Daerah

Gelar Pengajian Budaya, Warga Purbalingga Tumplek

Senin, 10 Desember 2012 | 11:09 WIB

Purbalingga, NU Online
Anak-anak muda yang berjoged ria mengikuti dendang rebana, seolah melupakan sejenak kepenatan kehidupan. Tembang shalawat mengalun merdu diiringi rampak rebana.

<>

Sontak ribuan jamaah ikut menyanyikan senandung merdu lagu shalawat yang dibawakan, menjadi koor yang indah membawa suasana penuh kecintaan dan puncak kehasyahduan ruhani kepada sang Pencipta kehidupan.

Tampak Barisan Ansor Serba Guna (Banser) NU  menjaga tempat acara dari sekitar 2 kilo sebelum acara digelar sampai lapangan Karanggambas demi tertibnya acara. Para penonton menitipkan kendaraan baik roda dua maupun roda empat di pinggir jalan sepanjang menuju tempat acara. Muda-mudi, baik tua maupun muda berjalan beriringan dengan memakai baju takwa dan mereka lalu menempati duduknya di atas tikar di dalam komplek lapangan.

Demikianlah panggung pengajian budaya bersama Emha Ainun Najib dan Kyai Kanjeng yang digelar, malam itu, Sabtu (8/12) suasana pengajian yang digelar di lapangan Karanggambas, Kec Padamara Kab Purbalingga menjadi sarana bertemu berbagai kalangan masyarakat baik itu dari pejabat maupun kalangan masyarakat biasa. 

Acara dibuka ba’da shalat Isya dengan pembacaan Maulid Simthud Durar yang diiringi hadrah rebana Darul Falah dari Desa Karang Gambas, Kecamatan Padamara.

Acara bersambung dengan pengajian budaya yang dipimpin langsung oleh Emha Ainun Nadjib. Dalam kesempatan itu budayawan, Emha Ainun Najib alias Cak Nun mengungkapkan, tidak ada orang atau kelompok orang yang melarang manusia untuk beribadah sesuai agamnya. Orang Islam juga tidak boleh menilai bahwa cara yang dilakukan oleh organisasi tertentu itu termasuk haram.

Cak Nun mengibaratkan Islam itu sebagai sepotong ketela. Dari ketela itu diolah oleh manuia menjadi berbagai macam penganan. Ada getuk, cimplung, ciwel, kripik dan sebagainya. Aneka makanan itu menjadi kiasan bagi cara manusia untuk mendalami agama.

Menurut Cak Nun, "NU, Muhammadiyah, LDII lan sedayanipun, niku sanes agama, namung dalan kangge ngaji sinau agama (NU, Muhammadiyah, LDII dan sebagainya, itu bukan agama, hanya jalan untuk ngaji belajar agama)."

“Jadi, yang berhak menyatakan haram itu Allah. Bila masing-masing menganggap tidak sesuai dengan ajaran Islam, berarti mereka belum bisa membedakan apa itu ketela, apa itu getuk. Ia menegaskan, bahwa manusia tidak usah menggantikan perannya Alloh,” kata Cak Nun pada pengajian dalam rangka peringatan 1 Muhaaram di lapangan Desa Karanggambas Kecamatan Padamara, Purbalingga.

Diungkapkan Cak Nun, jika ada yang makan getuk itu marah-arah dengan yang makan kripik, itu berarti tidak baik. “Lah wong asale nggih sami, asale niku saking tela, nggih napa mboten? (Sebab asalnya juga sama. Jadi jangan bertengkar hanya karena perbedaan makan getuk dan kripik)," kata penyair kelahiran Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953 itu.

Tausiyah yang santun dan berwibawa itu diselingi dengan menampilkan sholawat Nabi Muhammad SAW. Dengan iringan musik gamelan yang dibawakan oleh Kyai Kanjeng, ribuan pengunjung pun ikut bersholawat. Sebut saja syair Sidnan Nabi, Sholli Wasalimda, Sholawat Badar, Lir Ilir dan Tola'al Badru . Tidak ketinggalan pula lagu modern dimainkan seperti Pak Tani (Koes Plus) dan Musik (Rhoma Irama).

Sementara KH Supono Mustajab yang mendapat kesempatan kedua mengingatkan tentang celakanya orang yang mempunyai ilmu, kecuali orang-orang yang mengamalkan ilmunya. Celakanya orang-orang yang mengamalkan ilmunya, kecuali orang-orang yang mengamalkannya dengan ikhlas.

Dilanjutkan oleh KH Supono, “Sungguh surga merindukan empat golongan yang jamin masuk surge; orang-orang yang membaca al Qur’an, orang yang menjaga lisan, orang yang member makan dan orang yang puasa di bulan Ramadhan.”

Penceramah ketiga walau singkat, KH AKBP Imam Sutiyono mewakili Kapolres Purbalingga, menyampaikan pentingnya shalawat kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW.”Senandung shalawat yang dilantunkan sungguh mendamaikan hati dan membuat hati menjadi lembut. Apalagi senandung yang dilantunkan adalah shalawat kepada kanjeng Nabi Muhammad SAW. Shalawat sesungguhnya dicontohkan langsung Allah SWT dan termasuk bagian dari dzikir sebagaimana firman Allah dalam QS Ali Imron:191.

Dalam kesempatan terakhir Wakil Bupati Purbalingga, H. Sukento Ridho M, MM, yang turut menemani jama’ah dari awal acara sampai akhir acara menyambut dengan rasa kegembiraan atas pengajian budaya yang digelar.”Ini menunjukan masyarakat Purbalingga berakhlaq mulia. Dengan digelarnya acara ini semoga masyarakat Purbalingga semakin makmur, jauh dari bencana dan keluarga menjadi mawadah, warohmah dan sakinah.”
Acara kemudian dipungkasi dengan mahalul Qiyam dan ditutup dengan doa oleh KH Supono Mustajab tepat pukul 12.00 malam. 

Kontributor: Aji Setiawan