Kekalahan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Jawa Tengah, Bambang Sadono-Mohamad Adnan, dalam Pemilihan Gubernur pada 22 Juni lalu, harus menjadi pelajaran dan bahan perenungan bagi Nahdlatul Ulama (NU).
Adnan yang merupakan Ketua (nonaktif) Pengurus Wilayah NU Jateng, dinilai terlalu tinggi ‘syahwat’ politiknya. Akibatnya, sedikit-banyak, NU sebagai organisasi telah dilibatkan dalam politik praktis.<>
Pendapat tersebut diungkapkan Pengasuh Pondok Pesantren Assalafiyah, Kabupaten Brebes, Jateng, KH Subkhan Makmun, di Masjid Agung Brebes, Rabu (25/6) kemarin. Demikian dilaporkan Kontributor NU Online, Wasdiun.
Kiai Subkhan—begitu panggilan akrabnya—mengimbau kepada para petinggi NU agar kembali menata organisasi sehingga tidak meninggalkan garis perjuangan yang berhaluan Ahlussunah wal Jamaah (Aswaja).
Khittah NU 1926 yang melarang NU terlibat dalam politik praktis, menurutnya, harus sungguh-sungguh ditaati dan dipatuhi. Hal itu berlaku bagi petinggi NU di semua tingkatan kepengurusan. “Perlu adanya revitalisasi Khittah NU di tubuh pengurus NU,” tandasnya.
Selain itu, Kiai Subkhan mengaku tidak terlalu khawatir atas kemenangan perolehan suara pasangan Cagub-Cawagub Bibit Waluyo-Rustriningsih. Pasangan besutan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu, katanya, memiliki visi-misi yang sama dengan NU.
“Garis perjuangan yang diusung Bibit-Rustri sejalan dengan NU. Jadi, NU, saya yakin diakomidir,” ungkap Kiai Subkhan. (rif)