Beut Seumeuebeut Tetap Hidup: Keteguhan Santri Dayah MUDI Samalanga Usai Banjir Besar
NU Online · Selasa, 9 Desember 2025 | 17:15 WIB
Aktivitas ngaji di Dayah MUDI Samalanga, Aceh meski pesantren belum sepenuhnya pulih usai diterjang banjir. (Foto: NU Online/Helmi Abu Bakar)
Helmi Abu Bakar
Kontributor
Bireuen, NU Online
Aktivitas belajar mengajar (beut seumeuebeut) di Dayah Ma’had Ulum Diniyah Islamiyah (MUDI) Samalanga kembali berjalan meski kompleks dayah masih dalam masa pemulihan setelah diterjang banjir bandang pada 26 November 2025. Banjir yang oleh warga disebut sebagai “tsunami jilid dua” itu membawa material kayu besar, lumpur pekat, dan merusak sejumlah fasilitas pesantren.
Masjid, rak kitab, hingga puluhan kamar santri mengalami kerusakan berat. Sejumlah kitab kuning warisan para ulama terendam dan dijemur di halaman dayah untuk diselamatkan. Meski demikian, para pengajar, pengurus, dan santri sepakat bahwa kegiatan pengajian tidak boleh terhenti.
“Dayah boleh rusak, tetapi ilmunya tidak boleh berhenti,” menjadi kalimat yang berulang di antara para relawan dan pengajar sejak hari pertama pemulihan.
Pada Senin (8/12/2025), roda pendidikan kembali berputar. Relawan, alumni, dan masyarakat setempat membantu membersihkan lumpur, mengumpulkan kitab yang tersisa, serta membuka akses jalan yang sempat tertimbun material. Meski pemulihan fisik masih berjalan, kegiatan halaqah dan beut seumeuebeut mulai digelar kembali di ruang-ruang yang sudah memungkinkan.
Pendidikan Tak Boleh Takluk oleh Bencana
Di tengah situasi yang belum stabil, Tgk Hendri menjadi salah satu pengajar yang hadir paling awal. Akses jalan dari arah Pidie yang terputus membuat perjalanan menuju dayah berlangsung hampir seharian. Kendaraannya bahkan sempat diangkut ke bak mobil pickup karena tidak dapat melintas banjir.
Saat tiba, ia mendapati rak kitab roboh, mushaf basah, dan banyak santri kehilangan perlengkapan belajar. Namun ia memilih untuk langsung menguatkan para santri.
“Kalau mengaji berhenti, maka dayah berhenti. Sedangkan dayah adalah napas umat,” ujarnya.
Dengan kondisi yang masih penuh lumpur, ia memastikan halaqah tetap berjalan dan para santri tetap mengikuti pengajian.
Ilmu Harus Tetap Hidup
Pimpinan Dayah MUDI, Tgk. H. Zahrul Mubarrak (Abi MUDI), hadir langsung menemani para santri sejak hari pertama banjir. Tanpa protokol, beliau turun ke lapangan, melihat kondisi para santri dari dekat, sekaligus memberikan semangat.
“Musibah bukan alasan berhenti. Kita bukan korban, kita pejuang,” kata Abi MUDI.
Beliau juga meminta santri kelas empat ke atas untuk kembali ke dayah pada 6 Desember 2025 guna menghidupkan kembali ruh pendidikan dan tradisi beut seumeuebeut. Respons para santri sangat positif; mereka kembali meski bangunan belum sepenuhnya bersih dari lumpur.
Santri kembali ke dayah tidak dalam keadaan nyaman. Sebagian kehilangan kamar, sebagian kehilangan kitab, dan sebagian masih memiliki keluarga yang mengungsi. Namun mereka tetap mengikuti pengajian.
Husnul Khatimah, salah satu santriwati asal Pidie Jaya, menjadi simbol keteguhan itu. Rumahnya ikut terendam banjir, tetapi ia memilih kembali ke dayah.
“Kalau saya pulang, saya hanya menjadi bagian dari musibah. Tapi kalau saya tetap belajar, saya masih punya arah dan keberkahan,” ujarnya.
Di berbagai sudut dayah, para santri terlihat membersihkan sisa lumpur sambil tetap menghafal pelajaran, menyalin kitab dari teman, dan menghadiri pengajian subuh.
Mustasyar PBNU dan Pimpinan Dayah MUDI, Abu Syekh. H. Hasanoel Basri HG (Abu MUDI), menegaskan bahwa tradisi ilmu adalah identitas pesantren. Menurutnya, beut seumeuebeut tidak boleh terhenti meski fasilitas rusak.
“Beut seumeuebeut adalah martabat kita. Itu yang menjaga kita tetap ulama,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa sejak masa Abon Aziz Samalanga, tradisi ilmu tidak pernah berhenti sekalipun menghadapi ujian berat. Kini, pada masa pemulihan banjir, para santri kembali membuktikan keteguhan itu.
Sejak 7 Desember 2025, relawan dan alumni terus berdatangan membantu pemulihan. Namun kekuatan terbesar dari dayah ini adalah semangat santrinya yang tetap belajar di ruang darurat, tenda, dan area yang sudah aman.
Pada hari ke-13 pascabencana, kegiatan beut seumeuebeut berjalan kembali, menandai bangkitnya Dayah MUDI bukan hanya secara fisik tetapi juga secara spiritual.
Dayah MUDI bangkit bukan karena bangunannya kuat, tetapi karena keyakinan bahwa ilmu adalah cahaya, dan cahaya tidak dapat dipadamkan oleh lumpur.
============
Para dermawan bisa donasi lewat NU Online Super App dengan mengklik banner "Darurat Bencana" yang ada di halaman Beranda atau via web filantropi di tautan berikut: filantropi.nu.or.id.
Terpopuler
1
KH Said Aqil Siroj Usul PBNU Kembalikan Konsesi Tambang kepada Pemerintah
2
Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU Hadir Silaturahim di Tebuireng
3
Silaturahim PBNU Sesi Pertama di Tebuireng Selesai, Prof Nuh: Cari Solusi Terbaik untuk NU
4
Kiai Sepuh Respons Persoalan PBNU: Soroti Pelanggaran Pemakzulan dan Dugaan Kekeliruan Keputusan Ketum
5
PWNU–PCNU Se-Indonesia Ikuti Keputusan Mustasyar di Tebuireng terkait Persoalan di PBNU
6
PBNU Terbitkan Surat Undangan Rapat Syuriyah-Tanfidziyah, Tembusan ke Rais Aam
Terkini
Lihat Semua