Minat masyarakat untuk memahami Al-Qur’an melalui Al-Qur’an dan Terjemahnya semakin meningkat dari waktu ke waktu. Berbagai kajian, kritik konstruktif, dan saran terhadap terjemahan Al-Qur’an dilakukan oleh masyarakat. Hal tersebut disikapi dengan arif oleh Kementerian Agama dengan membentuk tim penyempurnaan terjemahan Al-Qur’an pada tahun 1998. Tim ini bekerja dengan baik sehingga menghasilkan naskah “Al-Qur’an dan Terjemahnya Edisi Tahun 2002”.
Perbaikan dan penyempurnaan terjemahan Al-Qur’an yang dilakukan selama lima tahun bersifat menyeluruh, meliputi aspek-aspek bahasa, konsistensi penerjemahan, dan transliterasi. Di samping itu, Mukadimah dan catatan kaki diminimalisasi, sehingga jumlah halaman berkurang jauh, dari 1294 halaman (dengan 1610 catatan kaki dan 172 halaman Mukadimah), dalam edisi 2002 menjadi 924 halaman (dengan 930 catatan kaki dan mukadimah dihilangkan). Terjemahan Edisi 2002 juga menghilangkan judul-judul kecil kelompok ayat yang ada pada edisi terjemahan sebelumnya.
Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Ulama Al-Qur'an yang diselenggarakan pada tanggal 18-21 Agustus 2015 yang dihadiri oleh beberapa ulama dari berbagai kelompok dan organisasi Islam juga merekomendasikan agar Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an (LPMQ) Kementerian Agama melakukan penyempurnaan dan perbaikan terhadap terjemahan Al-Qur'an Kementerian Agama.
Forum tersebut memberikan catatan bahwa beberapa isi Terjemahan Al-Qur’an yang pada beberapa surat atau ayat dianggap kurang sesuai dengan makna sebenarnya, mengandung bias, tidak mudah dipahami, dan lainnya.
Berdasarkan rekomendasi Mukernas Ulama Al-Qur'an 2015 itu, tim LPMQ mulai tahun 2016 melakukan revisi ketiga terhadap terjemahan Al-Qur’an Kementerian Agama setelah tahun 1989 dan 2002.
Setidaknya, ada empat aspek yang menjadi fokus revisi, yaitu aspek bahasa mengingat penggunaan istilah yang tidak lagi sesuai dengan zamannya, aspek konsistensi guna merevisi konsistensi penggunaan kalimat atau lafaz pada lafaz atau ayat tertentu, aspek substansi mengingat kaitan makna dan kandungan ayatnya, dan aspek format sistematika penyusunan yang bertujuan untuk melihat data tambahan atau pelengkap yang bisa dimasukkan dalam sistematika isi seperti glosari, sejarah Al-Qur’an, ulumul qur’an, penjelasan setiap perpindahan antara satu Surah ke Surah yang lain, dan lain sebagainya.
Perlunya Revisi Diperkuat Hasil Konsultasi
Perlunya ada revisi perbaikan terhadap terjemahan Al-Qur’an edisi 2002 juga diperkuat dari hasil konsultasi publik yang dilakukan oleh pihak LPMQ selama 2016 dan 2017 di Jakarta, Yogyakarta, Rembang, dan Bukittinggi.
Hasil konsultasi publik tersebut menegaskan bahwa masih adanya beberapa masalah terkait terjemahan Al-Qur’an Kementerian Agama yang di antaranya tidak sensitif gender atau sangat bias gender, penggunaan diksi yang tidak tepat, serta metodologi penerjemahan yang masih dianggap rancu.
Alasan lainnya secara sistematika dan penulisan kalimat yang digunakan, Al-Qur’an dan terjemahan masih belum sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar karena adanya beda struktur bahasa Arab dengan bahasa Indonesia. Dari sisi penggunaan kata, perlu dicarikan padanan kata yang lebih mendekati makna yang dimaksud.
Urgensi penelitian ini untuk menjaring opini dan masukan dari masyarakat terkait revisi ketiga penyusunan terjemahan Al-Qur’an Kementerian Agama. Penelitian sikap dan pandangan masyarakat terhadap penggunaan terjemahan Al-Qur’an diharapkan bisa memberikan kontribusi positif terhadap tim LPMQ dalam menyusun revisi ketiga terjemahan Al-Qur’an.
