Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Hery Haryanto Azumi menyatakan, kaum muda saat ini sudah tak percaya lagi pada kaum tua yang memimpin negeri ini. Karena itu, generasi tua harus segera lengser dari tampuk kepemimpinan dan segera memberikan kesempatan kepada kalangan muda yang potensial untuk memimpin negeri ini.
“Keterlibatan pemuda dalam pengambilan keputusan strategis dalam konteks arah perubahan bangsa masih dalam posisi pinggiran alias pelengkap dan pemanis belaka. Kita siap membangun politik persatuan pemuda. Segera lakukan percepatan alih generasi untuk pemuda,” ungkap Hery dalam refleksi 79 tahun Sumpah Pemuda di Gedung GMNI, Jakarta, Ahad (28/10).<>
Selain Hery, hadir pula dalam acara tersebut Ketua Presidium GMNI Dedy Rachmadi, Ketua PB HMI Fajar Zulkarnaen, Ketua PP GMKI Goklas Nababan, Ketua Umum DPP IMM Amiruddin, Ketua PP PMKRI Tommy, Ketua KMHDI I Wayan Sudane, Ketua PP Hikmahbudhi Eko Nugroho Raharjo.
Menurut Hery, sumpah para pemuda Indonesia terdahulu dalam membangun bangsa harus menjadi prinsip pokok perjuangan bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik. Garis politik persatuan yang tercermin dari sumpah yang dinyatakan pada 28 Oktober 1928 pada hakikatnya adalah sebuah kesadaran bersama atas situasi tata kehidupan kapitalistik, serta belitan feodalisme yang menghambat kemajuan.
Namun, faktanya, lanjut Hery, semangat sumpah pemuda kini telah diselewengkan oleh para pemimpin negeri ini. Buktinya, hingga kini, kapitalisme belum hilang dalam setiap agenda-agenda pembangunan dengan corak neoliberal, pembatasan peran negara dalam mengatur sistem investasi, eksploitasi sumber daya alam serta pengadaan barang dan jasa publik oleh korporasi global.
Hal itu telah menyebabkan ketimpangan struktur sosial di mana jurang kaum melarat dengan kaum berpunya semakin lebar. “Negara yang seharusnya menjadi pelindung segenap tumpah darah rakyatnya, lemah tak berdaya menghadapi desakan-desakan agenda global,” jelasnya.
Situasi tersebut, katanya, diperparah dengan lemahnya kepemimpinan politik saat ini. Belum lagi soal lambannya regenerasi kepemimpinan yang membuat langkah-langkah tokoh muda menjadi sangat terbatas.
”Keengganan memberikan kesempatan serta tidak sepenuh hatinya para generasi terdahulu dalam mendorong akselerasi berkembangnya tunas-tunas bangsa adalah bagian dari ekspresi feodalisme saat ini,” katanya. (rif)