Warta

PBNU Minta Bangsa Indonesia Tak Ikuti Ideologi Transnasional

Selasa, 15 Mei 2007 | 07:28 WIB

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta kepada bangsa Indonesia agar tak mengikuti gerakan keagamaan yang berideologi transnasional (antar-negara). Pasalnya, kebanyakan gerakan dari ideologi tersebut tidak sesuai dengan kondisi masyarakat dan budaya setempat.

Ketua Umum PBNU KH Hasyim menjelaskan, banyak di antara kelompok-kelompok Islam yang berideologi transnasional itu, di negara asalnya sendiri kerap terjadi konflik. Sehingga, jika bangsa Indonesia mengikutinya, maka akan ikut menjadi bagian dari masalah mereka, selain pula karena memang tidak sesuai dengan budaya setempat.

<>

“Seperti Jaulah, Hizbut Tahrir, Al-Qaeda, Ikhwanul Muslimin, Mujahidin, dan lain-lain, mereka itu, menurut saya adalah gerakan politik dengan ideologi tertentu, bukan gerakan agama,” terang Hasyim saat menjadi pembicara utama pada Sosialisasi Peraturan Bersama Menag-Mendagri No 9 dan 8 Tahun 2006, di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Selasa (15/5)

Presiden World Conference of Religions for Peace itu menambahkan, kelompok-kelompok politik yang ‘berbungkus’ agama itu lahir dari situasi politik, sistem pemerintahan dan sistem kenegaraan yang berbeda dengan Indonesia. Maka, jelas akan ada perbedaan jika diterapkan di Indonesia.

Pada acara yang digelar Pimpinan Pusat (PP) Lembaga Dakwah NU bekerja sama dengan Departemen Agama itu, ia juga mengatakan, kelompok Islam dengan ideologi transnasional itu umumnya menolak toleransi atau sikap saling menghormati. Hal itulah yang kemudian bisa memicu terjadinya konflik antar-umat beragama.

“Tolakan-tolakan toleransi itulah yang kemudian kerap menjadi masalah. Maka, muncullah pelecehan terhadap Islam seperti di Batu (Malang), penyisipan Injil di dalam Al-Quran di Jombang, beredar gambar-gambar Nabi Muhammad di Cirebon,” terang Hasyim yang juga Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars.

Gerakan kelompok berideologi transnasional itu, tambah Hasyim, tidak hanya terjadi pada agama Islam saja, melainkan juga pada agama lain, termasuk Kristen. Ia menceritakan saat dirinya diundang pada forum World Council of Churches (Dewan Gereja se-Dunia - WCC), di Porto Alegre, Brazil, pada Februari 2006 silam.

Dalam pertemuan besar para pemuka agama Kristen sedunia itu, ditemui beberapa delegasi yang berusaha mendesakkan kepada forum untuk membuat keputusan agar Papua lepas dari negara Indonsia. “Nah, itu berarti sudah bukan lagi gerakan agama, tapi gerakan politik, sekalipun berbungkus agama,” tandasnya.

Fenomena tersebut, lanjut Hasyim, menunjukkan bahwa gerakan berideologi transnasional itu tidak hanya dimonopoli agama Islam saja, tapi juga agama lain. Oleh karena itu, tegasnya, bangsa Indonesia, apapun agamanya, harus meningkatkan kewaspadaan terhadap gerakan tersebut. (rif)


Terkait