“Uang satu juta rupiah
tidak akan menjadi satu juta
jika kurang seratus rupiah”
“Mengapa anda gelisah?” kata Sartono ketika melihat Sarkadi mondar-mandir di depan teras kontrakannya.
“Ane lupa kalau sekarang ada kuliah, No,” jawab Sarkadi.
“Lantas apa hubungannya kuliah dengan mondar-mandir, Di?” tanyanya kembali.
“Begini, No. Ane lupa naruh kunci motor ane. Kayaknya tadi malem jatuh disini. Lah kalau sudah gitu kan ane nggak bisa kuliah,No.”
“Kalau memang anda tahu kalau tadi malem jatuh, mengapa anda tidak mengambilnya tadi malam, di?”
“Ane kira itu tidak mungkin hilang, No. Makanya ane biarin.”
“Wah, anda terlalu meremehkan suatu hal yang kecil, Di.”
Pagi bukanlah sebuah pagi jika tidak ada percekcokan antara Sarkamon dan kawan-kawan. Entah mengapa, selalu saja ada masalah setiap pagi. Mungkin ini menandakan bahwa pagi adalah awal dari sebuah masalah yang kan terpecahkan pada malam harinya. Mungkin.
Pada pagi itu, tidak didapati sepasang mata dari Sarkamon. Dia sibuk ngutek laptopnya yang masih error. Software antivirus yang ada di dalamnya ter-uninstall. Itu terjadi gara-gara Sartono meminjamnya untuk men-download sebuah game. Kalau manusia biasa, pasti kebanyakan nggrundel ketika sesuatu yang dimilikinya dirusakkan oleh temannya. Tapi sarkamon tidak. Dia tidak ingin masalah yang sepele seperti itu dijadikan sebagai cara untuk merusak pertemanan.
“Ane harus bagaimana ini, No?” tanya Sarkadi melanjutkan pembicaraan.
“Anda cari sampai ketemu, Di! Saya tidak bisa meminjamkan motor saya kepada anda. Saya akan mengikuti seminar di luar kampus hari ini,” kata Sartono.
“Khalash, No! Nggak ketemu tapi..”
“Bukan tidak ditemukan, Di. Anda saja yang kurang giat mencari,” berkata Sartono dengan nada yang sedikit menasihati.
“Haduh.. kaifa hadza?”
Sebenarnya, kunci motor Sarkadi sudah diambil oleh Sarkamon tadi malam. Tapi dia enggan memberikannya. Dia ingin memberi sebuah pelajaran kepada Sarkadi agar tidak menyepelkan sesuatu yang kecil. Karena sesuatu yang besar tidak akan terjadi tanpa adanya sesuatu yang kecil.
Ada sebuah kisah tentang betapa pentingnya seorang manusia untuk tidak menyepelekan sesuatu yang kecil. Pada suatu hari, ada sekelompok nelayan yang ingin berlayar untuk mencari ikan di lautan. Salah seorang nelayan ingin mencari jaring untuk ditebarnya dalam lautan. Pada ketika itu, dia mendapati seekor rayap yang berada di dalam perahu. Nelayan itu tidak menghiraukan keberadaannya. Dia beranggapan bahwa tidak akan mungkin seekor rayap yang kecil dapat menimbulkan masalah yang besar.
Di hari pertama dan kedua, perahu itu berfungsi dengan sebagaimana mestinya. Namun di hari ketiga, sebuah insiden terjadi. Seekor rayap telah menjadi berekor-ekor. Mereka melubangi bagian perahu yang dapat membuat tenggelam. Akhirnya, perahu yang besar seperti itu dapat tenggelam karena kecerobohan salah satu nelayan yang tidak menghiraukan seekor rayap. Untung saja, ada beberapa perahu yang dekat dari perahu mereka. Mereka tertolong dengan selamat dan penyesaan.
Dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari zaman Nabi Adam Alaihis Salaam sampai zaman pro-kontra Koh Basuki yang akan menjadi Gubernur DKI Jakarta, banyak sekali terlihat manusia meremehkan hal-hal yang kecil. Dalam dunia pendidikan, banyak sekali siswa maupun mahasiswa yang menganggap sebuah tugas adalah hal yang remeh. Mereka jarang sekali mengerjakan sebuah tugas ketika tugas itu masih sedikit.
Namun ketika sebuah tugas itu menjadi bermacam tugas, mereka malah enggan mengerjakannya dan beranggapan bahwa tugasnya terlalu banyak. Sebenarnya ini bukan masalah banyak atau sedikitnya sesuatu, akan tetapi ini adalah masaah bagaimana kita menganggap besarnya sesuatu yang kecil, atau banyaknya sesuatu yang sedikit.
Jika kita mengerjakan sesuatu yang sedikit dengan cara yang berulang-ulang atau berkeanjutan, itu akan menjadi sesuatu yang banyak. Begitu juga mengenai besar dan keci. Seperti halnya cerita tentang keberadaan seekor rayap tadi. Pada awalnya, rayap itu memang hanya satu jumlahnya, karena tidak menganggap itu adalah sesuatu yang penting, seekor rayap itu menjadi berekor-ekor yang menimbulkan masalah yang besar.
Keberadaan sesuatu yang sedikit atau yang kecil biasanya sering dianggap sesuatu hak yang remeh. Satu hal yang harus dipikirkan kembali oleh manusia adalah keberadaannya tidak akan menjadi sebesar itu jika tanpa keberadaan kecilnya yang lalu.
Dalam hakikat kehidupan manusia, dia diciptakan melalui segumpal daging dahulu. Tidak langsung menjadi sebesar itu. Dalam hal menabung juga begitu. Uang yang kita tabung tidak akan menjadi sebanyak itu jika kita tidak mengumpulkan dari yang sedikit.
Betapa pentingnya sesuatu yang sedikit atau yang kecil, uang satu juta rupiah tidak akan menjadi satu jika kurang seratus rupiah. Maka dari itu, harus kia sadari bahwa sesuatu yang kecil bukanlah hal yang remeh. Itu harus kita perhatikan lebih intensif dalam keberadaannya.
(Achmad Itsbatunnadzri)