Wawancara

NU Subang Bangkit dari "Ashabul Kahfi"

Selasa, 18 Desember 2012 | 08:01 WIB

NU Subang pernah dijuluki NU “ashabul kahfi”. Maksudnya, tertidur dalam waktu lama. Julukan itu  muncul dari pengurusnya sendiri. Kemudian pada tahun 2008, tampil pengasuh Pesantren At-Tawazun, KH Muasyfiq Amrullah sebagai ketua, setelah digelar konfercab.<>

Program pertama yang dilakukan kiai asal Banten dan santri KH Syukron Ma’mun, tersebut tidak muluk-muluk. Ia hanya mengajak  pengurus untuk bertemu tiap minggu. Digagaslah majelis reboan, majelis tempat bertemu antara syuriyah dan tanfidziyah.

Pada perkembangan selanjutnya, majelis tersebut diikuti banom, lajnah, dan lembaga NU Subang. Bahkan MWC-MWC. Dari majelis reboan ini muncul beragam kegiatan.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Majelis ini sebenarnya tidak serius-serius amat. Memang diformat demikian. Kadang pengurus bermain bulu tangkis, atau main pingpong di aula gedung PCNU Subang yang memang luas. Kadang juga ngaliwet (memasak nasi khas pesantren Sunda). Yang datang pun selalu berganti. Hanya pengurus inti yang istikomah datang.  

Majelis yang hampir berjalan lima tahun tersebut menampakkan hasilnya. Sesuai penilaian pengurus sendiri, NU Subang bangkit.

Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana NU Subang berjalan, berikut perbincangan Abdullah Alawi dari NU Online dengan Ketua PCNU Subang, KH Muasyfiq Amrullah, selepas majelis raboan di kantor PCNU Subang, Rabu, (21/11) lalu.

Bagaimana NU Subang sekarang? Pak Kiai bisa bercerita tentang kegiatan, cita-cita, pesantren atau warga Nahdliyin.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Kegiatan, yang tadinya kata orang-orang, NU Subang itu terpuruk, saya juga tidak mengerti terpuruknya seperti apa, tapi ini penilaian juga seperti itu. ya, kita mencoba bangkit perlahan-lahan. Alhamdulilllah sekarang ini, sudah dianggap sudah bangkit-lah, betapa pun belum samppai puncaknya. Kegiatan-kegiatan yang kita lakukan, di NU itu secara periodik kita lakukan sebulan sekali, itu dengan jalur yaumul ijtima. Yaumul ijtima’ yang kita lakukan itu berbagai macam kegiatan, antara lain misalnya dengan bahsul masail. Bahsul masail ini kita lakukan berpindah-pindah dari satu MWC ke MWC . awal-awal kita lakukan per bulan. Kemudian kita lakukan dua bulan karena faktornya satu dan lain hal.                                                

Dilaksanakan di kantor-kantor MWC?

Tidak. Pokoknya di lingkungan satu MWC. Biasanya di masjid dan pesantren-pesantren. Yang sudah kita lakukan antara lain di pesantren Al-Istiqomah di Cisalak, pesantren Al-Hidayah di Pagaden Barat, di Pantura pesantren Assalafiyah, di SMP NU Gofarona, pesantren At-Tawazun. Sisanya di masjid-masjid.

Biasanya yang dibahas dalam bahsul masail itu apa?

Yang kita bahasa adalah permasalahan-permasalah kemasyarakatan yang langsung dirasakan masyarakat kita. Antara lain di masyarakat NU Subang itu ada semacam kegiatan arisan hajatan yang kata orang ini disebut “andilan”, terus menyangkut banyak TKW. Uang yang dkirimkan ke orang tuanya itu sebenarnya hak siapa? Banyak. Karena saking banyaknya saya lupa.

Itu didokumentasikan?

Insya Allah kita dokumentasikan. Nanti dalam konferensi, kita akan bundel dan akan kita bagikan. Ini lho hasil LBM kita pada masa periode ini. Ada sekitar antara 10 sampai 15 persoalan. Kadang-kadang kita ajukan satu masalah, dalam satu pertemuan itu nggak habis.

Biasanya dihadiri berapa orang?

Minimal dihadiri seratus orang. Pada waktu tertentu, dibarengkan dengan tabligh akbar. Biasanya kita gabungan dengan Muslimat. Biasanya ibu-ibu lebih semarak. Itu mereka yang mendominasi.

Kegiatan gabungan, bisa dihadiri berapa orang?

