Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Abdul Hafidz Anshary, menilai, pernyataan Ketua Umum Dewan Syura DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang akan memboikot pelaksanaan Pemilu 2009, masih sebatas peringatan.
Menurutnya, motivasi Gus Dur adalah untuk menyadarkan semua pihak. Termasuk KPU agar lebih berhati-hati melaksanakan tugas dan kewajibannya, jangan sampai menyimpang dari peraturan perundang-undangan.<>
"Konteksnya itu ada kaitannya dengan kinerja KPU di daerah. Makanya, saya katakan, ini merupakan peringatan dari beliau yang harus disikapi dengan secara arif oleh kawan-kawan, baik di daerah maupun pusat, agar bekerja dengan baik," ujar Hafidz di kantornya, Jumat (20/6) kemarin.
Dikatakan Hafidz, tidak menggunakan hak suara adalah hak individu. Namun, Undang-undang (UU) Pemilu tidak membenarkan kalau ada ajakan untuk tidak menggunakan hak pilih. Bagi orang yang mengajak orang untuk tidak memilih, sudah ada UU yang mengatur dengan ancaman hukuman pidana.
Namun, kata dia, dalam konteks pernyataan Gus Dur, dia tidak melihat sebagai sebuah bentuk ajakan untuk tidak menggunakan hak pilih. "Oh, itu (pernyataan Gus Dur) belum. Kalau saya tidak khilaf, cuma baru ancaman. Itu cuma motivasi beliau, masing-masing pihak sadar diri. Jangan melakukan tindakan antipati terhadap Pemilu," terangnya.
Anggota KPU, I Gusti Putu Artha, mengajak siapa pun, termasuk pimpinan partai untuk punya apresiasi positif terhadap proses pemilu. Ia mengatakan, ketika bicara Pemilu, maka yang memiliki kepentingan utama adalah partai politik.
"Karena itu, menjadi kewajiban Parpol bersama KPU untuk mendorong masyarakat menggunakan hak pilihnya dengan baik. KPU akan bekerja untuk menyosialisasikan kepada masyarakat agar menggunakan hak pilih," ujarnya.
Sementara, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Bambang Eka Cahya Widodo menyayangkan pernyataan Gus Dur. Ia mengatakan, hak orang untuk memilih/tidak memilih memang diakui oleh UU. "Cuma, yang kita sayangkan, ketika seseorang itu mengajak untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Itu yang saya kira bisa mengganggu proses Pemilu," ujarnya.
Siapa pun orangnya, kata dia, seharusnya menempatkan Pemilu di atas kepentingan umum. Sebab, Pemilu memilih pemimpin bangsa. Kalau alasan yang dikemukakan karena kecewa dengan kecurangan yang dilakukan KPU Daerah dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), siapa pun bisa melapor ke Bawaslu. (kcm/rif)