Muslim Tatar Krimea, Sejarah Pandemi, dan Konflik Rusia-Ukraina
Ahad, 27 Maret 2022 | 21:00 WIB
Perang yang sedang terjadi antara Rusia-Ukraina telah menyita perhatian dunia internasional. Banyak serangan bersenjata yang mengenai warga sipil. Rangkaian peristiwa konflik sebelum perang juga menyisakan banyak permasalahan bagi penduduk, tidak terkecuali bagi kaum Muslimin yang ada di kedua negara tersebut. Masalah kesehatan dan sosial yang dialami kaum Muslimin mengemuka di saat kedua negara tersebut berseteru.
Selain penduduk setempat, kaum Muslimin yang terlibat perang juga berasal dari daerah lainnya. Tentara Chechnya merupakan Muslim yang terlibat perang di satu pihak, yaitu mendukung Rusia. Di pihak lain, ada penduduk Muslim di wilayah Ukraina yang juga terdampak perang. Dalam sejarah konflik Rusia-Ukraina yang telah berlangsung lama, ada juga Muslim Tatar yang tinggal di Semenanjung Krimea dan terdampak kehidupannya.
Sebagai sesama Muslim yang bersaudara, kepedulian terhadap penderitaan Muslimin lainnya hendaknya ditumbuhkan. Perhatian ini tidak akan tumbuh tanpa mengenal keberadaan saudara Muslim di daerah lainnya. Muslim Tatar saat ini merupakan minoritas di Semenanjung Krimea. Padahal, sebelumnya mereka berjumlah banyak dan memiliki sejarah yang dikenal oleh dunia Islam.
Tatar merupakan sebutan untuk salah satu dinasti Muslim yang pernah berjaya di Krimea. Pendirinya adalah Uzbeg Khan. Nama Uzbeg Khan selain menjadi nama negara Uzbekistan juga diabadikan menjadi masjid tertua di Krimea. Corak masjid tersebut bahkan menjadi gambar dalam koin yang dikeluarkan Bank Nasional Ukraina. Duta besar Ukraina untuk Indonesia pernah menghadiahkan koin bercorak masjid tersebut kepada Ketum PBNU beberapa waktu lalu.
Jauh sebelum perang Rusia-Ukraina, kaum Muslimin telah mengenal Semenanjung Krimea pada abad ke-14 Masehi yang bertepatan dengan terjadinya wabah thaun Maut Hitam/Black Death. Krimea dahulu bernama al-Qaram, sebagaimana yang disebut oleh Ibn al-Wardi dalam karyanya tentang thaun, yaitu kitab al-Maqamah al-Wardiyah.
“Thaun ini pun menimpa bangsa-bangsa yang berada di belakang sungai (Transoxania). Kemudian ia naik dan menyerang ‘Ajam (Persia), lalu melangkah dengan sangat lebar menuju Ardh al-Khatha, selanjutnya mencabik-cabik al-Qaram” (Ibn al-Wardi, al-Maqamah al-Wardiyah dalam Ma Rawahu al-Waun fi Akhbar ath-Thaun, Penerbit Darul Qalam, Damaskus, tanpa tahun: 196).
Sumber Muslim mengklaim telah menghitung delapan puluh lima ribu orang meninggal dunia di Krimea pada tahun itu (John Albert, Plague in World History, Rowman and Littlefield Publishing Group, Maryland, 2011: 35). Kematian sebanyak itu disebabkan karena wabah pes/thaun/Maut Hitam. Perhitungan korban yang disebutkan berasal dari sumber Muslim itu menunjukkan bahwa ada komunitas Muslim di Krimea yang hidup berdampingan bersama penganut agama lainnya.
Dalam versi sejarah kesehatan, wabah Maut Hitam ditularkan melalui kutu. Kutu itu mengandung bakteri Yersinia pestis yang menyebabkan infeksi Maut Hitam. Pada masa perang, tikus-tikus juga memenuhi kota dan membawa kutu penyebab wabah. Selain tikus, kutu juga dapat tersebar melalui bulu binatang yang merupakan produk ekspor terpenting dari Rusia Selatan.
Dari al-Qaram atau Krimea inilah, wabah Maut Hitam yang semula hanya menyebar di Asia kemudian memasuki Eropa dan Timur Tengah. Hal ini sesuai dengan yang diinformasikan oleh Ibn al-Wardi bahwa setelah al-Qaram tercabik-cabik oleh wabah, area berikutnya yang disasar adalah Romawi, Siprus, Aljazair, dan Mesir.
Dalam catatan kaki di halaman 197, penahkik kitab tersebut, yaitu dr. Muhammad Ali al-Bar, menjelaskan tentang al-Qaram:
“Al-Qaram adalah Semenanjung Krimea, terletak di sebelah utara Laut Hitam. Pada saat ini Semenanjung Krimea berada di bawah pemerintahan Ukraina. Dahulu merupakan wilayah kaum Muslimin di bawah pemerintahan Daulah Utsmaniyah dan Tatar. Kemudian pada masa kekuasaan Stalin, kaum Muslimin diusir dari wilayah itu.”
Pada tahun 2014, warga Krimea melaksanakan referendum dan hasilnya memilih bergabung dengan Rusia. Komunitas Muslim Tatar Krimea merupakan pihak yang menentang referendum tersebut, tetapi karena minoritas, mereka tidak bisa berbuat banyak. Mereka harus mengikuti regulasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Federasi Rusia, termasuk dalam menjalankan kehidupan beragama.
Sebelum abad ke-14, Islam sudah ada di Krimea. Umat Islam di sana merupakan kaum Sunni yang bermazhab Hanafi. Selain dipengaruhi oleh keturunan Mongol yang menjadi Muslim, perkembangan Islam di Krimea tidak lepas dari peran Dinasti Seljuk dan Kesultanan Mamluk. Kemudian dilanjutkan oleh Daulah Utsmaniyah. Periode berikutnya, Kekaisaran Rusia mengambil alih wilayah ini dari Daulah Utsmaniyah.
Konflik-konflik selanjutnya sering terjadi di Krimea dan disertai dengan wabah penyakit. Perang Krimea pada abad ke-19 yang melibatkan Rusia dan tentara Sekutu tercatat diiringi oleh wabah kolera dan typhus. Saat pengusiran kaum Muslimin Krimea oleh Stalin dari Uni Soviet tahun 1944, pada tahun itu juga muncul wabah Crimean Hemorrhagic Fever.
Setelah Uni Soviet Runtuh, Krimea menjadi bagian dari Ukraina. Sejak tahun 2014 hingga saat ini Krimea kembali berada di bawah Federasi Rusia. Pada masa pandemi Covid-19, Krimea tidak luput dari penyebaran wabah ini. Selama pandemi Covid-19, warga Muslim Krimea juga menjalankan berbagai pembatasan kegiatan ibadah untuk mengantisipasi penyebaran wabah.
Berdasarkan fakta-fakta sejarah tersebut, umat Islam yang merupakan bagian dari sejarah Krimea sering terdampak oleh perang dan pandemi. Saat pandemi Covid-19 belum usai, kaum Muslimin juga banyak yang terlibat dan terdampak perang di sana. Meskipun saat ini wilayah Krimea berada di bawah kekuasaan Rusia, bukan tidak mungkin wilayah tersebut akan terpengaruh bila perang meluas.
Duta besar Ukraina maupun Rusia telah bertemu dengan Ketua Umum PBNU. Ketua Umum PBNU telah menyampaikan pentingnya perdamaian dan diakhirinya perang kepada kedua negara tersebut. Selain itu, pembahasan tentang Muslim di Rusia juga menjadi kepedulian Nahdlatul Ulama sebagai organisasi yang telah diakui memiliki pengaruh internasional.
Tidak hanya dalam perang Rusia-Ukraina, ada umat Islam di berbagai wilayah yang menderita akibat perang seperti Palestina, Yaman, dan Rohingya. Umat Islam yang tinggal di sekitar wilayah perang pasti mengalami dampak buruk. Keprihatinan dan solidaritas sebagai sesama Muslim dari belahan dunia lain sangat diperlukan untuk disalurkan kepada kaum Muslimin yang terdampak perang di sana.
Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan peneliti di bidang Farmasi