Bagi Imam Ghazali, Hati Esensi Utama Transformasi Pendidikan
Jumat, 13 Agustus 2021 | 11:15 WIB
Siti Maulida
Kontributor
Pontianak, NU Online
Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Kalimantan Barat H Zaenuddin Hudi Prasojo menyampaikan bahwa hati menjadi hal utama dalam pendidikan. Mengutip Imam Ghazali, Zaenuddin menjelaskan bahwa hal tersebut didasarkan pada hati sebagai esensi manusia.
“Substansi manusia bukanlah terletak pada unsur-unsur yang ada pada fisiknya, melainkan ada pada hatinya” katanya saat mengisi acara Webinar Transformasi Pendidikan yang dilaksanakan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Pontianak, pada Kamis (12/8).
Guru Besar Insitut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak itu mengatakan kecocokannya dengan kurikulum pendidikan 2013. Sebab, pada kurikulum itu, spiritualitas menjadi hal yang diutamakan. Demikian berarti nilai kurikulum sudah berada di jalur yang sebenarnya.
Namun, ia masih mempertanyakan mengapa saat ini masih banyak problem-problem pendidikan berdasarakan Kurikulum 2013 tersebut sehingga perlu ada transformasi pendidikan di masa pandemi.
“Untuk memahami transformasi pendidikan, kita harus mengetahui dulu arti kata transformasi, yaitu perubahan dari satu titi ke titik yang lain, termasuk perubahan ke arah yang lebih baik,” ungkapnya
Lebih lanjut, Zaenuddin memaparkan bahwa sebelum wabah Covid-19, yang terekam dalam manuskrip, bahwa 100 tahun yang lalu ada pandemi influenza, yang hanya terjadi satu tahun saja. Akan tetapi, Covid-19 sudah satu tahun belum juga selesai. Menurutnya, transformasi pendidikan mau tidak mau harus dilaksanakan.
“Untuk melakukan transformasi pendidikan, harus di mulai dari hati, seperti kata Imam Al-Ghazali, transformasi dengan hati yaitu berupa kesadaran diri, bahwa saat ini kita sedang berada di masa krisis, krisis itu bukan hal normal, sehingga membutuhkan sikap-sikap yang baik, seperti bagaimana mengatasi bersama sama problem yang ada,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan bahwa ada tiga komponen yang harus bersinergi dalam dunia pendidikan, yaitu masyarakat, tenaga pendidik, dan pemerintah. Jika masing-masing hatinya tertata dengan baik, maka problem pendidikan satu-persatu akan teratasi.
“Ketiga komponen tersebut harus memiliki kesadaran bersama bahwa ini krisis. Kalau hanya satu komponen saja yang memahami krisis, maka akan tidak kompak, sehingga semuanya harus berfikir bersikap dan bertindak dengan baik,” katanya.
Ia melanjutkan bahwa setelah adanya kesadaran bersama dari tiga komponen, maka akan lahir komitmen bersama, sehingga tercipta kontribusi untuk memperbaiki dunia pendidikan. Menurutnya, Islam memberikan keringanan tertentu, bahwa manusia boleh melakukan tindakan untuk merespons kondisi krisis, seperti memulai dengan norma agama, adat maupun budaya. Melalui hal itu, masyarakat dapat memunculkan perubahan baru.
“Allah memang memiliki rencana tersendiri namun manusia juga harus berikhtiar, manusia dikarunia kebebasan untuk memecahkan solusi. Transformasi pendidikan itu harusnya memberikan kebebasan, namun juga ada arahan-arahan,” katanya.
Berangkat dari pemikiran Al-Ghazali bahwa pendidikan yang dimulai dengan hati akan melahirkan kesadaran komitmen dan kontribusi secara perlahan, transformasi pendidikan akan terjawab, yaitu berubah ke hal yang lebih baik.
Kontributor : Siti Maulida
Editor: Syakir NF
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 4 Maksiat Hati yang Bisa Hapus Pahala Amal Ibadah
2
Khutbah Jumat: Jangan Golput, Ayo Gunakan Hak Pilih dalam Pilkada!
3
Poligami Nabi Muhammad yang Sering Disalahpahami
4
Peserta Konferensi Internasional Humanitarian Islam Disambut Barongsai di Klenteng Sam Poo Kong Semarang
5
Kunjungi Masjid Menara Kudus, Akademisi Internasional Saksikan Akulturasi Islam dan Budaya Lokal
6
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Bahaya Arak keur Kahirupan Manusa
Terkini
Lihat Semua