Insya Allah kalau dihitung, di atas seribu sampai 2000 orang. Antara itu saja, nggak pernah lebih. Cara menghitungnya dengan konsumsi. Ludes ribuan.  Itu kegiatan-kegitan yang kita lakukan. Selain itu, juga latihan-atihan antara lain mengadakan pelatihan kaderisasi dan kepemimpinan. Rencananya akan diadakan lagi. Pelatihan jurnalistik pesantren, pelatihhan kader khotib dan mubaligh, pelatihan perekonomian pemberdayaan umat. Terus pelatihan hukum karena banyak kiai-kiai itu mendapat sumbangan, tiba-tiba dia terkait dengan kasus korupsi. Nah, makanya itu mereka diinformasikan supaya tidak buta hukum. Itu barangkali beberapa kegiatan.

Kemudian juga yang tidak berhenti ini majelis reboan. Reboan merupakan kegiatan rutin kita ada gak ada rapat, pokoknya Rabu kumpul jalan terus. Tujuannya, satu, konsolidasi, informasi dan juga dalam rangka penguatan-penguatan.

Reboan  itu bertemunya antara syuriyah dengan tanfidiziyah atau bagaimana?

Iya Syuriyah –tanfidziyah. Kadang-kadang MWC datang. Mereka tahu, reboan itu ada kita. Kadang-kadang kegitan ringan aja. Kalau tidak ada, ya main bulu tangkis (di kantor PCNU Subang bisa dijadikan lapangan bullu tangkis, kadang-kadang pingpong atau ngaliwet) tapi itu dilaksanakan setelah ada ada obrolan-obrolaln khusus. Kita tidak terlalu serius. Beberapa poin kita bahas.

Faktor apa yang menyebabkan NU Subang bisa melakukan itu?

Di Subang itu, NU mayoritas. Jadi, kegiatan disini tak lepas dari kegiatan ke-NU-an. Dan ketika kegiatan itu jalan sendiri-sendiri, maka tentu mereka membutuhkansemcam imam. Ini barangkali salah satu potensi antara lain adalah kita mempunyai kulutur-kultur ke-NU-an. Sehingga tentunya ada peran imam dibutuhkan. Ibaratnya, mereka itu siap dibakar. Potensinya sudah ada. Butuh pemantiknya saja. Ya imam tadi. Tapi kalau tidak kita pantik, ya tidak akan menyala. Cukup butuh korek, sebatang tentu sudah menyala, tinggal nyalakan pemantiknya saja. Itu barangkali yang menyebabkan kenapa NU Subang bangkit. Bukan hanya sekadar faktor kepemimpinan.

Supaya lebih terasa di masyarakat, ada tidak program yang tidak hanya melulu keagamaan?   

Selama ini, kita belum. Tetapi dalam bidang perekonomian sedang kita rintis; seperti pelatihan pemberdayaan umat yang melibatkan banyak unsur. Bukan hanya dari pihak NU saja. Saya rasa itu berbicara riil, bagaimana mereka mengelola perekonomian. Bagaimana kita membekali mereka berekonomi secara kecil-kecilaan dulu. Ini salah satu kegiatan diluar atau non-keagamaan. Begitu barangkali. Baru itu yang kita lakukan.

Kalau kaderisasi, atau mengenalkan NU kepada anak-anak muda?

Sudah. Melalui Lakpesdam kita mengadakan kaderisasi kepemimpinan. Itu melibatkan tenaga-tenaga muda. Bukan hanya dari MWC-MWC, tapi dari banom-banom khususnya Ansor, ada IPNU, IPPNU. Termasuk di dalamnya PMII. Mereka sangat antusias kalau dilibatkan. Merasa ingin memeriahkan.

Kendala NU di Subang dan bagaimana penaggulangannya?

Di Subang itu ada 3 NU. Ada NU sejati, NU pedati, dan NU merpati.  NU Sejati itu NU yang benar-benar. Ada atau tidak adanya “menyan”, dia tetap bersemangat.

Menyan itu apa?

Bahan bakar hahaha. Semangatnya tetap NU. Meskipun dia jauh, ketika dikontak, ya semangat betul. Betul-betul ruh ikhlasnya demi NU. Betul-betul tanpa pamrih. Yang penting NU itu hidup. Kemudian ada NU yang pedati. Dia itu NU, tapi kalau tidak didorong-dorong nggak mau. Tapi kalau sudah didorong-dorong, sudah keringatan, baru mau. Ada juga NU merpati. Merpati itu akan datang kalau dilempari sesuatu. Itulah dua NU terakhir kendala kita. Jadi, artinya mereka itu semangat ber-NU, kalau ada “syaiun-syaiun”. Masih ada, tapi bukan mayoritas ya.

