Balitbang Kemenag

Pelibatan Pengetahuan Pelaku Diperlukan untuk Meluruskan Sejarah

Sabtu, 13 November 2021 | 20:00 WIB

Pelibatan Pengetahuan Pelaku Diperlukan untuk Meluruskan Sejarah

Salah satu bukti Kesultanan Demak berupa Masjid Demak (Foto: krjogja.com)

Penelitian berjudul Silsilah Raja-raja Kesultanan Demak dalam Kitab Ulama Nusantara oleh Ali Romdhoni merekomendasikan agar masyarakat dan pihak-pihak yang berkaitan menggali sejarah bangsa dengan melibatkan pengetahuan pelaku. Selain itu, Indonesia melacak keberadaan sumber-sumber berupa manuskrip Nusantara yang masih tersisa di tengah masyarakat kita.​

 

Hal itu berdasarkan temuan peneliti kaum santri (ulama di Nusantara) memiliki catatan urutan silsilah para raja Kesultanan Demak Bintara. Menurut penelitian yang merupakan bagian dari penelitian Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI tahun 2021, urutan nama-nama tokoh berbeda dengan pemberitaan di dalam kitab Babad Tanah Djawi dan juga cerita yang berbedar di sebagian masyarakat.

 

"Narasi silsilah para raja Kesultanan Demak yang dimiliki kaum santri berpengaruh terhadap bangunan sejarah Islam pada konteks waktu kala itu. Kondisi ini menjadi peluang bagi kemungkinan untuk meninjau-ulang bangunan (narasi) sejarah Kesultanan Demak yang beredar," ungkap peneliti dalam policy paper penelitiannya.

 

Ke depan, menurut peneliti, tinjauan ulang bangunan narasi sejarah berpeluang untuk mengkritisi dan menarasikan kembali sejarah yang ada. Hal ini juga bisa berlaku dalam lembaran sejarah pada masa-masa sebelum atau sesudah masa pemerintahan Kesultanan Demak Bintara.


Dalam penelitian tersebut, Ali Romdhoni menyebutkan, berdasarkan sumber babad, serat, dan pemahaman masyarakat umum, Kesultanan Demak Bintara didirikan oleh Raden Fatah dengan dukungan para dewan wali (Walisongo) di Pulau Jawa. Hingga di sini tersiar kabar, suksesi raja pada masa Sultan Trenggana diwarnai intrik politik yang berujung pada konflik saling-bunuh di antara kerabat istana. Pangeran Trenggana memiliki pesaing, Raden Kikin atau Seda Lepen. Maka, untuk membantu sang ayah naik tahta, Mukmin muda menyingkirkan pamannya.

 

Selain itu disebutkan, babad dan serat yang diproduksi oleh istana kerajaan menjadi sumber sejarah Jawa-Nusantara yang hampir tidak memiliki data perbandingan. Ini pula yang diakui oleh Denys Lombard dalam karyanya yang berjudul Nusa Jawa: Silang Budaya, bahwa sumber-sumber tentang Kesultanan Demak masih perlu terus digali. 
 

Dalam penelusuran Ali, para ulama dan kaum santri juga telah melahirkan karya sejarah yang merekam peristiwa di masa lalu. Sayangnya, keberadaan karya ini masih belum diketahui khalayak. "Di antara literatur karya para ulama Nusantara yang menyuguhkan detail silsilah pendiri Kesultanan Demak adalah Tarikh al-Auliya: Tarikh Wali Sanga (1372 H) karya Kiai Bisyri Musthofa Rembang, kitab Ahla alMusamarah fi Hikayat al-Auliya’ al-Asyrah (1420 H) karya Kiai Abu al-Fadhal Tuban, dan manuskrip Syeh Anom," tulis Ali Romdhoni.

 

Menurut Ali, narasi sejarah masa lalu mengabaikan nalar dan pengetahuan para pelaku (pemilik sejarah). Di sana ada hal-hal yang tidak elok dalam penggambaran kehidupan para tokoh di masa lalu. Kesultanan Demak Bintara berdiri di bawah pengarahan dewan wali yang memegangi tata nilai. Di antara mereka terdapat ikatan untuk saling menghargai dan welas asih, antara guru dan murid, antara orang tua dan anak.

 

"Dalam konteks ini, setiap kebijakan, apalagi yang menyangkut persoalan rakyat akan melalui nasihat dan fatwa dewan wali," sebut peneliti.


Penulis: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori