Balitbang Kemenag

Kiai Bisri Syansuri Menuntut Ilmu

Jumat, 21 September 2018 | 02:45 WIB

Kiai Bisri Syansuri Menuntut Ilmu

Kiai Bisri Sansyuri

Jakarta, NU Online
Dalam buku Khazanah Islam Jawa terbitan Balai Litbang Semarang, dimuat salah satu artikel berjudul Jejak-jejak Perjuangan KH Bisri Syansuri Jombang. Tulisan tersebut hasil penelitian Subhan Ridlo. 

Disebutkan KH Bisri Syansuri lahir pada hari Rabu tanggal 28 Dzulhijjah tahun 1304 H atau 18 September 1886. Dia lahir di Tayu, sebuah ibu kota kecamatan yang letaknya 100 km arah timur laut Semarang, di Jawa Tengah. 

Tayu merupakan pesisir pantai utara Jawa yang memiliki budaya sosial keagamaan yang taat. Sebagai salah satu titik dalam jalur daerah yang penduduknya teguh memegang tradisi keagamaan mereka, yang membentang dari Demak hingga Gresik, Tayu merupakan latar belakang geografis yang sangat mewarnai pandangan hidup Bisri di kemudian hari.

Bisri lahir dari pasangan Abd Shomad dan Mariah. Bisri anak ketiga dari lima bersaudara. Kelima saudara Bisri terdiri atas tiga saudara laki-laki dan dua saudari perempuan. Bisri pada akhirnya ditakdirkan menjadi bagian dari proses sejarah pada pengembangan ajaran agama Islam di pedalaman Jawa Timur. 

Bisri memiliki tradisi keagamaan yang kuat. Ia lahir dari keturunan yang memiliki jalur keululamaan yang jelas di pihak ibunya, dan ia dibesarkan di Lasem, sekitar 90 kilometer sebelah timur Tayu. Keluarganya adalah keluarga yang menurunkan beberapa orang ulama besar dalam beberapa generasi, seperti Kiai Khalil dari Lasem dan kiai Ma’sum serta Kiai Baidawi dari Tayu.

Mencari Ilmu

Setelah enam tahun hidup bersama orang tuanya, pada usia tujuh tahun ia mulai belajar agama, seperti belajar membaca Al-Qur’an pada KH Soleh Tayu. Ia juga belajar pada KH Abd Salam Tayu, seorang ahli dan hafal Al-Qur’an dan juga ahli dalam bidang fiqih. Atas bimbingannya ia belajar ilmu nahwu, saraf, fiqih, tasawuf, tafsir, hadits. KH Abd Salam dikenal sebagai tokoh yang disiplin dalam menjalankan aturan-aturan agama. Tak heran jika kemudian hari sifat selalu berpegang pada aturan agama secara tuntas menjadi salah satu tanda pengenal kepribadian Bisri yang khas. 

Gemblengan yang diterimanya dari Kiai Abd Salam di masa anak-anak sampai menginjak masa remaja ternyata sangat membekas, dan sangat menentukan corak kepribadian yang berkembang dalam dirinya di kemudian hari. Sehingga, sikap dan ketokohannya sangat membekas pada diri KH. Bisri Syansuri di kemudian hari.

Pada usia sekitar 15 tahun, ia mencoba mencari ilmu agama di luar tempat kelahirannya, Tayu. Atas izin dan dukungan orang tuanya ia belajar ilmu agama pada kedua tokoh agama yag terkenal pada waktu itu yaitu KH. Kholil Kasingan Rembang (Wafat: 1358/1939) dan KH. Syu’aib Sarang Lasem. Hanya saja belajar yang dilakukannya hanya pada bulan puasa selama satu bulan.

Selain di Rembang, KH Bisri Syansuri melanjutkan pendidikan di pesantren Demangan Bangkalan. Ia berguru pada KH Kholil, seorang ulama besar, guru dari semua kiai yang ada di Jawa pada masanya. KH Kholil di kenal sebagai wali Allah karena ia mempunyai keistimewaan yang bersifat supranatural. Ia dianggap kiai yang dapat menguasai antara fiqih dan tariqat (fiqih dan tasawuf). Karena itulah KH Bisri tertarik belajar kepadanya. 