Kalau dipersenkan, komposisinya bagaimana?

Ya muga-muga 30, 30, 30 lah…hahaha. Itu yang pertama ya, berbicara kendala. Kendala yang kedua NU itu mempunyai sejarah bahwa NU memiliki hubungan “biologis” dengan partai politik. Di satu sisi kita ingin menjalankan khittah sesuai hasil muktamar, tapi disisi lain kita selalu “digoyang” oleh parpol tadi.

Digoyang itu maksudnya?

Dalam artian mereka menarik kita agar kita juga ikut di dalamnya. Meskipun kita sudah bilang bahwa NU netral. Tidak sedikit ada yang marah itu. Tapi dalam sisi lain, kita misalnya, merapat ke salah satu mereka, yang lain membenci kita. Padahal saya secara pribadi dan rekan pengurus, inginnya betul-betul khittah itu dilaksanakan. Karena terus terang, orang NU di Subang ini bermcam-macam partai kan

Kendala yang ketiga, kendala dari segi geografis. Luas Subang ini menyulitkan kita untuk bertemu secara periodik. Ada 30 MWC di ujung utara dan selatan. Sehingga ada saja dari mereka yang malas bertemu. Barangkali ada kendala lain Pak Agus boleh menambahkan.

 Musfik menunjuk Pak Agus Syarifuddin Wakil Ketua PCNU Subang untuk angkat bicara jugaPak Agus tertawa sambil menjawab, “Kalau saya tak ada kendala. Ini kan perjuangan. Kalau ada pun, dinikmati aja,” jawabnya sambil tersenyum.

Kiai Muasyfiq kembali berbicara: Saya juga ingin bercerita pesantren. Pesantren itu itu potensi. Pesantren di Subang itu 99,99 persen itu NU. Artinya sumber kepemimpinan kharismatik itu bisa didapat dari pimpinan-pimpinan pondok. Sosialisasi-sosialisasi kegiatan NU juga melalui pesantren. Ini faktor yang memudahkan. Serta tokoh-tokoh pemuka agama di Subang itu mayoritas NU. Jadi itu berpotensi sekali untuk menggerakkan masyarakat.

Tapi yang tidak kalah pentingnya, kendala itu adalah “mang dana”. Dana itu, kadang-kadang kita punya semangat tinggi, tapi dana itu susah. Tapi itu tidak kendala utama. Sehingga ada beberapa program terhambat persoalan dana.

Untuk menyiasati persoalan-persoalan itu bagaimana?

Saya rasa menyiasati kalau pada 3 NU tadi yang pedati dan merpati, kita mengadakan pendekatan-pendekatan, diberikan pemahaman ABCD, sehingga mereka tumbuh semangat untuk menghidupkan NU. Usaha-usaha semacam itu, saya katakan perlu kontinuitas dan intens. Persoalan yang kedua dengan khusunya keuangan. Kita mencari donatur yang teruji ke-NU-annya. Kemarin-kemarin itu kegiatan Alhamdulillah ditalangi bendahara. Tapi tak hanya dia, tapi rekan-rekan pengurus juga.

Oh ya, kita punya tema atau motto di NU Subang untuk periode kita ini. NU semakin dikenal, dicintai dan dibutuhkan. 

Kalau bicara hubungan, bagaimana hubungan NU dengan pemerintah, ormas lain atau bahkan dengan kalangan nonmuslim?

Hubugan antara NU dan yang lain Alhamdulillah tak ada kendala. Misalnya antara NU dan pemerintah itu saling membutuhkan. Kita butuh mereka, mereka juga butuh kita. Salin tolong-menolong dalam kebaikan dengan mereka. Hubungan simbiosis mutualisme. Dengan ormas-ormas lain juga terjaga hubungan yang baik. Kita pernah misalnya bersatu dan berunjuk rasa dalam menolak Perda miras. Selama ini tidak ada semacam gesekan. Kalau ada pun ada di bawah, itu persoalan amaliyah ubudiyah. Tapi itu bukan faktor organisasinya, tapi faktor amaliyah. Tapi meskipun begitu tetap kita advokasi karena mereka secara kultural mereka beribadah seperti NU. Lalu hubungan dengan Kristen atau dengan agama lain, Ansor pernah berjaga-jaga ketika mereka Natalan. Paling itu aja. (Red: Anam)


Terkait