Balitbang Kemenag

Meluruskan Sejarah Kesultanan Demak

Rabu, 10 November 2021 | 22:00 WIB

Meluruskan Sejarah Kesultanan Demak

Salah satu peninggalan Kerajaan Demak di Jawa Tengah. (Foto: gurupendidikan.co.id)

Peneliti pada Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Ali Romdhoni dalam policy paper dari penelitian berjudul Silsilah Raja-raja Kesultanan Demak dalam Kitab Ulama Nusantara mengungkapkan selama ini informasi tentang silsilah raja-raja Kesultanan Demak berasal dari historiografi Jawa. Kemudian tersiar di masyarakat melalui cerita lisan, pertunjukkan kesenian rakyat seperti seni kethoprak, ludruk, dan pertunjukan sandiwara. 


Ali Romdhoni menyebutkan, berdasarkan sumber babad, serat, dan pemahaman masyarakat umum, Kesultanan Demak Bintara didirikan oleh Raden Fatah dengan dukungan para dewan wali (Walisongo) di Pulau Jawa. Hingga di sini tersiar kabar, suksesi raja pada masa Sultan Trenggana diwarnai intrik politik yang berujung pada konflik saling-bunuh di antara kerabat istana. Pangeran Trenggana memiliki pesaing, Raden Kikin atau Seda Lepen. Maka, untuk membantu sang ayah naik tahta, Mukmin muda menyingkirkan pamannya.

 

Selain itu disebutkan Ali, babad dan serat yang diproduksi oleh istana kerajaan menjadi sumber sejarah Jawa-Nusantara yang hampir tidak memiliki data perbandingan. Ini pula yang diakui oleh Denys Lombard dalam karyanya yang berjudul Nusa Jawa: Silang Budaya, bahwa sumber-sumber tentang Kesultanan Demak masih perlu terus digali. 
 

Dalam penelusuran Ali, para ulama dan kaum santri juga telah melahirkan karya sejarah yang merekam peristiwa di masa lalu. Sayangnya, keberadaan karya ini masih belum diketahui khalayak. "Di antara literatur karya para ulama Nusantara yang menyuguhkan detail silsilah pendiri Kesultanan Demak adalah Tarikh al-Auliya: Tarikh Wali Sanga (1372 H) karya Kiai Bisyri Musthofa Rembang, kitab Ahla alMusamarah fi Hikayat al-Auliya’ al-Asyrah (1420 H) karya Kiai Abu al-Fadhal Tuban, dan manuskrip Syeh Anom," tulis Ali Romdhoni.

 
Kritik terhadap Narasi Sejarah Demak 
Menurut Ali dalam penelitian yang dilakukannya tahun 2020, narasi sejarah masa lalu mengabaikan nalar dan pengetahuan para pelaku (pemilik sejarah). Di sana ada hal-hal yang tidak elok dalam penggambaran kehidupan para tokoh di masa lalu. Kesultanan Demak Bintara berdiri di bawah pengarahan dewan wali yang memegangi tata nilai. Di antara mereka terdapat ikatan untuk saling menghargai dan welas asih, antara guru dan murid, antara orang tua dan anak.

 

"Dalam konteks ini, setiap kebijakan, apalagi yang menyangkut persoalan rakyat akan melalui nasihat dan fatwa dewan wali," sebut peneliti.
 

Kesultanan Demak Bintara merupakan kelanjutan dari dinasti Majapahit. Raden Fatah memiliki garis keturunan langsung (nasab) dari raja-raja Majapahit. Karena dorongan dan pengarahan dari para guru spiritual (wali) serta dukungan dari raja Brawijaya, ayahandanya sendiri, Fatah kemudian menapaki jalan panjang hingga menjadi seorang sultan di Tanah Jawa.
 

Sisa-sisa pekerjaan rumah Majapahit akan diwarsikan pada Demak Bintara. Masih ditambah dengan tantangan baru yang harus dihadapi Kerajaan Demak, yaitu kedatangan orang asing yang ingin menguasai kekayaan bumi Nusantara. Selain itu, Demak Bintara memiliki tugas yang tidak ringan yaitu menata, membenahi, dan mempertahankan wilayahnya. Butuh strategi jitu dan kerja keras untuk semua itu. Faktanya, serdadu Portugis tidak pernah benar-benar menyentuh benteng pertahanan istana Demak. 
 

Anggapan sementara pihak yang meyakini Raden Fatah memiliki ambisi untuk menjadi seorang raja, bahkan sampai memerangi orang tuanya sendiri perlu dikoreksi. Apalagi jika memperhatikan ajaran di lingkungan kaum santri tradisional—mereka umumnya memiliki ketaatan yang tinggi kepada guru, dan melawan penguasa yang sah adalah terlarang—rasanya mustahil terjadi peperangan antara Fatah dengan ayahnya sendiri. 

Penulis: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori