Surabaya, NU Online
Hasil Ujian Nasional SMA/MA baru diumumkan awal Mei lalu. Namun, sebanyak 138 siswa Madrasah Aliyah (MA) Amanatul Ummah sudah diterima di beberapa perguruan tinggi favorit di dalam negeri. Beberapa lainnya bahkan sudah diterima juga di Eropa dan Timur Tengah.
“13 siswa MA Amanatul Umah diterima Fakultas Kedokteran Umum di Unair, Undip, UNS, dan UIN Jakarta. Teknik informatikanya mungkin lebih dari 20 diterima di UGM, Unair, dan lainnya,” terang Pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah KH Asep Saifuddin Chalim saat ditemui di pesantrennya, Mojokerto, Selasa (10/05) seperti dikutip dari laman kemenag.go.id.
“Tahun ini, siswa yang kuliah ke Eropa juga banyak sekali. Ada sekitar 50-an, menyebar ke Jerman, Inggris, Cambridge, dan lainnya. Sedangkan yang ke Timur Tengah ada 23, sebagian lainnya ke China, Jepang, Australia. Semuanya ada 138 siswa,” tambahnya.
Sosok berkharisma yang akrab disapa Kiai Asep ini bahkan yakin kalau jumlahnya akan bertambah setelah pelaksanaan SBMPTN. Menurutnya, siswa MA Amanatul Ummah yang belum masuk melalui jalur undangan biasanya akan banyak yang diterima melalui SBMPTN.
Selain berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, Kiai Asep yang juga ketua umum Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Perguru) itu yakin karena sampai saat ini proses persiapan menghadapi SBMPTN terus dilakukan.
“Kita masih melaksanakan try out. Senin try out, Selasa dan Rabu dilakukan pembahasan tuntas. Kamis try out, lalu Jumat, Sabtu, dan Ahad dilakukan pembahasan tuntas. Demikian terus sampai SBMPTN,” jelasnya.
“Di hari-hari yang demikian ini, kita harus lebih meningkatkan motivasi kepada para siswa agar jangan sampai kehilangan harapan melihat teman-temannya sudah diterima di mana-mana,” tambahnya.
Syarat Kuliah di Luar Negeri
KH Asep mengaku awalnya tidak mengizinkan lulusan MA Ponpes Amanatul Ummah untuk melanjutkan kuliah di negara-negara non-Timur Tengah. Berdiri sejak 2001, baru 4 tahun terakhir saja Kiai Asep mengizinkan alumni MA untuk meneruskan belajar di Eropa dan lainnya itu.
Namun demikian, Kiai Asep membuat aturan yang harus dipenuhi. Menurutnya, ketika siswanya ingin melanjutkan ke negara-negara non-Timur Tengah, ada syarat yang diberikan kepada mereka, yaitu:
Pertama, setelah hidup di Eropa atau negara lainnya, mereka harus menjalani shalat 50 rakaat. Rinciannya: 17 rakaat shalat wajib, 14 rakaat shalat sunnah rawatib, 14 rakaat shalat malam, 3 rakaat shalat witir, 4 rakaat shalat dluha.
Kedua, makanan yang dikonsumsi hanya nasi, buah-buahan, dan lauknya adalah ikan laut, telur dan sayuran. Tidak boleh makan makanan instan, termasuk roti yang alat penggemburnya dari enzim babi. “Jadi kita bentengi dengan itu,” jelasnya.
Bagi Kiai Asep, siswanya yang berani mengambil pilihan belajar di luar negeri berarti memang telah memiliki tekad kuat untuk belajar dan berpetualang. Karenanya, sebagai pendidik, Kiai Asep merasa perlu untuk memberikan bekal dengan penjagaan keimanan dan ketakwaan.
7 Rahasia
Disinggung soal rahasia mengelola lembaga pendidikan hingga melahirkan santri dan siswa berprestasi, Kiai Asep berbagi 7 resep yang diajarkan kepada para santrinya. Pertama, al-jiddu wal muwaadlabah, berkesungguhan dan ajeg dalam berkesungguhan. “Anak-anak harus selalu dimotivasi untuk bisa melakukan demikian,” jelasnya.
Kedua, taqliilul ghida’ (menyedikitkan makan). Para santri kalau makan tidak boleh sampai kekenyangan. Sebab kenyang itu datang 10 menit kemudian. “Sementara al-bithnatu tudzhibul fath’ata, “kenyang itu menghilangkan kecerdasan”,” ujarnya.
Ketiga, mudaawamatul wudlu’ selalu menjaga diri dalam keadaan suci dengan berwudlu. Keempat, qira’atul qurani nadzran, yaitu: membaca Al-Qur'an dengan dilihat Al-Qur'annya. “Ada waktunya, 15 menit. Sehabis azan Subuh sampai iqamat, 15 menit harus baca Al-Qur'an,” pesannya.
Kelima, tarkul ma’aashi, tidak boleh bermaksiat. Keenam, melaksanakan shalat malam. “Di sini anak-anak shalat malam,” tuturnya. Ketujuh, tidak boleh jajan di luar. Menurut Kiai Asep, dalam kitab kuning ada penjelasan bahwa makanan di luar lebih mendekati najis dan kotornya.
“Jajan di luar itu kan terbuka, banyak orang yang melihatnya, lalu ingin, namun tidak bisa membeli karena tidak punya uang. Kalau makanan terkondisikan seperti itu, hilang barakahnya,” urai Kiai Asep.
Menurut Kiai Asep, para santri dan siswa Amanatul Ummah harus berpegang pada pola kehidupan yang seperti ini. Hal itu disebutnya sebagai cara santri bertawakkal, dan barang siapa bertawakkal kepada Allah, maka Allah akan menjamin keberhasilannya. “Berupaya keras dan berdoa maksimal, itu bentuknya tadi,” tandasnya.
Meski demikian, Kiai Asep merasa bahwa keberhasilannya memotivasi para santri untuk berprestasi tidak terlepas dari Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) yang dicanangkan Kementerian Agama. Menurutnya, program itu terbukti berhasil menciptakan iklim dan sarana berkompetisi bagi para santri untuk mengakses pendidikan tinggi yang lebih baik.
“Kondisi semacam ini membuat anak-anak termotivasi untuk belajar sungguhan. Setelah belajar sungguhan, termotivasi, dan berhasil di PBSB, tanpa PBSB pun bisa,” jelasnya sembari berharap PBSB terus berjalan dan ditingkatkan. Red: Mukafi Niam