Selain berguru ilmu agama kepada KH Kholil Bangkalan, ia juga bertemu dengan KH Wahab Hasbullah, seorang santri asal Tambak Beras Jombang yang kemudian menjadi teman karib dalam menyebarkan agama Islam baik melalui partai maupun lembaga keagamaan. Selain menjadi teman karib dalam perjuangan ia juga menjadi kakak ipar, karean KH Bisri Syansuri dinikahkan dengan adik perempuan KH Wahab Hasbullah.

Selain itu, KH Bisri Syansuri juga berguru kepada KH Hasyim Asy’ari di Tebuireng Jombang pada tahun 1906. Kemudian ia pun pindah ke Pondok Pesantren Tebuireng dari Bangkalan atas ajakan teman karibnya, KH Wahab Hasbullah. Tak hanya itu, karena KH Hasyim ‘Asy’ari dipandang sebagai ulama yang mendalam ilmunya, ia mendapat gelar Hadratus Syekh.

Di Pondok Tebuireng selama enam tahun, ia belajar tentang fiqih, tauhid, tafsir, hadits dan lain-lain. Lamanya ditempat itu menjadikan hubungan antara murid dan guru semakin erat. Hubungan antara dia dengan Wahab Hasbullah semakin erat karena telah lama menemaninya, sejak sama-sama berada di Bangkalan.

Di Pondok Pesantren Tebuireng dia juga belajar bersama santri lain, seperti Abd Manaf dari Kediri, As’ad dari Situbondo, Ahmad Baidowi dari Banyumas, Abd Karim dari Gresik, Nahrowi dari Malang, Abbas dari Jember, Ma’shum dari Maskumambang Sedayu. Santri-santri Pesantren Tebuireng seangkatan KH Bisri Syansuri menjadi kiai-kiai yang tangguh dalam ilmu fiqih dan menjadi rujukan dalam mengambil keputusan hukum fiqih. Mereka hampir seluruhnya mempunyai pesantren di Pulau Jawa. 

Sebagaimana dikutip oleh Masyhuri bahwa menurut KH Syukri Ghazali, ketua umum MUI, mereka adalah generasi paling baik yang dididik Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari di Tebuireng selama hampir setengah abad lamanya.

Selama enam tahun di Tebuireng, KH Bisri Syansuri mendapatkan ijazah dari gurunya untuk mengajarkan kitab-kitab agama yang populer di dalam literatur pesantren. Di pesantren Tebuireng ia menonjol sekali dalam penguasaan ilmu agama, terutama dalam pendalaman pokok-pokok hukum fiqih, sehingga dia sangat terkenal dikemudian hari.

Menurut KH Abdul Aziz, dia termasuk orang yang cerdas. Suatu ketika pada waktu pergi bersamanya, KH Abdul Aziz bertanya tentang soal hukum haji, lalu ia menunjukan kitab dan juga hafal halamannya. Ketika dicek oleh KH Abd Aziz ternyata benar sebagaimana yang ditunjukkan oleh dia KH. Bisri Syansuri (Wawancara, tanggal 7 September 2013).

Setelah selesai pendidikan enam tahun di Pesantren Tebuireng, KH Bisri melanjutkan pendidikan ke Makkah beserta sahabat karibnya, KH Wahab Hasbullah. Ia belajar di Makkah dari tahun 1911 sampai tahun 1914 M. Selama di Makkah ia belajar pada ulama terkenal, yaitu Syekh M Bakir, Syekh M Sa’id al-Yamani, Syekh Umar Bajened, Syekh M Sholeh Bafadhol, Syekh Jamal al-Maliki, Syekh Abdullah, Syekh Ibrahim al-Madni, dan lain-lain.

Ia juga berguru kepada guru dari Hadratus Syeh Hasyim Asy’ari seperti Syekh Ahmad Khotib Padang (Wafat 1334/1915), Syekh Syu’aib Doghestani, dan Kiai Mahfud Termasi dari Pacitan (wafat 1338/1919). (Kendi Setiawan)