Warta

NU Punya Potensi Besar untuk Menyelesaikan Konflik di Dunia Islam

Rabu, 30 Juli 2008 | 12:03 WIB

Jakarta, NU Online
Nahdlatul Ulama (NU) mempunyai potensi besar untuk membantu menyelesaikan konflik yang terjadi di negara-negara Islam, maupun konflik sosial yang terjadi di berbagai belahan dunia. Ajaran moderat yang terkandung dalam ahlussunnah waljamaah (Aswaja) yang dianut NU dapat dijadikan landasan dalam melangkah.

Rektor Instutut Agama Islam (IIQ) Jakarta, Dr KH Ahsin Sakho Muhammad, MA, yang ditemui NU Online di sela-sela mengikuti Konferensi Cendikiawan Islam se-Dunia (ICIS) mengatakan, ajaran Aswaja yang dianut dan dikembangkan warga NU, sangat memungkinkan NU menjadi penengah dalam konflik yang terjadi di berbagai negara Islam. Prinsip-prinsip yang diajarkan dalam Aswaja, seperti sikap moderat (tawassuth), berdiri tegak di tengah (i’tidal), dan toleran (tasamuh), adalah modal dasar yang dimiliki NU.

<>

“Ajaran Aswaja yang dianut NU tidak hanya mengajarkan moderasi dalam bersikap, namun juga relevan dengan perkembangan zaman dan perubahan masyarakat. Sikap-sikap yang dikembangkan NU sangat cocok dalam upaya menyelesaikan konflik yang terjadi di tengah masyarakat,” tegas pria yang menamatkan studi S1 hingga S3 di Universitas Madinah, Arab Saudi.

Perbedaan budaya antara Indonesia (NU) dengan budaya masyarakat yang terlibat dalam konflik di negara-negara lain, menurut Ahsin, tidak akan menjadi kendala dalam upaya mediasi dan resolusi konflik. Pasalnya terjadinya konflik di suatu masyarakat, dapat dipelajari apa-apa yang menjadi penyebabnya.

“Perbedaan budaya bukan kendala dalam mengatasi konflik. Yang terpenting adalah NU mengetahui peta masalah. Selanjutnya dalam resolusi konflik, NU harus netral. Kalau NU bias netral dalam memediasi, NU akan menjadi penengah yang baik dan dapat mengatasi konflik yang terjadi,” katanya.

Faktor lain yang membuat NU mempunyai potensi besar dalam menyelesaikan konflik di negara-negara Islam adalah fakta bahwa NU adalah ormas Islam terbesar dari negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Sebagai ormas Islam terrbesar dan representasi Negara Islam terbesar di dunia, NU mempunyai modal sosial dan tanggungjawab yang lebih.

Merujuk pada survey yang dilakukan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2003, populasi warga NU di Indonesia mencapai 42% dari jumlah penduduk. Dengan asumsi jumlah penduduk Indonesia saat ini 240 juta, berarti warga NU mencapai sekitar 100 juta.

Potensi tersebut, lanjut Ahsin, dapat dijadikan modal sosial bagi NU untuk menggagas aksi program lebih nyata atas berbagai rekomendasi yang dicapai pada ICIS III.

Hal senada diutarakan delegasi Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Sudan, Muhammad Iqbal Lutfi Lc. Menurut Iqbal, penyelenggaraan ICIS merupakan terobosan besar dan lompatan budaya NU. Jika sebelumnya NU hanya berkutat memikirkan persoalan keislaman dan kebangsaan yang bersifat domestik Kini dengan ICIS, NU dapat menyampaikan gagasan progresifnya kepada masyarakat internasional.

“Kami bergarap ICIS tidak berhenti dengan selesainya konferensi. Ajang ini sangat penting dimanfaatkan sebagai jejaring untuk memberikan solusi nyata bagi penyelesaian konflik di negara-negara Islam maupun konflik yang melibatkan minoritas Islam dengan negara terkait,” papar pria yang sedang menyelesaikan studi Magister di Omdurman Islamic University Sudan ini.

Sebagai langkah awal, putra tokoh NU KH Manarul Hidayat itu menyampaikan, keberadaan PCI-NU di berbagai Negara di Timur Tengah dapat dijadikan jembatan  atau kepanjangan tangan PBNU dalam melakukan program kongkret resolusi konflik.

“Kami berharap PCINU tidak hanya diundang sekedar untuk menghadiri ICIS. Namun PCINU dapat dilibatkan dalam resolusi konflik, sehingga konferensi ini langsung menyentuh pada persoalan yang dihadapi,” katanya. (hir)


Terkait