Penyelenggaraan International Conference of Islamic Scholars (ICIS) III oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), dinilai sebagai langkah strategis yang memiliki implikasi positif bagi resolusi konflik di negara-negara Islam.
ICIS dapat menjadi pressure group alias kelompok penekan yang efektif dan mengampanyekan Islam sebagai agama yang membawa rahmat bagi alam semesta. Demikian disampaikan mantan Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Inggris, Dr Aji Hermawan MM, di sela-sela mengikuti konferensi, Rabu (30/7)<>.
“Semua pihak berharap forum ini dapat melakukan sesuatu yang nyata dalam melakukan resolusi konflik. Tetapi pelaksanaanya tidaklah mudah. Karena NU mempunyai banyak keterbatasan. Saya kira posisi NU sebagai fasilitator sudah cukup baik. Untuk implementasinya, diserahkan kepada negara-negara terkait,” papar dosen Magister Bisnis Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.
Lebih lanjut, Aji yang juga Direktur Recognition and Mentoring Program (RAMP) IPB -sebuah lembaga yang bekerja di bidang pemberdayaan ekonomi rakyat kerjasama antara IPB dan Lemelson Foundation USA- memaparkan, forum ini mempunyai nilai sangat strategis.
“Melalui forum ini para ulama dan cendikiawan Islam berbagai penjuru dunia, dapat brainstorming dan menyatukan persepsi guna mengampanyekan ajaran-ajaran yang lebih mengedepankan toleransi dan perdamaian. Di sinilah kita bisa membuat jejaring global, sehingga akan memiliki suara yang lebih nyaring dalam mengampanyekan Islam rahmatan lil’alamien,” ujar Aji.
ICIS dapat dijadikan pressure group yang efektif, untuk menyampaikan resolusi konflik dan pesan damai baik kepada Negara-negara yang terlibat konflik maupun kepada semua masyarakat dunia.
“Terlepas dari berbagai kendala dan kekurangan yang dihadapi dalam mewujudkan gagasan resolusi konflik, melalui ICIS PBNU dapat menyumbangkan gagasan bagi terwujudnya perdamaian di dunia. Inilah sumbangan dan aksi sosial nyata NU dalam konteks global,” katanya.
Para delegasi yang berasal dari luar negeri, katanya, berharap mendapatkan “oleh-oleh” yang dapat dibawa pulang ke negara mereka. Oleh-oleh dimaksud yakni berupa program kongkret melalui resolusi konflik yang dapat diwujudkan dengan baik.
“Kami ingin ada sesuatu yang dibawa pulang. Setelah selesai forum ini, ada program nyata berupa tindak lanjut yang menyentuh berbagai konflik yang terjadi. Dengan demikian, pemetaan masalah yang dilakukan di sini, ada ouput yang dihasilkan,” kata Jaid Sulaiman al-Jahdani, salah seorang delegasi dari Oman.
Dikatakannya, para peserta yang berasal dari negara-negara yang terlibat konflik, perlu mendapatkan perhatian lebih, terutama Iraq, Palestina, Afganistan, dan Philipina.
“Saya kira forum ICIS ini selain membuat deklarasi, juga perlu membuat tim khusus untuk membantu penyelesaian konflik di negara-negara terkait, agar resolusi konflik yang dilakukan menyentuh akar masalah yang dihadapi,” tegas pimpinan Al-Ulum As-Syari’yyah Masqot, Oman. (hir)