Hasil Penelitian
Penelitian yang melibatkan 450 responden itu menemukan bahwa umat Islam Indonesia relatif sudah banyak yang mengenal terjemahan Al-Qur’an yang disusun oleh Kementerian Agama dengan ciri-ciri tertentu. Mereka juga mengenal terjemahan Al-Qur’an yang diterbitkan dan ditulis oleh pihak non-Kementerian Agama.
Untuk masyarakat umum, terjemahan Al-Qur’an Kementerian Agama relatif sering dijadikan rujukan dalam kegiatan keagamaan. Revisi terjemahan Al-Qur’an oleh Kementerian Agama tidak banyak diketahui umat muslim, hanya sebagian kalangan saja yang memahaminya. Keberadaan terjemahan Al-Qur’an juga dianggap sangat penting bagi umat Islam dalam rangka mempelajari ajaran Islam.
Penelitian yang dilakukan di sembilan kota besar di sembilan provinsi itu merumuskan bahwa masyarakat secara umum bisa 'memahami' makna dan isi terjemahan Al-Qur’an. Masyarakat bawah dan berpendidikan menengah ke bawah tidak terlalu banyak yang mengkritisi isi terjemahan versi Kementerian Agama. Tapi bagi sebagian lain, khususnya para tokoh agama dan kalangan terpelajar, masih ada yang mempertanyakan kebenaran makna dan isi terjemahan.
Keberadaan catatan kaki, daftar pustaka, penjelas surat, dan suplemen kelengkapan isi terjemahan seperti ulumul Qur’an, sejarah Al-Qur’an, arti surah, transliterasi, sub judul, tema dan kelompok ayat dianggap sangat penting dan membantu masyarakat dalam memahami Al-Qur’an, sehingga dirasa perlu tetap dipertahankan.
Di samping itu, secara umum, masyarakat terpelajar bisa membedakan bahwa terjemahan Al-Qur’an bukan Al-Qur’an itu sendiri. Sementara masyarakat biasa masih belum bisa membedakan antara terjemahan Al-Qur’an dan Al-Qur’an itu sendiri. Beberapa ayat yang dianggap kontroversial, seperti persoalan kepemimpinan non-muslim, relasi umat Islam dengan non-Islam, persoalan gender, masyarakat di tingkat bawah sangat meyakini kebenaran terjemahan Al-Qur’an versi Kementerian Agama. Sementara kalangan lainnya meminta agar terjemahan Kementerian Agama dilakukan oleh mereka sesuai disiplin keilmuan. Mereka berharap tim penerjemah Kementerian Agama dari berbagai multi disiplin keilmuan.
Rekomendasi
Dari penelitian ini, dalam rangka perbaikan terjemahan Al-Qur’an, LPMQ Kementerian Agama perlu melakukan sosialisasi mengenai keperluan perbaikan terjemah Al-Qur’an kepada masyarakat luas, secara sistematis dan komprehensif dengan melibatkan berbagai pihak. Sosialisasi penting dilakukan sebagai pra-kondisi untuk mendapatkan berbagai masukan dan legitimasi bagi penting dan perlunya revisi terjemahan Al-Qur’an, sehingga Kementerian Agama dapat menghasilkan terjemahan Al-Qur’an yang komprehensif dalam rangka menjawab kebutuhan masyarakat terhadap terjemahan Al-Qur’an.
Kedua, konten, struktur, sistematika dan kelengkapan isi terjemahan meliputi ulumul Qur’an, sejarah Al-Qur’an, transliterasi, makna surat, dan glosari, tetap dibutuhkan dan diperlukan oleh pembaca. Karenanya, keberadaannya perlu dipertahankan dalam revisi terjemahan Al-Qur’an berikutnya.
Ketiga, LPMQ juga perlu melakukan kajian dengan banyak pihak secara mendalam dan instensif mengenai beberapa tema ayat-ayat Al-Qur’an secara lintas disiplin keilmuan dan mendudukkannya dengan kehidupan bernegara. Hal itu bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif dan konstekstual sehingga bisa dirumuskan dalam terjemahan ayat-ayat Al-Qur’an untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat secara benar dan mendalam. (Syakir NF/Kendi Setiawan)