Risalah Redaksi

Duka Sulteng, Duka Kita Semua

Sabtu, 6 Oktober 2018 | 04:15 WIB

Duka Sulteng, Duka Kita Semua

Relawan Banser membantu korban di Palu, Sulteng (Foto: Facebook Antok Al Fitra Manyaran)

Hari Sabtu, 29 September 2018 akan dikenang oleh masyarakat di Sulawesi Tengah sebagai hari yang mengubah hidup mereka. Gempa besar yang diikuti oleh tsunami memporak-porandakan lingkungan yang sebelumnya tenang dan damai. Lebih dari seribu orang meninggal dunia, rumah dan bangunan serta fasilitas umum rusak. Sebagian lokasi bahkan terbenam, tak berbekas karena mengalami likuifaksi atau penurunan tanah akibat gempa.  

Hingga sepekan, sebagian besar sarana dan prasarana dasar seperti air dan listrik belum berfungsi dengan baik. Bantuan sudah tersedia, tetapi distribusi darat menjadi persoalan mengingat jalanan yang rusak akibat gempa tersebut. Akibatnya, para pengungsi masih mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya.

Dalam situasi penuh kekacauan tersebut, sayangnya ada gerombolan tak bertanggung jawab yang memanfaatkan situasi dengan melakukan penjarahan. Mereka tak hanya mengambil bahan kebutuhan pokok seperti makanan yang memang langka, tetapi juga menyasar ATM, pertokoan, dan harta benda tak terjaga karena pemiliknya mengamankan diri di pengungsian. Keamanan menjadi faktor penting yang menjadi prioritas.

Belum lagi persoalan tersebarnya berita hoaks yang membuat masyarakat panik dan bingung seperti informasi tentang gempa susulan, meninggalnya walikota Palu, penerbangan gratis dari Makassar untuk keluarga korban dari Makassar ke Palu dan lainnya. Para korban bencana dan keluarganya kesulitan mendapatkan informasi yang akurat sebagai sarana untuk mengambil tindakan yang tepat. 

Sekelompok kecil orang-orang tak bertanggung jawab ini harus segera ditangani agar tidak memperkeruh keadaan yang sudah porak poranda. Jika tidak segera ditangani dengan baik, situasi tersebut akan menyebar. Akibatnya, para korban akan semakin menderita. Tentara dan polisi telah ditambah untuk mengendalikan situasi keamanan. Para produsen berita hoaks harus segera ditelusuri untuk menghindarkan penyesatan informasi.

Manajemen kebencanaan yang baik sangat menentukan kecepatan pemulihan situasi dan kondisi. Penentuan prioritas langkah mana saja yang perlu didahulukan menentukan kecepatan proses pemulihan mengingat segalanya dalam kondisi terbatas dan darurat. Kreativitas mencari solusi  dalam segala keterbatasan menentukan kecepatan penyelesaikan masalah. Mereka yang terjun ke lokasi bencana tidak hanya cukup tangguh fisiknya saja, tetapi juga memiliki kemampuan mental baja dan kreativitas dalam menemukan solusi-solusi atas situasi darurat.

Upaya untuk tidak melakukan kampanye, baik kampanye pilpres maupun kampanye pileg yang disepakati oleh calon presiden atau partai politik yang sedang berkontestasi patut diapresiasi. Mari kita membantu mereka yang terkena bencana dengan ketulusan, sebagai sesama manusia yang sudah seharusnya saling menolong saat terkena musibah. 

Nahdlatul Ulama dengan seluruh perangkat organisasi telah menurunkan timnya dalam program NU Peduli Bencana Sulteng. Tim asesmen telah turun dengan membawa bantuan paling diperlukan segera setelah gempa terjadi. Mereka melakukan perjalanan darat dari Makassar ke Palu mengingat bandara Palu waktu itu belum beroperasi. Rombongan-rombongan selanjutnya terus berangkat.

Seluruh perangkat organisasi NU seperti Ansor, Banser, LAZISNU, LPBINU, dan pengurus wilayah serta pengurus cabang NU yang lokasinya dekat dengan daerah terdampak bencana telah bergerak untuk memberi bantuan. LAZISNU di tingkat PBNU mengoordinasikan penggalangan dana dari seluruh Indonesia sementara perangkat organisasi NU berupa lembaga dan badan otonom NU lainnya turun ke lapangan sesuai dengan bidangnya masing-masing. 

Penting untuk memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa bencana adalah fenomena alam. Tidak perlu menuduh orang-orang yang sudah menderita terkena bencana sebagai orang-orang yang dilaknat oleh Allah dan kemudian diturunkan bencana kepada mereka sebagaimana yang menimpa umat-umat terdahulu. Bukan kapasitas kita untuk memberi penilaian seperti itu. Jangan sampai membantu saja tidak, malah menuduh dengan seolah-olah menjadi orang paling suci. Bencana dapat terjadi di mana, kapan saja, dan menimpa siapa saja. Ada bencana-bencana yang disebabkan oleh ulah manusia seperti banjir atau kebakaran, tapi ada faktor alam yang sepenuhnya di luar kendali manusia.

Ada pelajaran penting yang bisa kita ambil sebagai umat beragama bahwa bencana merupakan ujian dari Allah. Bahwa ada kekuatan besar yang di luar kemampuan kita untuk mengendalikannya sehingga tidak ada yang perlu disombongkan atas pencapaian-pencapaian yang tampaknya luar biasa ini, padahal sesungguhnya kekuasaan Allah jauh tak terbatas.
 
Bencana besar yang terjadi secara terurutan di Indonesia baru-baru ini, yaitu di Lombok dan Sulteng menjadi pengingat bagi kita untuk mengantisipasi kejadian serupa di daerah lain. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan wilayah cincin api yang rawan terjadi gempa dan gunung meletus. Kesadaran bahwa kita hidup di daerah bencana mendesak untuk ditumbuhkan dan ditingkatkan sehingga kita selalu mempersiapkan diri jika hal tersebut terjadi, yang bisa datang kapan saja. Dengan demikian, dampaknya bisa diminimalisasi. 

Kita bisa belajar kepada negara-negara lain yang telah mempersiapkan diri menghadapi kondisi bencana. Kearifan lokal yang ada di sejumlah daerah terkait bencana yang teruji dalam mengurangi dampak bencana dapat terus dipelihara dan dikembangkan ke daerah lainnya dengan karakteristik serupa. Teknologi dan pengetahuan terbaru juga membantu kita mengantisipasi dan mengelola dampak bencana. (Achmad Mukafi Niam)
 


Terkait