PBNU Minta Fatayat NU Kuatkan Aswaja, Hadapi Ideologi Transnasional
Jumat, 4 Mei 2007 | 13:19 WIB
Bogor, NU Online
Maraknya berbagai macam ideologi transnasional (antar-negara) pasca reformasi harus diantisipasi oleh seluruh jajaran Nahdlatul Ulama (NU). Pengurus Besar NU meminta Fatayat NUterlibat dalam mempertahankan dan memperkuat ajaran Ahlusunnah Wal Jamaah (Aswaja) yang selama ini telah dijalankan oleh NU.
Demikian dikemukakan oleh Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Fatayat NU di Bogor, Kamis (3/5) malam. Acara tersebut diikuti sekitar 150 orang dari 25 Propinsi se-Indonesia.
<>Dikatakan oleh pengasuh Ponpes Mahasiswa al Hikam Malang ini bahwa saat ini sudah banyak anak NU yang tak tahu lagi NU itu kayak apa seperti yang diajarkan oleh Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari.
“Dulu waktu zaman Pak Idham Cholid dan Buya Hamka, NU dan Muhammadiyah rukun karena sama-sama ngertinya. Lha, sekarang anak-anak muda itu rukun karena sama tidak ngertinya. Jadi yang anaknya orang NU tidak ngerti NU-nya, anaknya orang Muhammadiyah juga tidak ngerti Muhammadiyahnya,” tandasnya.
Hubungan yang cair antara NU dan Muhammadiyah ini akhirnya telah menyebabkan tradisi yang sebelumnya hanya dilakukan oleh satu kelompok dan menjadi ciri khasnya kini juga dilakukan oleh kelompok lain seperti yasinan dan tahlilan yang dulu menjadi ciri khas orang NU, namun sekarang sudah mulai ada orang Muhammadiyah yang menjalankannya.
“Sangking cairnya, group sholawat Badar di Jawa Timur yang menang dari Muhammadiyah karena suaranya yang grup NU, elek, terbange ora muni, sementara merekaa bagus,” katanya.
Demikian juga, saat ini anak-anak muda NU lebih senang tarawih yang 11 rakaat, bukan 23 rakaat sebagaimana tradisi yang dijalankan oleh NU karena lebih senang yang diskon 60 persen dari jumlah yang seharusnya.
Mantan ketua PWNU Jatim tersebut menjelaskan kesenjangan antar generasi telah menyebabkan terjadinya kerawanan sosial karena anak-anak muda tersebut tidak memahami ajaran seutuhnya sehingga ajaran-ajaran model baru dengan gampang masuk dalam diri mereka.
“Siapa yang dulu masuk, itu yang menang dan mendapatkan anggota. Jadi kita tidak bisa hanya mengeluh-mengeluh. Kita harus bergerak. Seluruh NU harus di-NU-kan kembali. Yang menjadi sasaran Ansor, IPNU, Fatayat dan sebagainya.” tegasnya.
Untuk itu, gerakan struktural dan kultural harus dilaksanakan secara terpadu untuk melawan gerakan transnasional tersebut. “Maka saya minta Fatayat hidup sampai ranting, bukan hanya diskusi-sikusi. Ini boleh untuk wacana, tetapi realisasinya harus sampai ke ranting, yang setiap ranting harus membentuk anak ranting yang berbasis sampai ke masjid dan musholla,” imbuhnya.
Meskipun demikian, Kiai Hasyim tidak setuju kalau masjid diberi embel-embel milik kelompok tertentu, yang penting kegiatan masjid harus dikontrol sesuai dengan ajaran aswaja.
“Ranting Fatayat harus memiliki anak ranting sejumlah masjid yang ada di desa itu dan masing-masing bertanggung jawab untuk mengawasi masjid. Karena mereka akan bergerak dari situ dan akan merohohkan stelsel nasional kita,” tegasnya. (mkf)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
250 Santri Ikuti OSN Zona Jateng-DIY di Temanggung Jelang 100 Tahun Pesantren Al-Falah Ploso
Terkini
Lihat Semua