Warta

Pencurian Naskah Bermotif Politik

Kamis, 27 Maret 2008 | 03:04 WIB

Malang, NU Online
Selama ini terjadi kisruh rakyat Indonesia dengan pemerintah Malaysia soal pengambilan hak cipta beberapa bentuk kesenian, seperti angklung dan reyog. Belakangan juga terkuak terjadinya pencurian naskah melayu yang sudah berlangsung lama di sekitar Riau dan Sumatera Utara.

Belum lama ini beberapa seniman Malaysia datang ke Indonesia dan disambut hangat oleh para seniman Indonesia, bahkan kemudian diadakan penandatanganan kesepakatan kerja sama antar mereka dengan harapan tidak lagi terjadi kisruh antar bangsa soal pencurian warisan budaya. Namun langkah yang diambil para seniman itu, menurut budayawan Agus Sunyoto, sangat naif.<>

Kepada NU Online di Malang, akhir pekan lalu, Agus Sunyoto mengatakan, pencurian naskah tidak semata bersifat budaya, sekedar bagaimana Malaysia mengklaim warisan budaya Indonesia. Tetapi ini sebagai bentuk dari will to power, jalan untuk membangun kekuasaan politik di kawasan Asia Tenggara. Kitab-kitab itu sebagai legitimasi atas ambisi kekuasaan mereka.

Karena hal ini bersifat politik, maka tidak bisa diselesaikan hanya oleh sekelompok seniman yang mengatasnamakan bangsa Indonesia. Seniman Malaysia tidak mampu membendung ambisi kuasa pemerintahnya. Karena itu menurut novelis terkenal itu, Malaysia tidak peduli dengan perejanjian itu, dan akan terus melanggarnya.

“Cara menghadangnya adalah dengan memberikan kesadaran sejarah, bahwa warisan sejaarah itu penting untuk membentuk kepribadian kita, dan sebagai strategi membangun masa depan bangsa. Selama ini oleh kaum modernis sejarah dianggap masa lalu, sementara melihat masa lalu dianggap berjalan ke belakang yang anti kemajuan. Penipuan akademik ini perlu diluruskan,” kata pengasuh pesntren alternatif di Malang itu.

Malaysia melakukan pencurian itu justru karena menyadari tentang pentingnya legitimasi sejarah, sementara kita malah meninggalkannya. Kerakusan Malaysia itu, kata Agus, diwarisi dari Raffles, Gubernur Jernderal Inggris yang banyak sekali mencuri naskah Nusanatara. "Kalau ini dibiarkan kita akan kehilangan sumber sejarah terpenting. Kita harus bayar mahal pada mereka setiap mau meneliti untuk merekonstruksi sejarah."

Dikatakannya, dengan kesadaran sejarah bahwa Nusantara sebagai bangsa yang berkarakter dan berjiwa besar telah terbukti. Bahwa sepanjang sejarah Nusantara tidak pernah dijajah atau menjadi bagian dari raksasa India, Cina atau Siam. Bahkan Negara Nusantara mempunyai kekuatan seimbang dengan mereka, baik secara politik budaya dan militer, termasuk ekonomi.

“Bila kesadaran sejarah ini tumbuh, dan naskah atau kitab yang ditulis para pujanggga atau ulama Nusanatara adalah sebagai penopangnya itu dihargai kembali, maka masyarakat tidak akan menjual dengan harga murah pada petualang Malaysia. Pemerintah mesti bertindak tegas menghadapi mereka itu, agar masa lalu kita tidak lenyap dan masa depan kita lebih terang,” kata mantan Ketua Pengurus Wilayah Ansor Jawa Timur itu. (mdz)


Terkait