Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) melakukan penelitian tentang apa yang sebetulnya terjadi pada acara Misa Kudus tahun 2016 lalu di Gereja Santo Yosef Medan. Kabar yang beredar adalah terjadi penyerangan oleh seorang pemuda kepada seorang pastor. Untuk mengetahui apa motif pelaku melakukan itu maka Kemenag mengadakan penelitian mendalam akan kasus tersebut.
Adalah Ivan Armadi Hasugian seorang pemuda yang hendak melukai Pastor Albertus Pandiangan di Gereja Santo Yosef Medan saat acara Misa Kudus dua puluh delapan Agustus tahun lalu itu. Ivan duduk di baris ketujuh. Pada saat pembacaan Kitab Injil, tiba-tiba terdengar letupan dan percik api dari tas Ivan. Lalu kemudian ia maju ke depan dan mengacungkan kapak kepada sang pastor. Namun, sebelum ia beraksi jamaah gereja dengan cepat berhasil mengamankannya.
Meski demikian, sang pastor mengalami luka-luka. Bukan disebabkan oleh Ivan, namun ketika sang pastor berlari ke arah umat –karena Ivan mengacungkan kapak, ia terjatuh dan mengenai sebuah kipas angin besar yang patah dan melukai tangannya. Dengan demikian, cidera yang dialami pastor bukan dikarenakan Ivan sebagaimana berita yang beredar di khalayak umum.
Akan tetapi menarik untuk ditelusuri siapa dan apa motif Ivan sehingga melakukan sesuatu yang membahayakan tersebut. Ivan adalah seorang pemuda yang belum genap berusia delapan belas tahun. Bapaknya Makmur Hasugian adalah seorang pengacara dan ibunya Arista Purba adalah seorang PNS Dinas Kesehatan.
Ia sekolah di SMA 04 Marisda Sipayung. Ia dikenal sebagai orang yang tertutup, introvert, dan tidak suka bergaul sebagaimana teman-temannya. Ia juga tidak mengikuti kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler meski ada kegiatan keagamaan yang diadakan oleh Kerohaniawanan Islam (Rohis).
Dari penuturan tim investigasi Densus 88 AKBP Kombes Wahyu, Ivan dikenal sangat intens ‘memainkan’ gawai pintarnya dan dunia internet. Ini menjadi pintu masuk berubahnya mind-set Ivan dari laiknya anak remaja biasa menjadi radikalis. Tapi Ivan belum menyampaikan apa motifnya melakukan penyerangan di gereja tersebut.
Temuan
Setelah dilakukan beberapa penyelidikan yang mendalam soal penyerangan di Gereja Santo Yosef Medan tersebut, maka Majelis-majelis Agama Sumut dan Kota Medan; Forum Kerukunan Umat Beragama Sumut dan Kota Medan,Kanwil Kemenag; Badan Kesbangpolinmas menyepakati bahwa kasus tersebut tidak ada kaitannya dengan isu Suku Agama Ras dan Antar golongan (SARA) atau bukan masalah keagamaan, tetapi murni tindak pidana kriminal yang menjadi urusan polisi.
Kelompok masyarakat tersebut juga mengajak untuk saling menjaga sarana dan prasarana rumah ibadah di Sumatera Utara, mendukung proses hukum setiap peristiwa yang mengganggu kerukunan umat beragama, serta bersepakat untuk menjaga kondusifitas antar umat beragama dan menolak radikalisme dan terorisme.
Walau sudah disepakati bahwa kasus penyerangan tersebut adalah tindak pidana kriminal yang seharusnya ditangani oleh polisi, namun kemudian kasus ini diserahkan kepada Densus 88. Artinya ada “pergeseran” isu dari kriminalitas biasa menjadi isu terorisme.
Agar kejadian semacam ini tidak terulang kembali maka semuanya –baik pemerintah maupun masyarakat- harus berperan aktif dalam mengawasi setiap gerak-gerik anaknya. Pertama, penyebaran ajaran-ajaran yang berbau SARA, hate speech, pornografi, terorisme dan lainnya di dunia maya harus ditindak tegas oleh pemerintah.
Kedua, Kanwil Kemenag harus proaktif dan peka terhadap maraknya kasus radikalisme di kalangan anak muda. Ketiga, pemerintah dan masyarakat bekerjasama untuk memasifkan kegiatan yang bersifat pencegahan radikalisme dan terorisme serta program deradikalisasi.
Keempat, Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang radikalisme agama dan pengaruh dunia maya dalam hal brain wash. Kelima, pemuka agama juga pro aktif mengkampanyekan bahaya radikalisme dan terorisme. Terakhir, orang tua harus lebih meningkatkan pengawasan terhadap anak-anaknya. (A Muchlishon Rochmat)
Baca Kajian Keagamaan lainnya DI SINI