Perlu Kebijakan Afirmasi agar Moderasi Beragama Menjadi Komitmen Siswa
Sabtu, 13 November 2021 | 00:45 WIB
Kendi Setiawan
Penulis
Penelitian berjudul Pengembangan Moderasi Beragama Berbasis Kurikulum ISRA oleh Toto Suharto pada tahun 2020 merekomendasikan beberapa hal. Pertama, penelitian yang termasuk riset pengembangan tersebut sudah berhasil melahirkan produk hipotetik berupa buku Moderasi Beragama Berbasis Kurikulum ISRA (Islam Rahmatan lil Alamin).
"Namun, untuk melihat efektivitas produk ini, masih perlu dilakukan riset lanjutan berupa uji evaluasi secara luas atas produk hipotetik ini tentang bagaimana penggunaannya di madrasah-madrasah di Indonesia, sehingga betul-betul melahirkan model final sebagai produk riset pengembangan,” tulis peneliti dalam laporan hasil penelitian yang merupakan bagian dari penelitian Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.
Kedua, lanjut peneliti, Kementerian Agama untuk periode 2020-2024 perlu mengambil langkah kebijakan strategis dengan merancang Moderasi Beragama sebagai sebuah karakter. Hal itu karena Kemenag mempunyai konsen pada pencapaian visi “masyarakat yang moderat”.
Peneliti mengungkapkan, mengikuti kerangka dari Thomas Lickona, sebuah karakter dapat dibentuk melalu tiga tahapan (knowing, feeling, dan behavior), yaitu bermula dari pengetahuan tentang kebaikan (moral khowing), lalu menimbulkan komitmen terhadap kebaikan (moral feeling), dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan (moral behavior).
Karakter Moderasi Beragama tidak cukup diwujudkan secara sambil lalu dengan hanya memberikan pengetahuan (moral knowing) kepada siswa madrasah secara ekstrakurikuler.
Karenanya, perlu kebijakan afirmatif terkait bagaimana Moderasi Beragama ini menjadi komitmen siswa (moral feeling) dan kemudian menjadi perilakunya (moral behavior) dalam berbangsa dan bernegara.
Ketiga, sebelum kebijakan afirmasi Moderasi Beragama itu dikeluarkan, perlu kajian mendalam tentang bagaimana proses Moderasi Beragama ini menjadi moral feeling dan moral behavior, sehingga lembaga pendidikan Islam (madrasah, pesantren, dan PAI di sekolah), baik pendidik ataupun peserta didiknya, memiliki komitmen kebangsaan dalam rangka mencapai visi “masyarakat yang moderat” dari Kemenag.
Penelitian tersebut dilakukan di Solo Raya Jawa Tengah, khususnya Kabupaten Sukoharjo, dengan kasus beberapa madrasah swasta. Madrasah-madrasah swasta ini dibuat kategorisasi berdasarkan ideologi pendidikan yang menjadi kecenderungannya yaitu ideologi NU, ideologi Muhammadiyah, ideologi untuk semua golongan, dan ideologi Salafi-Wahabi.
Menurut penelitian, keempat ideologi pendidikan ini dijadikan dasar ketegorisasi, dengan pertimbangan karena ketiganya dipandang sebagai ideologi pendidikan yang umumnya dipegangi madrasah swasta, dan memiliki jumlah lembaga pendidikan Islam terbanyak di Indonesia.
Dengan kategori ini, penelitian dilakukan terhadap empat madrasah swasta terbesar di Sukoharjo (baik tingkat MTs ataupun MA), yang sebagian besar peserta didiknya tinggal di pesantren.
Penulis: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 4 Maksiat Hati yang Bisa Hapus Pahala Amal Ibadah
2
Khutbah Jumat: Jangan Golput, Ayo Gunakan Hak Pilih dalam Pilkada!
3
Poligami Nabi Muhammad yang Sering Disalahpahami
4
Peserta Konferensi Internasional Humanitarian Islam Disambut Barongsai di Klenteng Sam Poo Kong Semarang
5
Kunjungi Masjid Menara Kudus, Akademisi Internasional Saksikan Akulturasi Islam dan Budaya Lokal
6
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Bahaya Arak keur Kahirupan Manusa
Terkini
Lihat Semua