Wacana Sertifikasi Perukyat, LF PBNU: Perlu Standardisasi
Kamis, 23 Januari 2025 | 18:30 WIB
Pertemuan LF PBNU dan Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Rabu (22/1/2025). (Foto: NU Online/Syakir NF)
Jakarta, NU Online
Kementerian Agama (Kemenag) mewacanakan akan mengadakan sertifikasi perukyat bagi yang ingin merukyat dan menghisab untuk penentuan arah kiblat, awal bulan Hijriah, dan waktu shalat.
“Sertifikasi hisab rukyat itu, nanti dalam rangka memberikan bekal (ilmu), menurut saya ini perlu dilakukan, nanti kita buat kurikulum yang intensif sehingga mereka betul-betul bisa memahami dengan baik,” ujar Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, Arsad Hidayat dalam diskusi di Gedung PBNU, Jakarta Pusat pada Rabu (22/1/2025).
Menanggapi wacana tersebut, Ketua Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) KH Sirril Wafa menyampaikan bahwa sertifikasi perukyat sebaiknya dilakukan dengan standardisasi. Hal ini perlu kerja sama antara Kemenag dengan Badan Standarisasi Nasional (BSN).
“Tidak semuanya setuju akan wacana tersebut, kecuali yang mengadakan dan mengeluarkan sertifikat ini dari Badan Standarisasi Nasional atau BSN. Kalau Kemenagkan bukan badan standardisasi tapi mereka punya kemampuan dalam keilmuan,” ujarnya kepada NU Online di Gedung PBNU, Jakarta Pusat pada Rabu (22/1/2025).
“Kecuali standardisasi dilakukan Kemenag bekerja sama dengan BSN. Nanti Kemenag bisa mengajak ormas (organisasi masyarakat) untuk mengikuti sertifikasi tersebut. Yang membuat standarisasinya nanti dari BSN karena itu badan yang resmi untuk menstandarisasi,” lanjutnya.
Dosen ilmu falak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menyampaikan bahwa wacana sertifikasi ini penting di zaman sekarang untuk menjamin keahlian para perukyat.
“Sertifikasi di zaman modern sekarang ini memang sangat penting ya, karena dijamin dengan mutu. Keahlian seseorang dalam bidang tertentu itu dengan adanya standar-standar yang bisa disepakati,” katanya.
Kiai Sirril menyampaikan bahwa standardisasi harus mencakup komponen-komponen keahliannya, seperti standardisasi dalam pentuan arah kiblat, perukyat harus mampu menggunakan alat-alat untuk mengukur.
“Nanti dari komponen itu apa yang nanti dimiliki keahliannya. Misalnya dalam arah kiblat, itu kan harus mampu menggunakan alat-alatnya untuk mengukur,” katanya.
Ia menambahkan dalam penentuan awal bulan Hijriah, perukyat dapat menggunakan alat teropong. “Untuk waktu hilal selain menggunakan mata, itu kita harus mampu menggunakan teropong,” ucapnya.
Penentuan waktu shalat, menurutnya, perukyat perlu memahami ijtihad dengan benar. “Kalau waktu shalat ada yang penting dalam hal ijtihad, itu adalah langkah pengamatan setelah ditemukan jamnya sekian, itukan hanya perhitungan cocok tidak dengan sesuai tidak dengan kenyataannya,” ungkapnya.