kesempurnaan itu meliputi seluruh aspek baik jasmaniyah maupun batiniahnya.
Sebagaimana diriwayatkan, Rasulullah memiliki wajah yang putih bersih dengan rona kemerah-merahan. Tubuhnya bercahaya lebih terang dari matahari. Aroma tubuhnya wangi alami. Bahkan keringat yang keluar dari tubuh beliau jauh lebih wangi dari minyak kasturi. Secara lahiriah, fisik rasulullah bahkan lebih sempurna dari yang Allah anugerahkan kepada nabi Yusuf.
Namun, karena ketinggian akhlak dan kewibawaan yang terpancar dari dalam diri rasulullah, kesempurnaan fisik itu tidak sedikitpun menimbulkan godaan.
"Karena kewibawaannya itu tak satu pun manusia mampu menatap mata Rasulullah," Habib Sholeh Al Jufri, Pengasuh Pesantren Darul Musthofa, Karanganyar, Jawa Tengah mengatakan hal itu saat memberikan tausiyah pada acara 'Mijen Bershalawat' Sabtu (5/10) malam.
Acara tersebut sekaligus dalam memperingati Hari Santri yang di Halaman Masjid Al Muhajirin, Jatisari, Mijen, Semarang. Habib yang dikenal andal dalam penerjemahan khususnya bagi para tamu dari Timur Tengah itu, melanjutkan, sekalipun seluruh kesempurnaan yang ada di muka bumi ini tiada menandingi anugerah yang Allah berikan kepadanya. Namun, Rasulullah mencintai orang-orang yang hidup dalam keadaan kekurangan.
"Makhluk Allah yang diciptakan paling sempurna itu berkenan untuk duduk bersama orang-orang yang miskin. Bahkan Rasulullah meminta kepada Allah untuk diberikan kehidupan miskin. Beliau juga meminta agar hidup di tengah orang-orang yang miskin dan mati dalam keadaan berkumpul dengan orang-orang miskin," terang santri dari ulama tersohor Habib Umar Al-Hafiz dari Hadramaut.
Koordinator Majelis Al Muwasholah itu mengatakan, budi pekerti Rasulullah, sebagaimana difirmankan Allah dalam Al-Qur'an, merupakan sumber dari akhlak mulia. Menutup tausiyahnya, Habib Sholeh berpesan agar momentum peringatan hari santri didajikan sebagai ajang untuk merefleksikan kehidupan masyarakat santri sesuai dengan teladan yang telah diajarkan Rasulullah.
Kontributor: M Sulhanudin
Editor: Kendi Setiawan