Daerah

Duka Bencana Sumatra: Gajah Mati Terseret Banjir, Rakyat Kehilangan Rumah dan Harapan

NU Online  ·  Selasa, 2 Desember 2025 | 15:30 WIB

Duka Bencana Sumatra: Gajah Mati Terseret Banjir, Rakyat Kehilangan Rumah dan Harapan

Warga Aceh di tengah tumpukan kayu yang terbawa banjir bandang, meratapi lingkungan tempat tinggal mereka yang kini tidak tersisa. (Foto: Helmi Abu Bakar)

Pidie Jaya, NU Online

Air banjir yang mulai surut di sejumlah wilayah Aceh meninggalkan jejak kerusakan berat. Lumpur masih menempel di rumah warga, kayu gelondongan berserakan, dan aroma sisa banjir masih bertahan di udara. Di antara puing-puing tersebut, warga menemukan pemandangan yang sangat mengejutkan: seekor gajah Sumatra dewasa ditemukan mati tertimbun lumpur dan kayu besar di Gampong Meunasah Lhok, Kecamatan Meureudu Pidie Jaya, Aceh.


Gajah yang ditemukan pada Sabtu (29/11/2025) itu tergeletak dalam posisi setengah tertimbun lumpur, seperti terseret arus besar dari habitatnya di hutan yang berjarak jauh dari permukiman. Lokasinya kini hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki sekitar dua jam melewati semak dan jalur yang berubah total pascabanjir.


“Di desa ini tidak pernah ada gajah. Baru kali ini kami melihat gajah mati karena banjir,” ujar Muhammad Yunus, warga yang pertama kali menemukan bangkai tersebut.


Banjir Datang Seperti Dinding Air

Banjir bandang yang menerjang Meureudu dan wilayah sekitarnya terjadi setelah hujan turun tanpa henti selama beberapa hari. Sungai Meureudu meluap dan berubah menjadi aliran lumpur pekat yang membawa pepohonan, batu besar, bangunan, hingga hewan liar.


“Air itu datang bukan sebagai banjir biasa. Deru kerasnya seperti gempa. Orang-orang hanya punya waktu beberapa detik untuk menyelamatkan diri,” kata Tgk Razali, agamawan muda dan pimpinan salah satu dayah di Pidie Jaya, Senin (1/12/2025).


Di Gampong Meunasah Lhok, kerusakan terlihat hampir total. Rumah-rumah tidak hanya terendam, tetapi sebagian hilang tersapu arus. Masjid tertutup lumpur hingga jendela, jalan desa berubah menjadi aliran sungai, dan kendaraan menumpuk di tepi sungai seperti rongsokan.


“Ada rumah yang tinggal fondasi. Ada warga yang kehilangan anggota keluarga, kehilangan rumah, kehilangan seluruh ingatan hidup mereka,” ujar Razali.


Menurutnya, penemuan gajah mati tersebut menjadi momen paling emosional. “Jika gajah saja tidak mampu melawan arus itu, bagaimana manusia bisa?”


Kayu Gelondongan Berserakan: Hulu Sungai Diduga Rusak

Selain lumpur, banjir juga membawa ribuan kayu gelondongan berdiameter besar yang kini berserakan di halaman rumah, kebun, dan jalan desa. Diduga, banyak pepohonan besar di hulu sungai tumbang terbawa arus banjir.

 

“Kami terkejut melihat kayu sebesar ini hanyut sampai desa. Belum pernah terjadi sebelumnya,” ungkap Razali.


Situasi ini menguatkan dugaan bahwa kerusakan hutan di daerah hulu turut memperburuk dampak banjir.


Rakyat Kehilangan Rumah dan Harapan

Relawan mencatat banyak warga kehilangan tempat tinggal dan masih mencari anggota keluarga yang belum ditemukan. Ternak mati, sawah tertimbun lumpur, dan sebagian warga kehilangan mata pencaharian.


Di posko pengungsian, cerita kesedihan terus terdengar. Ada ibu yang kehilangan seluruh dokumen dan pakaian, ada warga yang menggendong orang tua sakit melewati arus setinggi dada, dan ada keluarga yang kehilangan rumah sekaligus pekerjaan.


Namun di tengah kepedihan itu, masyarakat menunjukkan solidaritas. Pemuda-pemuda desa menjadi relawan spontan, para ibu berbagi makanan seadanya, dan adzan tetap berkumandang meski masjid belum sepenuhnya bersih.


Bantuan Mendesak Harus Dipercepat

Ribuan warga masih bertahan di tenda darurat. Sejumlah posko kehabisan makanan bayi, selimut lembap membuat anak-anak rentan sakit, sementara air bersih sangat terbatas. BBM pun langka sehingga warga harus mengantre panjang di SPBU Meurah Dua dan Ulee Glee. “Kita butuh aksi cepat, bukan hanya simpati,” tegas Tgk Razali.


Ia menyebut kebutuhan mendesak yang harus segera dipenuhi, antara lain:

  • sembako dan makanan siap saji,
  • pakaian layak pakai,
  • selimut dan kebutuhan bayi,
  • obat-obatan dan tenaga medis,
  • alat berat dan logistik,
  • gas dan BBM.


Ia mengajak pemerintah, lembaga sosial, organisasi kemanusiaan, dan masyarakat luas—baik dari Aceh maupun luar daerah—bersama-sama membantu para penyintas.


Aceh Pernah Runtuh dan Pernah Bangkit

Aceh telah melewati banyak ujian: tsunami, konflik, gempa bumi, hingga pandemi. Banjir kali ini menjadi bencana terbesar dalam satu dekade terakhir. Meski demikian, masyarakat Aceh dikenal kuat dalam menghadapi musibah.


“Selama kita saling membantu, Aceh tidak akan kalah,” ujar Razali.


Di dekat bangkai gajah yang diam tak bernapas, seorang anak berdiri menyaksikan tanpa sepenuhnya mengerti. Namun dari tragedi itu, satu pesan tersisa: alam sedang berbicara, dan manusia harus mendengarkannya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang