Daerah BANJIR SUMATRA

Dari Ladang ke Lokasi Bencana: Langkah Kemanusiaan Relawan Petani untuk Aceh-Sumatra

NU Online  ·  Sabtu, 13 Desember 2025 | 09:00 WIB

Dari Ladang ke Lokasi Bencana: Langkah Kemanusiaan Relawan Petani untuk Aceh-Sumatra

Zubaedah Tambunan (kerudung pink) bersama relawan lain saat menyalurkan bantuan untuk warga. (Foto: dok istimewa)

Siak, NU Online

Namanya Zubaidah Tambunan (62). Usianya yang telah memasuki senja tak menyurutkan semangatnya untuk bertani dan berorganisasi melalui Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumatra Utara. Kiprahnya sebagai relawan telah dimulai sejak bencana tsunami Aceh pada 2004 hingga sekarang.


“Saya suka bertani. Sejak sekolah menengah atas saya sudah rajin turun ke ladang, dan sampai usia 62 tahun ini masih tetap bertani,” kata Zubaidah kepada NU Online, Jumat (12/12/2025).


Rentetan bencana alam yang melanda Pulau Sumatra kembali menggugah kepeduliannya. Salah satu pengalaman paling membekas dialaminya saat berkunjung ke Aceh Tamiang.


“Kejadian paling menyayat hati bagi saya ketika melihat langsung lahan pertanian para petani dan rumah masyarakat habis tersapu air. Mayat-mayat bergelimpangan. Mereka menangis meminta bantuan, butuh makan dan air minum,” ujarnya.


Pada Kamis (11/12/2025), Zubaidah bersama relawan lainnya mengirimkan bantuan berupa beras, minyak kelapa, air mineral, mi instan, masker, pakaian, telur, roti, susu, peralatan mandi, dan ikan kaleng menuju Aceh Tamiang. Wilayah tersebut dinilai mengalami kerusakan sangat parah dan masih minim bantuan.


“Semalam kami memberikan bantuan ke Desa Salahaji, Kecamatan Serang Jaya, Kabupaten Langkat, dan Desa Sidodadi, Kabupaten Aceh Tamiang. Insyaallah minggu depan kami akan ke Tapsel dan Tapteng. Daerah itu juga cukup parah,” jelasnya.


Zubaidah mengajak para petani untuk ikut menggalang dana bersama kelompok serikat agar dapat menyisihkan rezeki mereka bagi saudara-saudara yang tertimpa musibah.


Namun aksi kemanusiaan itu kerap terhambat. Perjalanan menuju lokasi bencana sulit ditempuh karena akses jalan rusak dan sebagian ruas masih terputus. Keterbatasan logistik juga menjadi tantangan tersendiri.


“Benar-benar saat tiba di lokasi, saya paham betul bagaimana relawan-relawan kesulitan melewati akses yang sempat terputus,” imbuhnya.


Bagi Zubaidah, menjadi relawan adalah panggilan hati dan wujud solidaritas sesama manusia. “Semua ini saya lakukan murni dari panggilan hati dan rasa solidaritas, sekaligus meningkatkan rasa syukur atas nikmat Tuhan,” tuturnya.


Ia menambahkan, seorang relawan perlu memiliki prinsip kejujuran dan keikhlasan untuk membantu. “Rasa kemanusiaan akan tumbuh jika kedua prinsip itu ada pada diri relawan,” pungkasnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang