Warta

Hubungan Sunni-Syiah di Timur Tengah Mulai Membaik

Senin, 26 Mei 2008 | 08:37 WIB

Jakarta, NU Online
Hubungan antara Sunni dengan Syiah di Timur Tengah mulai membaik belakangan ini. Hal itu ditandai, salah satunya, dengan didirikannya Dewan Pendekatan Antar-Mazhab dan menerima Syiah Imamiyyah sebagai salah satu mazhab fikih Islam.

Hal tersebut diungkapkan ulama Syiah kharismatik dan berpengaruh di Libanon, Syeikh Ali Syihab Da’abush, dalam kunjungannya ke Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jalan Kramat Raya, Jakarta, Senin (26/5).<>

Dalam kunjungan yang diterima Ketua PBNU KH Said Aqil Siroj itu, Syeikh Da’abush mengungkapkan, pengikut paham Ahlussunnah wal Jamaah dan Syiah wajib memperbaiki hubungan. Pasalnya, kata dia, sejarah masa lalu antara kedua paham itu berlangsung kurang baik.

“Sudah selayaknya kita memperbaiki sejarah hubungan Sunnah-Syiah. Masa lalu hubungan keduanya telah memberikan kita pengalaman yang tak menggembirakan,” kata Syaikh Da’abush.

Syaikh Da’abush meminta kepada umat Islam di dunia mengakhiri fanatisme aliran dan memulai berkonsentrasi menyelesaikan masalah umat yang demikian rumit. Ia mencontohkan persoalan yang dihadapi umat Islam di Palestina yang seakan tak menemui akhir.

“Coba Anda perhatikan, tak ada satu pun orang Syiah di Palestina, tetapi kami (orang Syiah) selalu bersama mereka,” terang Syaikh Da’abus.

Hal senada diungkapkan Kang Said—panggilan akrab KH Said Aqil Siroj. Ia mengatakan, Karbala (pembantaian Sayyidina Husein bin Ali bin Abi Thalib oleh pasukan Yazid bin Muawiyah) bukan sekedar tragedi dan tradisi Syiah, tetapi juga tragedi Sunni, bahkan tragedi ummat Islam.

Tragedi Karbala, menurutnya, adalah cerita atas simbol kekuasaan yang congkak, ketika nilai-nilai luhur Islam, juga kecintaan kepada kerabat Nabi menjadi luluh lantak akibat kepentingan politik.

Kang Sa’id juga menyinggung pentingnya persatuan umat Islam di Indonesia. Fenomena merebaknya sejumlah aliran Islam “aneh” di Tanah Air, ditambah meningkatnya jumlah pemeluk agama Kristen. Hal itu, katanya, menunjukan jika organisasi-organisasi Islam di Indonesia belum sepenuhnya maksimal mengayomi umat. (atj)


Terkait