Daerah

Festival Seni Sambongan Rembang, Angkat Spirit Wayang Jadi Ruang Ekspresi

NU Online  ·  Rabu, 5 November 2025 | 17:00 WIB

Festival Seni Sambongan Rembang, Angkat Spirit Wayang Jadi Ruang Ekspresi

Festival seni rupa dilaksanakan di Taman Budaya Sambongan Sulang Rembang pada, Rabu (5/11/2025). (Foto: dok istimewa/Ayu Lestari)

Rembang, NU Online 

Dalam memeriahkan hari wayang dunia, segenap kreator seni mengadakan pra-event pameran dan festival seni rupa dilaksanakan di Taman Budaya Sambongan Sulang Rembang pada, Rabu (5/11/2025). Teguh Prihadi, Pemerhati Budaya asal Surakarta menyebut, rangkaian kegiatan itu untuk menuangkan beberapa kreasi dari para seniman.


"Menjelang hari wayang dunia, kami mencoba melihat bahwa wayang bukan hanya miliknya seni pertunjukan, tapi juga miliknya seni musik, seni rupa, media digital sehingga kami mencoba berkolaborasi beberapa bidang dalam
forum ini," jawab Teguh.


Beberapa peserta pameran terdiri dari 22 peserta diantaranya Abdul Chamim, Abdul Rosyid, Agustian, Akhul, Arif Rifqi, Aris Lukman, Bambang Tatto, Budi Karya, Dama, Gamblang Carito, Yono Gepo, Ghofur, Hadi Adam Smit, En Arthur, Imam Bucah, Indarto, Putut Pasopati, Syahid Pino, Narimo, Yudi Risang, Jagad Jenar Ariyanto, Jawi Maheswari Ariyanto.


Menurut Teguh, kegiatan itu bertujuan untuk memang menciptakan karya dan merefleksi spirit wayang dalam kehidupan manusia.


"Kami ingin tahu seberapa jauh wayang dalam pandangan seorang pelukis, pematung, dan lain sebagainya. Jadi, mereka juga mempunyai andil dalam menjaga kelestarian budaya, salah satunya berbentuk wayang," paparnya.


Inti acara pameran seni rupa tersebut akan digelar tahun depan. "Insyaallah 7 November di Rembang. Jadi setiap dua tahun menggelar acara seperti kni di sini. Ini masih acara pembuka namun membawa narasi besar ke depan di acara binal wayang. Binal wayang menjadi inti dari perayaan hari wayang dunia," terangnya.


Dari situ, wayang mewadahi semua kolaborator untuk bersinergi dalam mengakomodasi ekspresi dari perupa Rembang dan daerah sekitarnya.


"Sejauh mana wayang itu bisa dikembangkan di wilayah luar, wilayah visual art. Jadi event seperti ini dapat dijadikan pemicu seni rupawan yang lain di lingkup Rembang raya. Perupa bisa bereksplorasi dengan bebas," sahutnya.


Selain itu, target utama dari terselenggaranya pameran festival seni rupa sambongan adalah memunculkan ruang sosialisasi dan publikasi.


"Hajat kami dalam event ini adalah bisa bersosialisasi dan mempublikasikan eksistensi wayang. Selain itu ada pula target terpenting pasca-event pameran seni rupa ini masyarakat Rembang akan diuntungkan. Bukan hanya masalah uang, akan tetapi Rembang menjadi sentral pewayangan ke depannya," imbuh Teguh.


Menurutnya, wayang menjadi salah satu benda cagar budaya yang harus tetap dijaga untuk kepentingan legalitas dan kepemilikan murni milik Negara Indonesia 


"Wayang telah diakui oleh UNESCO. Artinya wayang sudah diakui dunia bahwa kita sebagai pemilik wayang kita harus menanggapinya secara serius," sambungnya.


 

Daya Inovasi Wayang Ukur

Ismoyo, pemerhati budaya dari Yogyakarta menyebut, salah satu jenis wayang yang fenomenal adalah wayang ukur karya Ki Sigit Sukasman.


Daya inovasi wayang ukur sangat khas sebab pembuatan wayang yang diekspresikan cita rasa eksplorasi dan pengetahuan Ki Sigit Susman dalam wayang ukur memakan waktu yang lama.


"Ya walaupun wayang ukurnya sudah jadi, Mbah Kasman tetap diukur sangat detail," kata Ismoyo saat menjadi pemantik dalma sarasehan budaya di Taman Budaya Sambongan, Rabu (5/11/2025)


Kendati demikian secara eksplisit, kehidupan dan kepribadian Ki Sigit Sukasman jarang sekali di sorot oleh kalangan umum.


Khas dari pertunjukan wayang ukur Ki Sigit Sukasman yaitu, para penonton disuguhkan pertunjukan wayang yang dikemas dengan memadukan seni teater, tari, musik gamelan, dan sastra pedalangan dipadu sentuhan artistik teknologi tata cahaya yang menawan. Bisa dikatakan, wayang ukur mencoba menyuguhkan pertunjukan yang berwawasan global.


Walaupun begitu, terdapat pula kekurangan wayang ukur dalam segi bentuk dan mempengaruhi pesan yang disampaikan bagi para penonton.


"Kita ketahui bersama kalau wayang ukur dibuat hanya satu sisi saja, jadi terkesan mengurangi atau menghambat kesan dan pesan yang ingin disampaikan untuk penikmat wayang," tandasnya.


Selain itu, kelemahan wayang ukur Ki Sigit Sukasman selanjutnya ada di bagian mata. Jika mata melihat huruf E dari kejauhan akan tampak lain, bisa terlihat seperti huruf B. Namun, jika huruf E dibuat lebih kurus akan nampak lebih jelas dari jauh. Begitu pula dengan gambaran seorang manusia yang mengangkat tangan kanannya dari samping, dikejauhan akan terlihat seperti mengangkat tangan kirinya. 


"Dari sini kita bisa memahami mengapa tubuh wayang kulit digambarkan sangat panjang dan kurus dibandingkan dengan proporsi manusia sungguhan," terang Ismoyo.


Ismoyo berkata, Ki Sigit Sukasman juga kerap membuat sketsa baru untuk setiap tokoh yang ingin diciptakan.


"Boneka wayang ukur akan selalu terlihat berbeda satu sama lain, walaupun karakter yang dibuat sama. Sketsa tersebut akan dibuat di atas lantai semen dengan menggunakan kapur, lalu jika dirasa sudah bagus, akan dipindahkan langsung ke atas kulit kerbau," ujarnya.


Perbedaan lain yang dimiliki wayang ukur dapat terlihat pula dari segi corekan, kapangan, tatahan, dan bedhahan. 


"Ki Sigit Sukasman atau kerap dipanggil Mbah Kasman kerap membuat distorsi pada bagian tertentu pada boneka wayang ukur agar terlihat lebih realis dan dinamis namun bentuknya tetap terlihat jelas dari jauh," pungkasnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang