Daerah

Haflah, Pesantren Futuhiyyah Gelar Teater

Senin, 15 Mei 2017 | 09:39 WIB

Demak, NU Online
Tahun ini, 2017 Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak kembali menggelar pementasan teater. Pementasan ini merupakan bagian dari serangkaian acara haflah akhirussanah yang meliputi muwada’ah, khatmil Al-Qur’an dan khatmil kutub. Kegiatan tahunan tersebut insyallah akan dilaksanakan pada hari Ahad malam (21/5) bersama dengan grup Hadlrah al-Muqorrobin Kendal yang dipimpin oleh al-Habib Abdullah Farid bin Masyhur al-Munawwar. 

Lakon yang akan dipentaskan kali ini ialah berjudul Tak Ada Bintang di Dadanya. Sebuah karya yang ditulis oleh Hamdy Salad dan ditulis ulang oleh dua sutradara muda Fakhrur Rozi dan Abd. Chanan S. Lakon ini bercerita tentang seseorang yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk pendidikan anak bangsa.

Menurut Rozi, selaku sutradara, lakon ini sangat relevan dipentaskan di dunia pesantren, mengingat pesan-pesan moralnya mengenai dunia pendidikan begitu luhur. “Karena di pesantrenlah ditemui sosok seperti kiai yang dengan penuh keikhlasan dan keistiqamahannya mendidik para santri dari seluruh pelosok negeri. Sosok seperti kiai inilah yang saya kira sangat sulit ditemui di zaman modern yang materialistik ini,” katanya. 

Kegembiraan juga dirasakan oleh Fathon, salah satu dari aktor Teater Fatah. “Sungguh sebuah lakon yang menurut saya sangat luar biasa, saya senang dapat menjadi salah satu aktor di teater ini, sebuah pengalaman yang cukup berharga dan tak didapatkan di bangku madrasah. Sekali lagi saya sangat bersyukur dapat mengikuti prosesnya dari awal, dimulai dari latihan yang cukup melelahkan, disiplin, penuh dengan aturan main, sampai harus menguji mental level tingkat tinggi, yang paling penting bagi saya bahwa kesenian adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia,“ ungkap Fathon.

Selain bertujuan untuk menghibur para tamu undangan, acara ini juga sebagai media pembelajaran santri untuk mengenal dunia seni secara lebih dalam. Pengenalan seni melalui teater cukup efektif, mengingat latar belakang para santri yang notabene bukan anak seni. Dengan terjun langsung, mereka tidak dibingungkan oleh banyaknya teori dan kajian seni-kebudayaan. Red: Mukafi Niam