Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) saat menyampaikan pidato kebudayaan pada Harlah Ke-63 Lesbumi di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI) Jalan Rasuna Said, Jakarta Pusat, Kamis (22/6/2023) malam. (NU Online/Suwitno)
Malik Ibnu Zaman
Kontributor
Jakarta, NU Online
Pembaharuan apapun dalam semua bidang harus punya kesinambungan (kontinuitas) dengan generasi terdahulu, termasuk dalam hal budaya. Budaya harus punya kesinambungan dengan tradisi-tradisi yang diwariskan oleh generasi terdahulu. Maka tradisi tidak bisa diruntuhkan begitu saja, sebab dapat menimbulkan kekacauan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Tsaquf dalam orasi budayanya pada puncak hari lahir ke-63 Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI) Jalan Rasuna Said, Jakarta Pusat, Kamis (22/6/2023) malam.
"Jadi tidak bisa satu tradisi itu diruntuhkan begitu saja untuk dibangun sesuatu yang baru. Karena cara seperti itu ini hanya akan menghasilkan chaos, kekacauan," ujarnya.
Maka dari itu, Gus Yahya menegaskan bahwa pembaharuan harus ditemukan nalar kontinuitasnya dengan warisan dari tradisi lama.
"Kita ini dari abad ke abad, dari ribuan tahun selalu bergelut dalam pertarungan untuk menemukan ekuilibrium peradaban. Banyak peradaban telah lahir, banyak peradaban yang runtuh. Nah, peradaban-peradaban itu, pertarungan peradaban itu biasanya tetap menurut sejarah, mewujud ke dalam konsolidasi politik," imbuh Gus Yahya.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa peradaban Sisilia, Sumeria, Mesir Kuno, Romawi Kuno, Romawi Kristen merupakan peradaban yang bangkit dalam bentuk konsolidasi politik dan melahirkan sistem politik yang menjadi tanda dari sebuah peradaban.
"Dulu peradaban itu bisa saling sama-sama hidup di tempat yang berbeda tanpa saling mengganggu, ada peradaban tumbuh di Irak, di Afrika, di Eropa, dan lain sebagainya. Tanpa mengusik satu sama lain dulu bisa. Semuanya itu konsolidasi politik, tetapi konsolidasi politik selalu didahului konsolidasi nilai-nilai. kira-kira mekanismenya mulai dari konsolidasi nilai-nilai," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa proses lahirnya peradaban diawali dengan konsolidasi nilai-nilai lalu dijadikan merek politik, kemudian menjadi basis konsolidasi politik hingga militer.
"Tetapi satu hal yang jelas bahwa gagasan tentang kebudayaan itu tidak akan membuahkan apa-apa tanpa konsolidasi ekonomi dan politik. Tetapi sekali lagi kalau kita berpikir tentang budaya, ini menurut saya harus kita susun, kita bangun dalam satu visi yang komprehensif menyangkut ekonomi dan politik supaya produktif," ujarnya.
Menurutnya, jika tidak produktif, maka produk kesenian yang masuk ke dalam industri yang akan dikendalikan oleh kepentingan ekonomi saja.
"Apa yang menyetir industri kesenian sekarang ini? Kepentingan ekonomi, persaingan bisnis. Maka harus juga berpikir bagaimana konsolidasi ekonomi dan politiknya, apa boleh buat," pungkasnya.
Kontributor: Malik Ibnu Zaman
Editor: Syakir NF
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua