Balitbang Kemenag

Sembilan Kasus Buku Teks Pendidikan Keagamaan

Ahad, 21 Oktober 2018 | 00:30 WIB

Sembilan Kasus Buku Teks Pendidikan Keagamaan

'Anak Islam Suka Membaca' salah satu buku yang bernuansa radikalisme.

Pada 17 Oktober 2018 yang lalu, Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Balitbang Diklat Kemenag menyelenggarakan Seminar Penilaian Buku Pendidikan Agama dan Keagamaan untuk Memperkuat Moderasi Agama. Dalam seminar yang berlangsung di Denpasar, Bali, ini, Kepala Badan (Kaban) Litbang Diklat Kemenag H Abdurrahman Mas'ud, memaparkan sejumlah kasus buku teks keagamaan.

Jurnalis Musthofa Asrori menuliskan dalam seminar tersebut disampaikan, terdapat sembilan kasus buku teks pendidikan keagamaan yang ditemukan sejak beberapa waktu lalu dan menimbulkan keresahan di masyarakat. Buku-buku tersebut dipandang bermasalah dari sisi konten. Sebab, sebagian besar menjadi bahan bacaan siswa di sekolah dan madrasah.

Kasus pertama, sejak 2007, Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama telah mengeluarkan SK No. DJJ/222/A/Tahun 2007 tentang penetapan buku ajar dan referensi untuk RA/BA, MI, MTs, MA dan PAI. Akan tetapi, tahun 2010 tetap beredar buku PAI SD di Kota Banjar yang tidak lulus uji kelayakan dari Kemenag.

Kedua, di Sragen, Jawa Tengah muncul kasus buku panduan kegiatan Ramadhan untuk siswa MI, tepatnya penjelasan halaman 13 huruf H nomor 8 yang dinilai menyudutkan praktik ibadah salat tarawih 20 rakaat. Buku panduan yang belum layak cetak itu langsung dicetak lantas diedarkan ke siswa MI se-Kabupaten Sragen. Selain persoalan hadits, kekeliruan juga terdapat pada penulisan huruf Arab yang kurang sempurna.

Ketiga, heboh kasus buku PAI yang memuat ilustrasi Nabi Muhammad SAW di Yogyakarta pada 2012. Dirjen Pendidikan Islam Kemenag mengeluarkan surat edaran sehingga Kanwil Kemenag DIY menarik puluhan buku PAI yang memuat ilustrasi Rasulullah ini. Sekjen Kemenag waktu itu, Bahrul Hayat, menegaskan bahwa stempel Direktorat Pendidikan Agama Islam pada buku itu palsu dan sudah sering terjadi.

Keempat, awal 2015 bermunculan kembali kasus buku PAI bermasalah di beberapa daerah. Misalnya, materi radikalisme ‘boleh membunuh orang lain yang menyembah selain Allah’ dalam buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti kelas XI SMA/MA/SMK/MAK, halaman 170 terbitan Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) Balitbang Kemendikbud pada 2014.

Kekeliruan ini kemudian ini disalin utuh di halaman 78 buku Kumpulan Lembar Kerja Peserta Didik (KLKPD) PAI Kelas XI SMA yang disusun tim Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) PAI, Jombang, Jatim.

Kelima, di lingkungan Kemenag, muncul kasus buku Sejarah Kebudayaan Islam untuk Semester Genap Siswa Kelas X Madrasah Aliyah, terbitan Rahma Media Pustaka. Buku yang digunakan oleh MAN 3 di Kota Jambi itu memuat silsilah keluarga salah satu Khulafaur Rasyidin, Umar bin Khattab yang bergambar babi. Gambar itu termuat pada halaman 12 lembar kerja siswa (LKS).

Keenam, pada 2016, Dinas Pendidikan Pemkab. Padanglawas Utara, Sumut bersama penerbit Grafindo Media Pratama menarik peredaran buku PAI Kelas V SD. Pada halaman 86 buku yang disusun Fauzi Abdul Ghofur dan Masyhudi tersebut Nabi Muhammad SAW ditempatkan pada urutan ke-13 dalam urutan nama Rasul, sementara urutan terakhir adalah Isa AS.

Ketujuh, beredar buku berjudul Anak Islam Suka Membaca, diterbitkan Pustaka Amanah, Solo, Jateng yang ditulis Nurani Musta'in (mulai terbit 1999 dan cetakan kelima Juli 2006). Buku tersebut antara lain berisi kata-kata yang bernuansa radikalisme seperti bom jihad, granat, dan ada juga caci-maki. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Makassar langsung melakukan sidak antara lain ke Sekolah Yayasan TK Pertiwi, Makassar. Ternyata buku tersebut terbit sejak 22 Januari 2016.

Kedelapan, pada 2017, heboh buku yang menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Buku Ilmu Pengetahuan Sosial ini ditulis oleh I. S. Sadiman dan Shenny Amalia, diterbitkan oleh Yudhistira Ghalia Indonesia (YGI). Menurut penulis, buku tersebut disusun berdasarkan Kurikulum 2006 dan terbit dari tahun ke tahun tanpa menimbulkan polemik.

“Buku ini merujuk pada data World Population Data Sheet 2010 yang hanya menampilkan data kependudukan Israel. Tidak ada keterangan yang mencantumkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Munculnya pemberitaan soal Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, berakibat pada penarikan semua buku yang diterbitkan YGI tersebut,” terangnya.

Kesembilan, adalah buku berjudul Agenda Ramadhan: Pembinaan Budi Pekerti Serta Sikap Religius&Sosial, pengarang Tim Kreatif KKG PAI, penerbit KKG PAI (Kelompok Kerja Guru Pendidikan Agama Islam), Bekasi, terbit pada 2017.

Kaban berharap, lahirnya UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan dan PMA Nomor 9 Tahun 2018 tentang Buku Pendidikan Agama bisa memperkecil kesalahan di dunia perbukuan, khususnya buku teks agama dan keagamaan. Kaban berpesan, para peneliti Puslitbang LKKMO fokus terhadap konten buku-buku keagamaan. Ibarat kapal, agar tidak tenggelam, maka pastikan tidak ada air yang masuk ke kapal.

Ada kutipan inspiratif, Ships don't sink because of the water around them. Ships sink because of the water that gets in them. Don't let what's happening around you get inside you and weigh you down. Kapal tenggelam bukan karena air di sekitarnya. Kapal tenggelam karena air yang memasukinya. Jangan biarkan apa yang di sekitar anda memasuki (memengaruhi) Anda dan membuat Anda tenggelam (terpuruk). (Kendi Setiawan)