Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mencurigai adanya intervensi pihak asing pada konflik di Darfur, wilayah barat Sudan. Sebab, konflik yang melibatkan sang Presiden, Omar Al-Bashir, itu sarat kepentingan ekonomi dan politik.
Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi mengatakan hal itu kepada wartawan saat menerima Anggota Parlemen Sudan, Sayyid Abdul Mun’im Sunni Ahmad, di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Rabu (11/3)<>
Dijelaskan Hasyim, Darfur merupakan salah satu wilayah yang kaya ladang minyak. Sebagian belum dieksplorasi dengan maksimum. “Sehingga banyak pihak ingin memperkeruh suasana di sana,” terang Hasyim.
Tanda-tanda yang menjadi alasan kecurigaan lainnya adalah sikap sejumlah negara Barat yang menuduh Presiden Bashir sebagai penjahat perang dan pelanggaran hak asasi manusia di Darfur.
“Padahal, Bashir itu bergerak di negaranya sendiri. Berbeda dengan Israel yang menginvasi negara lain (baca: Palestina). Berbeda juga dengan Amerika Serikat yang menyerang Irak,” jelas Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars itu.
Hasyim mengingatkan pada semua pihak, terutama umat Islam, agar mewaspadai hal tersebut. Pasalnya, menurut dia, kasus serupa tidak hanya terjadi pada Presiden Bashir. Banyak pemimpin Islam yang difitnah seperti halnya dialami Presiden Bashir.
“Di Suriah, Presiden Bashar al-Assad dituduh membunuh Khariri. Di Iran, Presidennya, Mahmoud Ahmadinejad, dituduh ingin mengembangkan senjata nuklir. Padahal, nuklir yang dikembangkan negaranya bertujuan damai,” ungkap Hasyim.
Atas dasar itu, PBNU, tegas Hasyim, mendukung sepenuhnya langkah-langkah hukum maupun politik untuk memperkuat posisi Presiden Bashir. Baginya, hal itu bukan sekedar pembelaan terhadap Islam, melainkan juga pada kemanusiaan.
Hal senada dikatakan Sayyid Abdul Mun’im. Ia menyatakan, pertikaian di Darfur hanya persengketaan kecil antarsuku yang dapat diselesaikan secara intern. Bukan pemberontakan politik seperti yang digambarkan media-media Barat.
”Kami ingin masyarakat dunia mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di negeri kami. Banyak orang memfitnah dan menuduh kami telah melakukan pembantaian. Padahal, orang-orang negara-negara agresor (AS dan sekutunya), yang sebenarnya melakukan pembunuhan,” ujar Abdul Mun’im.
Pada Rabu (4/2) lalu, Mahkamah Internasional (ICC) mengeluarkan keputusan menangkap Presiden Bashir, dengan tuduhan kejahatan perang dan pelanggaran HAM di wilayah Barat Sudan, Darfur.
Namun keputusan dari Den Haag Belanda itu ditentang Sudan, negara-negara Arab, dan Uni Afrika. Tuduhan tersebut adalah, Basyir secara tidak langsung telah melakukan genosida terhadap warga sipil, penyiksaan, dan perampasan. Bukan hanya itu, ICC juga mengeluarkan tujuh tuduhan lain kepada Basyir. (rif)